Tradisi Bermaaf-maafan
oleh : Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Tradisi bermaaf-maafan. Kok tradisi? Bukannya saling bermaafan di Hari Raya Idul Fithri itu memang perintah agama?
Kalau memaafkan memang perintah agama. Tapi tidak secara spesifik diperintahkan sebagai bagian dari ritual khusus untuk dikerjakan di Idul Fithri.
Perintah untuk memaafkan tentu ada ayatnya, jelas sekali. Tapi tidak terkait dengan Lebaran. Coba saja baca ayat-ayat ini :
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى ۗ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah : 263)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran : 134)
Dan masih banyak lagi ayat lainnya. Tapi coba cek dengan teliti, pada bagian manakah dari ayat itu yang mengkhususkan kita saling bermaafan di hari Raya idul Fithri?
Jawabannya memang tidak ada.
Jadi bermaafan itu benar perintah agama, tapi waktunya tidak secara khusus untuk dilakukan pas lebaran juga.
Jangankan perintah bermaafan, bahkan tidak ada ayat Al-Quran yang secara khusus bicara tentang Hari Raya Iedul Fithri. Kalau untuk Idul Adha memang ada, yaitu Surat Al-Kautsar yang memerintahkan kita shalat dan menyembelih Qurban.
فصل لربك وانحر
Maka dirikanlah shalat karena tuhanmu dan sembelih lah qurban (QS. Al-Kautsar : 2)
Tapi ayat Al-Quran terkait Idul Fithri memang nyatanya tidak ada.
Khususnya kalau yang bersifat eksplisit. Kalau kurang percaya, coba lah searching sendiri pakai software Al-Qur'an.
Ketik saja keywordnya : Idul Fithri, atau Lebaran, boleh pakai teks arab atau terjemahnya. Dijamin pasti tidak akan ketemu ayat yang dimaksud.
Bagaimana kalau diketik : Hari Raya?
Hmm, kalau hari raya memang berhasil ditemukan dan bahkan ada dua. Tapi dua-duanya bukan hari raya Idul Fithri, melainkan hari Raya umat Nasrani (QS. Al-Maidah : 114) dan hari raya umat Yahudi (QS. Thaha : 59). Tidak ada ayat yang terkait dengan Hari Raya Idul Fithri milik kita.
Jadi aneh juga ya? Kok Idul Fithri yang sangat diagungkan oleh seluruh umat Islam sedunia sepanjang masa, kok malah ama sekali tidak disinggung-singgung dalam ayat Al-Quran?
Sebenarnya kalau menyinggung secara tidak langsung memang ada ayatnya. Tapi sangat tersamar, itu pun tanpa menyebut nama hari raya Idul Fithri. Lagian, terjemahannya pun kurang mengarahkan kita kesana.
Coba buka ayat-ayat terkait perintah puasa Ramadhan, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 185. Cukup panjang ayatnya, kita fokuskan pada bagian ini :
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. (QS. Al-Baqarah : 185)
Perhatikan ada dua perintah dalam ayat di atas :
Pertama, kita disuruh mencukupkan bilangan. Itu maksudnya bilangan bulan Ramadhan, yaitu diuruh berpuasa sampai akhir Ramadhan.
Kedua, perintah untuk mengagungkan Allah. Itu maksudnya bertakbir. Ya, takbiran yang kita kenal itu. Cuma terjemahannya bikin kita tidak mengenali, karena dibuat menjadi : hendaklah kamu mengagungkan Tuhanmu.
Padahal dalam teks ayat aslinya berbunyi : wa litukabbirulllah, artinya ya bertakbirlah alias takbiran lah. Dan itu maksudnya adalah amalan khusus di Hari Raya Idul Fithri.
Inilah ayat Idul Fithri dalam Al-Quran, sangat tersamarkan sekali memang. Dan uniknya lagi, sama sekali tidak ada perintah khusus untuk dikerjakan, misalnya bayar zakat Fithrah kek, atau Shalat Idul Fithri kek. Ternyata tidak ada perintah apa-apa kecuali bertakbir itu saja.
Apalagi perintah untuk bermaaf-maafan macam yang kita lakukan selama ini, jelas-jelas tidak ada sama sekali. Itu kalau bicara ayat Al-Quran.
Lalu bagaimana dengan hadits?
Kalau hadits sih lengkap. Ada perintah untuk bayar zakat fithrah, bahkan juga sunnah makan sebelum shalat Idul Fithri. Juga lengkap informasi tentang teknik menjalankan shalatnya juga.
Bagaimana Rasulullah SAW mengajak seluruh penduduk Madinah ke padang pasir untuk meninggikan syiar agama Allah, sampai wanita haidh pun diajak juga.
Tapi . . .
Mana perintah untuk saling bermafaan? Tidak ada.
Mana perintah untuk saling berkunjung ke rumah orang tua dan saudara? Tidak ada.
Mana perintah untuk pulang kampung atau mudik? Tidak ada.
Mana perintah untuk masak ketupat dan opor ayam? Tidak ada.
Mana perintah untuk open house dan halal bi halal? Tidak ada.
Mana perintah untuk bagi-bagi angpau? Tidak ada.
Mana perintah untuk cuti bersama? Tidak ada.
Lalu semua itu apa dong statusnya? Tradisi, ya tradisi saja. Bukan perintah langsung yang terkait dengan hukum syariat.
Namun tradisi disini bukan berarti terlarang atau harus dihapuskan. Toh tradisi ini tidak bertabarakan dengan syariah. Tradisi kita dalam berlebaran ini semua sejalan dengan syariah.
Kalau mau dicarikan dalilnya secara sendiri-sendiri, tentu ada dan banyak sekali. Kita tidak akan kekurangan dalil untuk semua tradisi itu.
NOTE
Saya pribadi sebenarnya kurang setuju dengan tradisi bermaaf-maafan ini. Bagi saya sebaiknya bukan bermaaf-maafan, tapi bagusnya sih maaf betulan.
Memangnya bermaaf-maafan itu gimana? Ya, kan tidak pernah kenal sebelumnya, tidak pernah bertemu juga. Baru tumben sekali itu kenal. Lha kok ujug-ujug mohon maaf lahir batin?
Emangnya punya salah apa kok sampai minta maaf? Ya, nggak salah sih. Tapi kan ya gimana ya. Ya itulah namanya maaf-maafan. Cuma buat basa basi doang.
Hehe
Mohon maaf lahir batin (bukan basa basi)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
13 Mei 2021