Berburu Lah

Berburu Lah - Kajian Islam Tarakan

Berburu Lah

Oleh : Ahmad Sarwat, Lc.MA

Saya mau menyambung tulisan sebelumnya tentang perintah berburu usai bertahallul.

وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا

Dan apabila kamu sudah tahallul, maka berburu-lah (QS. Al-Maidah : 2).

Masalah hukumnya sudah selesai, yaitu tidak wajib karena sebelumnya ada larangan. Jatuhnya sekedar mubah atau boleh. Terjamah disesuaikan menjadi silahkan atau dibolehkan berburu. 

Tapi ayat ini masih menyisakan beberapa pertanyaan. Misalnya mengapa sih usai tahallul kok berburu? Memangnya ada ritual apa dengan berburu? Kalau bukan ritual, lalu untuk keperluan apa di masa itu mereka berburu? 

Dan kalau berburu, lalu hewan apa saja yang diburu? Bukan kah di gurun itu tidak ada hewan? Berburu itu seharusnya kan di hutan. 

oOo

Menarik sekali bahas bagaimana teknis perjalanan haji di masa itu. Sangat sederhana dan cukup unik jadinya. Yang pasti ditempuh dengan jalan kaki atau naik unta. 

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27)

Mobil dan pesawat terbang belum ada. Masih menunggu 14 abad lagi.

Mereka melintasi gurun berminggu-minggu lamanya. Bayangkan secara teknis, bagaimana urusan sarana penunjang hidup, khususnya ransum makanan untuk satu kafilah yang jumlahnya ribuan?

Sewaktu pergi haji di tahun kesepuluh Hijriyah, beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi SAW berhaji bersama dengan 60.000 shahabat.  Tidak ada rest-area, pasar, restoran bahkan hotel. 

Untuk urusan logistik tidak mungkin hanya mengandalkan bekal makanan dari rumah. Bayangkan betapa beratnya kalau musti memanggul berkarung-karung bahan atau gandum dengan segala tetek bengeknya.

Lagian di zaman segitu juga belum ada pop-mie yang tinggal direndam air panas. Juga tidak ada ransum makanan kayak punya tentara atau polisi yang banyak dijual di toko online. 

Terus bagaimana urusan logistik mereka? 

Mereka membawa hewan hidup untuk disembelih berupa unta. Unta-unta ini banyak fungsinya. Kalau dalam keadaan hidup, bisa dijadikan alat transportasi orang-orang dan sekaligus juga pengangkutan barang. 

Kalau kelaparan, untanya tinggal disembelih. Sudah ada ukurannya bahwa seekor unta bisa untuk memberi makan sekian orang. 

Mata-mata Rasulullah SAW ketika mengintai pasukan musuh, biasa menghitung jumlah personal tentara musuh lewat jumlah unta yang mereka sembelih dalam sehari. 

Unta-unta itu mirip kargo atau kontainer berisi gudang makanan, tapi bisa berjalan sendiri. Bahkan bisa ditunggangi.

Namun perhitungan jarak tempuh, waktu tempuh, rute perjalanan dan persediaan makanan harus akurat. Kalau salah hitung, kafilah bisa mati kelaparan di gurun. 

Belum lagi kalau tiba-tiba ada badai gurun, lantas mereka kehilangan arah dan tersesat di gurun. Waktu tempuh bisa molor berhari-hari. 

Untuk itulah mereka harus berhemat serta usahakan dulu alternatif makanan yang disediakan oleh gurun. 

Hewan Apa Yang Diburu?

Ternyata meski gurun itu gersang, jangan dikira tidak ada satwa yang bisa diburu.  Gurun justru kaya dengan aneka satwa yang siap diburu dan merupakan cadangan makanan yang teramat kaya. 

Ada banyak analisa para sejarawan. Saya tertarik dengan salah satunya. Benar tidaknya wallahua'lam. 

Menurut sebagian pendapat, mereka berburu satwa gurun layaknya singa juga berburu satwa gurun. 

Dipikir-pikir benar juga analisa itu. Bagaimana sekawanan singa bisa hidup di gurun?  

Bedakan antara harimau dengan singa. Harimau atau macan memang hidup di hutan.  Tapi singa itu berbeda, hidupnya di gurun dan bukan di hutan lebat pepohonan seperti yang banyak diceritakan. 

Singa juga hidup di semak belukar, padang rumput, savana, dan perbukitan berbatu, tapi tidak di hutan.

Gelar yang disematkan kepada singa sebagai rajachutan mungkin perlu diteliti ulang. Yang pasti adalah gelar untik pahlawan Libya Umar Mukhtar adalah : Lion of The Dessert. Singa Padang pasir. 

Nah, singa itu hidup dari berburu satwa yang tersedia di lingkungannya. Dan satwa buruan singa itu pula yang kemudian diburu oleh kafilah yang melintas di gurun, termasuk oleh kafilah haji.

Masalahnya, orang haji itu dilarang untuk menyembelih hewan dan juga berburu. Setidaknya semenjak melewati batas miqat.

Bayangkan kalau penduduk Madinah pergi haji atau umrah, miqat mereka di Bi'ru Ali, dekat Madinah. Perjalanan ke Mekkah bisa seminggu hingga sepuluh hari. Tapi tidak boleh menyembelih ternak unta apalagi berburu. Maka perjalanan mereka itu sangat berat. 

Untungnya kalau haji umrah sudah selesai, mereka sudah boleh berburu lagi. Jadi untuk perjalanan pulangnya, insyaallah aman dan terjamin, karena berburu atau sembelih unta.

Masalahnya untanya sudah disembelih untuk hadyu saat haji. Maka pulangnya lebih banyak mengandalkan dari berburu. Dan hukumnya sudah boleh. 

Tafsir Cocokologi

Di zaman sekarang, kalau ayat yang memerintahkan berburu kita baca, memang sedikit kehilangan konteks. Sebab urusan logistik selama perjalanan haji umrah sama sekali tidak ada masalah.

Perjalanan sudah naik mobil lewat tol bahkan naik pesawat. 

Madinah Mekkah naik mobil lewat tol bisa ditempuh hanya 4 jam, kalau mobil pribadi. Kalau naik bus bisa 5 sampai 6 jam. Meski tidak seramai di tol negeri kita, tapi sepanjang jalan ada satu dua rest area. 

Bahkan kita bangsa Indonesia, jarak Jakarta Jeddah bisa kita tempuh  cuma dalam 9 jam saja. Dan pesawat pun menyediakan makanan.

Jadi urusan berburu sudah tidak lagi relevan.  

Akhirnya urusan berburu itu memang agak kehilangan konteks. Makanya pada iseng  men-tafsir-cocokologi-kannya menjadi : berburu oleh-oleh haji. 

Yah namanya juga cocokologi, gelarnya S-4 alias suka-suka situ saja . . .

Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat

Kajian · 14 Juni 2021· 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Berburu Lah - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®