Ayo Ikut Al-Qur'an dan Hadits

Ayo Ikut Al-Qur'an dan Hadis - Kajian Islam Tarakan

AYO IKUT AL-QUR'AN DAN HADIS

Oleh Ustadz : Abdul Wahab Ahmad. 

Kita umat islam sepakat bahwa al-Qur’an dan hadis adalah rujukan utama. Allah berfirman:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

[Surat An-Nisa' 59]

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".

Nah... sebab ini adalah kesepakatan bersama, sekarang kita tentukan bagaimana cara untuk merujuk ke keduanya. Opsi pertama kita ikut hasil ijtihad para ulama yang sudah ada. Opsi kedua kita ijtihad sendiri saja. Opsi pertama dikesampingkan dulu sebab itu berarti tidak ikut al-Qur’an hadis tapi ikut manusia. Manusia bisa saja salah, tapi qur’an hadis tidak. Jadi pilih opsi kedua saja. Kita ikuti kisah mujtahid 2017 dengan semangat '45 berikut beserta bisikan hatinya:

=====

Al-Qur’an sudah ada 30 juz plus terjemahnya, sayangnya kitab hadis gak kuat yang mau beli sebab banyak sekali. Owh.. Bisa download saja gratis hanya modal pulsa atau pakai software hadis gratisan semisal Maktabah Syamilah. Lengkap sudah. Ijtihad sekarang bisa dimulai, Bismillah. Sekarang tentukan masalah apa yang akan diijtihadi, pilih masalah shalat saja. Sebelum jelas semuanya, jangan shalat dulu sebab takut menyalahi sunnah! Kalau shalat ikut kata kyai, wah bahaya itu. Mereka tidak ma'shum. Tunggu hasil ijtihad dulu. 

Saya cari di al-Qur’an ternyata shalat tak disebutkan tatacaranya. Busyet ternyata al-Qur’an tak selengkap itu. Sekarang cari di hadis... Setelah lama dan kesasar ke mana-mana akhirnya ketemu hadis berikut:

 أخبرنا أبو عاصم، عن عبد الحميد بن جعفر، حدثني محمد بن عمرو بن عطاء، قال: سمعت أبا حميد الساعدي، في عشرة من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أحدهم أبو قتادة، قال: أنا أعلمكم بصلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا: لم؟ فما كنت أكثرنا له تبعة، ولا أقدمنا له صحبة؟ قال: بلى. قالوا: فاعرض. قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم " إذا قام إلى الصلاة، رفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه، ثم يكبر حتى يقر كل عظم في موضعه، ثم يقرأ، ثم يكبر ويرفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه، ثم يركع ويضع راحتيه على ركبتيه حتى يرجع كل عظم إلى موضعه، ولا يصوب رأسه ولا يقنع، ثم يرفع رأسه فيقول: سمع الله لمن حمده، ثم يرفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه - يظن أبو عاصم أنه قال: حتى يرجع كل عظم إلى موضعه معتدلا - ثم يقول: الله أكبر، ثم يهوي إلى الأرض فيجافي يديه عن جنبيه، ثم يسجد، ثم يرفع رأسه فيثني رجله اليسرى فيقعد عليها، ويفتح أصابع رجليه إذا سجد، ثم يعود فيسجد، ثم يرفع رأسه فيقول: الله أكبر ويثني رجله اليسرى فيقعد عليها معتدلا حتى يرجع كل عظم إلى موضعه معتدلا، ثم يقوم فيصنع في الركعة الأخرى مثل ذلك. فإذا قام من السجدتين، كبر ورفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه كما فعل عند افتتاح الصلاة، ثم يصنع مثل ذلك في بقية صلاته حتى إذا كانت السجدة أو القعدة التي يكون فيها التسليم، أخر رجله اليسرى وجلس متوركا على شقه الأيسر " قال: قالوا: صدقت، هكذا كانت صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم

