Qur’an Kufah Vs Qur’an Damaskus

Qur’an Kufah Vs Qur’an Damaskus - Kajian Islam Tarakan

السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

QUR’AN KUFAH VS QUR’AN DAMASKUS

Huzaifah ibnul Yaman melangkah cepat tergesa-gesa mendatangi Amirul Mukminin Ustman bin Affan radhiyallahuanhu dengan kabar genting. Dua pasukan yang sama-sama muslim yang baru saja menaklukkan Azerbaijan dan Armenia, kini nyaris saling berbunuhan dengan sesama.

Yang jadi biang keributan bukan masalah kekuasaan, apalagi masalah ghanimah. Bukan itu, dan bukan siapa yang jadi gubernur di wilayah yang baru dikuasai. Tetapi masalah bacaan Al-Quran yang ternyata begitu kedua pasukan saling bertemu dan saling membaca Quran, ternyata ada banyak ditemukan perbedaan dalam lafadz atau teks Al-Quran.

Kok bisa?

Padahal pasukan Kufah adalah murid-murid Ibnu Mas’ud dalam bacaan Al-Quran, yang mana Beliau adalah merupakan murid langsung Nabi SAW. Urusan bacaan Quran, Ibnu Mas’ud adalah guru besar terbesar.

Qur'an

Sementara pasukan Damaskus belajar baca Quran dari guru Quran yang bukan sembarangan, guru mereka sangat legendaris, yaitu Ubay bin Ka’ab radhiylahuanhu. Nabi SAW bahkan menyematkan gelar khusus kepadanya. Beliaw SAW bersabda :

أقرؤكم أبي

Orang paling mengerti qiraat di antara kalian adalaj Ubay.

Namun bacaan kedua pasukan Kufah dan Damaskus di lapangan ternyata berbeda. Padahal masing-masing berguru kepada dua shahabat paling recomended dalam masalah qiraat Al-Quran, Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahuanhuma. Bahkan nyaris hampir saja terjadi baku hantam karena perbedaan bacaan Al-Quran.

Kalau perbedaannya hanya pada masalah dialek atau lahjah, rasanya tidak perlu sampai segawat itu masalahnya. Sebagaimana kita tahu bahwa orang Syiria suka mengubah fathah atau ‘a’ di akhir menjadi ‘e’. Qudsiyah menjadi qudsie, jamilah jadi jamile, khairiyah jadi khairiye. Itu manusiawi dan bisa dimaklumi.

Tapi perbedaan qiraat yang dimaksud sampai berbeda kata yang tentu saja mengubah arti . Misalnya :

– Ada yang membaca fatabayanu (فتبينوا), tapi ada yang membaca fatatsabbatu (فتثبتوا)

– Ada yang membaca minha (منها) dan ada yang membaca minhuma (منهما)

– Ada yang membaca wa sari’u (و سارعوا) dan ada yang membaca sari’u (سارعوا)

– Ada yang membaca yakhda’una (يخدعون) dan ada yang membaca yukhadi’una (يخادعون)

Huzaifah yang baru tiba dari Azerbaijan dan Armenia itu langsung melapor kepada Amirul Mukminin Utsman bin Affan. Dan beliau memang harus turun tangan sendiri menengahi perseteruan ini. Maka laporan Huzaifah segera ditindak-lanjuti oleh Ustman dengan membentuk panitia standarisasi mushaf.

Sebenarnya bagi Utsman sendiri, jawaban masalah ini sederhana saja, yaitu bahwa kedua jenis qiaraat itu benar semua. Toh dua-duanya bersumber dari bacaan Rasulullah SAW, dan sumbernya dari Jibril alaihissalam, dari Allah SWT.

Dan kasus mirip dengan ini juga pernah terjadi di masa Nabi SAW, yang melibatkan Umar bin Khattab dengan Hiysam. Saat itu Nabi SAW cuma berkata kepada masing-masingnya yang punya bacaan berbeda : Hakadza Unzilat (seperti itulah memang diturunkannya).

Namun langkah yang diambil Utsman dalam hal ini sangat fenomenal dan tepat. Beliau membuat mushaf yang bisa dijadikan dasar bagi qiraat atau bacaan yang berbeda-beda. Dari situlah kemudian kita mengenal ada 6 jenis mushaf yang berbeda isinya, dimana masing-masing menampung qiraat yang berbeda.

Kepada masing-masing negeri yang punya ragam qiraat yang sudah tertentu, dikirimkan kepada mereka satu mushaf khusus dengan rasm yang disesuaikan dengan jenis ragam qiraatnya.

As-Suyuthi (w. 911 H/ 1505 M) menyatakan dalam al-Itqan bahwa jumlah lima salinan (sebenarnya total ada 6 mushaf tapi mushaf imam tidak dihitung) adalah pendapat yang masyhur (al-masyhur), pandangan ini juga diikuti oleh al-Arkati (w. 1239 H/ 1823 M) dalam kitab Natsr al-Marjan fi Rasmi Nazhmi al-Qur’an. Adapun Ibnu Asyir (w. 1040 H/ 1630 M) dalam bait nazhm-nya menyatakan:

الْمَدَنِّي وَالْمَكّ وَالْاِمَام * وَالْكُوْفِ وَالْبَصْرِ مَعًا وَالشَّام

(Yaitu) Mushaf al-Madani, Mushaf al-Makky, dan Mushaf al-Imam * Mushaf al-Kufi, Mushaf al-Basri dan Mushaf asy-Syami.

Dengan langkah itu, sejak saat itu umat Islam tidak perlu lagi saling menyalahkan dan tidak perlu merasa paling benar sendiri. Sebab kebenaran itu ada banyak, bisa saja semua benar meski saling berbeda.

Namun kebenaran itu juga ada batasnya, tidak semua orang berhak menetukan sendiri kebenaran yang diklaimnya. Kebenaran adalah apabila sesuai dengan salah satu dari enam mushaf yang telah distandarisasi oleh Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiyallahuanhu.

والله اعلم بالصواب

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم

Sumber FB : محمد جوحاری عبد الرحيم

26 Mei 2021· 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Qur’an Kufah Vs Qur’an Damaskus - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®