Efektifitas Dakwah Via Medsos
Saya bisa dikatakan telat dakwah di media sosial (medsos). Mungkin ustad-ustad yang lain sudah punya akun medsos berjalan 10 atau bahkan 15 tahun, saya masih belum paham apa itu medsos. Waktu itu saya berfikir, seandainya saya membuat akun, apa ada yang mau membaca postingan saya yang sangat jauh sekali dari standard (recehan). Selain itu, saya pribadi gaptek (gagap teknologi), kurang mengerti masalah seputar internet. Maklum, pendidikan formal saya hanya sampai SMA. Selebihnya hanya non formal (mondok tradisional). Bisa komputer pun awalnya belajar otodidak dari buku-buku yang saya beli di toko Gramedia, Solo.
Atas saran dan desakan teman-teman yang baik hati, akhirnya saya memberanikan diri untuk membuat akun Facebook di akhir tahun 2017 atau sekitar empat tahun lalu. Harapannya, semoga ada yang tertarik, kalaupun tidak ada, ya untuk tempat arsip pribadi saja. Yang penting hobi menulis saya bisa tersalurkan. Waktupun berjalan. Awalnya hanya satu dua yang tertarik. Tapi selang beberapa bulan, mulai ada puluhan orang yang menyukai tulisan saya. Semakin ke sini semakin banyak, sampai sekarang follower saya sudah mencapai 24.000 lebih. Setelah berjalan dua tahun, sekitar tahun 2018 akhir, mencoba melebarkan sayap dengan membuka akun Instagram dan Youtube.
Saya baru tersadarkan, bahwa dakwah via medsos di era digital dan internet seperti sekarang ini, amat sangat efektif. Selain praktis, jangkauannya juga sangat luas. Bukan hanya se-Indonesia, tapi dunia. Hampir-hampir tidak seorangpun kecuali punya akun medsos. Harus diakui, banyak dari umat muslim yang mengambil faidah via media-media seperti ini.
Saya tidak menyangka, ternyata cukup lumayan banyak yang menghubungi saya, baik lewat inbox (messenger), atau DM (instagram), email, dan WhatsApp. Mereka menyampaikan kalau aktif mengikuti postingan-postingan saya dan mengambil faidah darinya. Alhamdulillah, di luar dugaan. Mereka yang mengikuti akun saya tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari luar negeri. Ada dari Malaysia, Brunai, Singapura, Amerika, Turki, Mesir, Arab Saudi, London, Australia, Thailand, Hongkong, Jepang, dan masih banyak lagi. Sampai ada beberapa teman (follower) saya yang di luar negeri (kalau tidak salah Thailand dan Hongkong) yang sempat meminta saya untuk mengisi mereka di sana. Qaddarullah terhalangi oleh wabah Covid 19.
Medsos yang selama itu identik dengan hal-hal yang sia-sia, bahkan sampai level haram, sedikit berubah. Dengan kita masuk di situ, paling tidak kita ikut memberikan warna lain yang (semoga) lebih bermanfaat. Sekarang sudah banyak artikel dan ceramah ilmiyyah yang bisa didapatkan. Medos juga sangat efektif untuk mengimbangi dan mengcounter berbagai keburukan yang tersebar saat ini. Medsos juga efektif untuk menyuarakan kebenaran yang tidak bisa disampaikan secara langsung.
Oleh karena itu, menurut hemat saya, para ustad dan dai untuk saat ini ‘wajib’ untuk punya akun medsos dan aktif di dalamnya. Minimal dua, lebih banyak lebih baik. Insya Allah banyak kemanfaatan yang bisa tersampaikan ke umat yang mungkin tidak bisa ditempuh secara langsung. Namun, dakwah di dunia nyata (langsung) tetap harus berjalan dan dioptimalkan. Karena inilah yang pokok. Intinya, mari kita berusaha untuk menjadi pembuka kebaikan dengan memanfaatkan peluang yang ada.
Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata : “Allah membagi amalan sebagaimana membagi rezeki. Terkadang, ada seorang yang dibukakan pintu shalat, namun tidak dibukakan pintu puasa. Ada yang dibukakan pintu sedekah, tapi tidak dibukakan pintu puasa. Dan ada yang dibukakan pintu jihad, (tapi tidak dibukakan pintu yang lain). Menyebarkan ilmu termasuk amalan yang paling mulia. Dan aku telah ridha dengan pintu yang dibukakan untukku. Siapalah saya dengan apa yang aku lakukan, tanpa dirimu dengan apa yang kamu lakukan. Aku berharap kita semua di atas kebaikan.” (Siyar A’lamin Nubala’ : jilid VII, hlm. 114)
Foto : Numpang foto di kebun kurma, Kerajaan Saudi Arabia (KSA).
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
Kajian · 25 Mei 2021 pada 07.23 ·