Wuih panjangnya... Apa maksudnya itu?. Saya cari di kamus dulu pastikan gak salah menerjemah. Ok selesai nerjemah (bayangin sendiri saja terjemahnya apa, males ngetiknya. Hehehe... ). Sekarang jangan-jangan hadisnya dloif nih? harus selidiki dulu jangan sampai ijtihad saya diketawain dunia. Eits... tapi apa kriteria hadis dloif itu? Apakah kalau periwayatnya semasa berarti ketemu? Apakah kalau riwayatnya memakai عن berarti nyambung? Apakah kalau pernah lupa dikit lantas gugur hadisnya? Wah, harus belajar ilmu hadis ini.... Setelah ketemu kitab ilmu hadis, busyet... Ternyata ilmu hadis kitabnya berjilid-jilid, itupun para ulama banyak beda pendapat. Pilih yang mana ini?, owh pilih salah satu pendapat saja yang kayaknya paling bagus. 

Ok, Sekarang sudah tahu ilmunya (setelah beberapa bulan gak beristirahat dan gak keluar rumah sama sekali cuma baca kitab-kitab ulumul hadis). Kembali ke hadis shalat di atas. Saya cari profil masing-masing periwayatnya dulu buat menentukan status riwayatnya. Di sana tertulis Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja'far. Wah harus buka kitab biografi perawi hadis nih. Masya Allah... ini siapa yang sempat-sempatnya nulis kitab biografi hingga puluhan jilid, gimana bacanya?. Tenang, demi ijtihaj tetap gak boleh mundur, saya harus cari bagaimana statusnya Abu Ashim. Ya Allah... banyak banget yang namanya Abu Ashim, ini yang mana ya? Oke harus dteliti mana yang bersambung dengan Abdul Hamid bin Ja'far. Setelah lama sekali, alhamdulillah ketemu juga orangnya. Ternyata keduanya gak bermasalah. Oke lanjut ke sanad berikutnya dan kesulitan yang sama berulang lagi. Belum lagi ketemu nama yang profilnya diperselisihkan oleh para kritikus hadis, masih perlu dikaji mana yang paling benar pendapatnya. Akhirnya... Alhamdulillah setelah beberapa lama tanpa istirahat, beres urusan sanad. Intinya hadis itu layak dipakai. 

Sekarang urusan matan atau isi hadis... Ijtihad berlanjut. Kalimat pertama: "Ketika Rasul berdiri untuk shalat". Nah dapat hasil ijtihad pertama: kalau shalat harus berdiri! Catet fatwa maha penting hasil ijtihad berdarah-darah ini! Eh bagaimana kalau gak bisa berdiri ya? Wah harus nyari hadis lain ini. Alhamdulillah akhirnya ketemu hadis lain:

حدثنا إسحاق بن منصور، قال: أخبرنا روح بن عبادة، أخبرنا حسين، عن عبد الله بن بريدة، عن عمران بن حصين رضي الله عنه: أنه سأل نبي الله صلى الله عليه وسلم، وأخبرنا إسحاق، قال: أخبرنا عبد الصمد، قال: سمعت أبي، قال: حدثنا الحسين، عن ابن بريدة، قال: حدثني عمران بن حصين - وكان مبسورا - قال: سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صلاة الرجل قاعدا، فقال: «إن صلى قائما فهو أفضل ومن صلى قاعدا، فله نصف أجر القائم، ومن صلى نائما، فله نصف أجر القاعد»

