ILMU SEBAGAI SARANA MENDEKATKAN DIRI KEPADA SANG KHALIQ
Salafus sholeh berkata, "Orang-orang yang berilmu terdiri atas tiga golongan."
Pertama, orang yang mengetahui Allah, tetapi tidak mengenal perintah-Nya. Kedua, orang yang mengetahui perintah Allah, tetapi tidak mengenal Allah. Ketiga, orang yang mengetahui Allah dan juga mengetahui perintah-Nya."
Salafus sholeh menjelaskan, ada hubungan antara berilmu dan takut kepada Allah. Logikanya, seseorang yang semakin berilmu, maka rasa takutnya kepada Allah pun kian bertambah tebal.
Kata alim: "Ketakutan kepada Allah mengharuskan ilmu tentang Allah. Maka, ilmu tentang Allah juga mengharuskan ketakutan kepada-Nya. Dan, takut kepada Allah harus melahirkan ketaatan kepada-Nya. Orang-orang yang takut kepada Allah adalah orang-orang yang mengerjakan perintah-perintah-Nya serta menghindari segala bentuk larangan-Nya."
Contoh sederhananya, seseorang yang tidak memiliki ilmu tentang Allah cenderung merasa dirinya bebas berbuat apa saja. Ia bahkan dapat melakukan maksiat tanpa rasa menyesal. Seandainya ingin mencuri, niat buruknya itu terhenti--misalnya--lantaran melihat kamera CCTV, alih-alih mengingat Allah, Zat Yang Maha melihat.
Adapun orang alim akan menimbang-nimbang terlebih dahulu perintah dan larangan Allah SWT. Ia menyadari, Allah SWT Maha Mengetahui apa yang tersirat maupun tersurat. Rasa takut dan harapnya kepada Allah pun akan meningkat.
Oleh sebab itu, perkara yang amat penting yang perlu diperhatikan dan selalu dikoreksi adalah niat dalam belajar. Tidak ada kebaikan yang diperoleh jika seseorang ketika belajar malah ingin mencari ridho selain Allah. Oleh karena itu, para ulama sangat memperhatikan niatnya dalam belajar apakah sudah benar ataukah tidak karena jika tidak ikhlas, maka dapat mencacati ibadah yang mulia ini.
Sufyan bin ‘Uyainah pernah berkata,
طلبنا هذا العلم لغير الله فأبى الله أن يكون لغيره
“Kami menuntut ilmu awalnya berniat mencari ridho selain Allah. Kemudian Allah tidak ingin jika niatan tersebut kepada selain-Nya.”
Ulama salaf lainnya berkata,
طلبنا العلم وما لنا فيه كبير نية ، ثم رزقنا الله النية بعد .أي فكان عاقبته أن صار لله.
“Kami awalnya dalam menuntut ilmu tidak punya niatan yang kuat. Kemudian Allah menganuriakan kami niat yang benar setelah itu”. Maksudnya, akhirnya niatan kami ikhlas karena Allah.
Imam Ahmad ditanya mengenai apa niat yang benar dalam belajar agama. Beliau menjawab, “Niat yang benar dalam belajar adalah apabila belajar tersebut diniatkan untuk dapat beribadah pada Allah dengan benar dan untuk mengajari yang lainnya.”'
Dari sini menunjukkan bahwa niat belajar yang keliru adalah jika ingin menjatuhkan atau mengalahkan orang lain atau ingin mencari kedudukan mulia di dunia. Anas bin Malik berkata,
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ يُبَاهِي بِهِ الْعُلَمَاءَ ، أَوْ يُمَارِي بِهِ السُّفَهَاءَ ، أَوْ يَصْرِفُ أَعْيُنَ النَّاسِ إِلَيْهِ ، تَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Hakim dalam Mustadroknya)
Semoga Ilmu yang kita pelajari dan yang kita dapatkan bisa menjadi sarana pendekatan diri kita kepada Allah Ta'ala semata.... AAMIIN
Sumber FB Ustadz : Alhabib Quraisy Baharun
8 Juni 2021 pada 11.16 ·