Bagaimana Muslim Memandang Non-Muslim?
Pada dasarnya, seorang muslim memandang non-muslim adalah sebagai objek dakwah. Karena itu maka para ulama membagi 'umat' pada dua bagian besar ; umat dakwah (أمة الدعوة) dan umat ijabah (أمة الإجابة). Non-muslim, apapun bentuknya; atheis, kafir, Yahudi, Nashrani dan sebagainya, masuk dalam kategori pertama ; umat dakwah. Dan memang, penggunaan term dakwah dalam al-Quran dengan segala variannya adalah dalam konteks mengajak non-muslim, dengan segala variannya juga, kepada Islam. Sementara untuk mengingatkan yang sudah muslim terhadap kewajiban-kewajiban agamanya digunakan term 'tadzkirah'.
وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين (الذاريات : ٥٥)
"Berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin."
Sejalan dengan ini maka sesungguhnya interaksi muslim dengan non-muslim mesti dilandasi dengan Kebaikan (البر) dan Keadilan (الإقساط). Tentunya selama mereka tidak 'mengganggu' dan mengancam kita sebagai umat Islam. Jika sudah menganggu, mengancam dan sebagainya, tentu ada model interaksi lain yang mesti digunakan.
لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم فى الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن تبروهم وتقسطوا إليهم إن الله يحب المقسطين (الممتحنة : ٨)
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam agama dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."
Rasulullah Saw sangat bahagia ketika seorang remaja Yahudi diajaknya masuk Islam dan ia bersedia setelah mendapat izin dari ayahnya. Rasul bersabda :
الحمد لله الذي أنقذه من النار
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka."
Mengajak non-muslim kepada Islam tentu berangkat dari sebuah keyakinan bahwa Islam adalah agama yang benar dan datang dari Allah Swt. Tidak mungkin mengajak non-muslim pada agama ini kalau si musim yang akan menjadi pengajak (da'i) masih ragu dengan kebenaran agamanya sendiri.
Jadi, muslim mengajak non-muslim kepada Islam karena ia yakin agamanya paling benar dan telah merasakan kenikmatan menjadi seorang muslim. Atas dasar itu, ia ingin orang lain juga merasakan kenikmatan seperti yang ia rasakan, mendapatkan ketenangan seperti yang ia dapatkan. Karena, setiap muslim menginginkan kebaikan untuk seluruh umat manusia. Siapapun ia.
Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi
8 Mei 2021