Di hadis ini boleh shalat duduk hanya saja dapat pahala setengahnya berdiri. Tapi shahih nggak hadisnya? Ini riwayat Bukhari sih, tapi apa iya saya mau taklid sama manusia bernama Bukhari yang tidak ma'shum itu? Kembali saya harus berdarah-darah menelusuri sanadnya dulu. Setelah berhari-hari, akhirnya ketemu hasilnya ternyata hadisnya Shohih. Memang hebat Imam Bukhari, hadisnya setelah saya teliti ternyata betulan shahih. Kembali ke matan hadis. Wah baru ini, ternyata gak apa-apa shalat duduk. Berarti shalat berdiri hanya sunnah saja. Tapi jangan-jangan untuk orang sakit ini? Ah hadisnya kan umum gak menyebut orang sakit, jadi ya diumumin saja. Fatwa kedua: Shalat berdiri hukumnya sunnah sebab nabi tak mengharuskan berdiri. Orang-orang perlu tahu ini bahwa mereka selama ini sudah melakukan bid'ah dengan mewajibkan orang shalat berdiri!. 

Eh sebentar sebentar... Ternyata ada hadis lain yang isinya begini:

حدثنا عبدان، عن عبد الله، عن إبراهيم بن طهمان، قال: حدثني الحسين المكتب، عن ابن بريدة، عن عمران بن حصين رضي الله عنه، قال: كانت بي بواسير، فسألت النبي صلى الله عليه وسلم عن الصلاة، فقال: «صل قائما، فإن لم تستطع فقاعدا، فإن لم تستطع فعلى جنب»

Setelah berdarah-darah meneliti sanadnya, disimpulkan bahwa hadis riwayat Bukhari ini shahih lagi. Wah dunia perlu tahu kalau hadis Bukhari ini menurut saya adalah shahih! Isinya nabi menerintahkan agar shalat berdiri, kalau tak mampu baru duduk. Loh gimana ini kok gak cocok sama fatwa kedua? Apa yang harus dilakukan kalau demikian? Setelah browsing ke sana kemari ternyata  kita harus belajar tatacara mengolah hadis hingga menjadi pemahaman yang utuh. Tatacara ini dijelaskan di ilmu ushul Fikih. Hah.. Mau bagaimana lagi, harus belajar ilmu ushul Fikih dulu. Wah... ternyata puanjang banget bahasannya dan bahasanya rumit. Banyak yang perlu dipikir mendalam kalau mau paham, itu pun para ulama berbeda pendapat buanyak sekali..... memang... manusia kerjaannya ikhtilaf terus. Setelah setahun belajar kitab-kitab ushul fikih tanpa istirahat dan tanpa beranjak dari meja belajar, akhirnya paham juga ilmu ushul fikih meski di berbagai tempat masih bingung sebab banyaknya ikhtilaf. 

Sekarang kembali lagi ke hadis di atas. Ternyata fatwa kedua harus diralat; hadis yang umum harus ditakhsish (dikhususkan) dengan hadis umum. Itu berarti salat wajib berdiri kecuali kalau tidak mampu. Catat fatwa kedua dari mujtahid baru ini! Tapi apa batasan mampu atau tidaknya? Waduh ini pertanyaan baru yang musti terjawab. Harus dicari di hadis... Loh ternyata kok dicari berhari-hari gak ada ya? Ternyata hadis gak lengkap. Gimana terus? Wah butuh ilmu baru ini tampaknya, coba belajar ilmu kaidah fikih dulu..... Setelah berbulan-bulan tanpa istirahat, selesai juga belajar kaidah fikih. Ternyata kalau tak ditentukan batasannya secara eksplisit maka pakai 'urf. Alhamdulillah selesai masalah ini. Tapi bagaimana batasan' urf itu? Apakah semua 'urf dianggap mu'tabar? Aarrghhhh.... dasar otak bani israel nanya terus! Mboh wes.... 

Sekarang kembali ke hadis di awal mula tentang tatacara shalat. Kalimat pertama sudah terpecahkan dengan sukses. Sekarang ganti kalimat kedua: "Nabi mengangkat tangannya hingga lurus dengan kedua bahu". Nah di sini lurusnya di depan apa di atas bahu? Yang musti lurus itu telapaknya atau ujung jarinya? Posisi tangannya mengepal atau tidak? Kalau tak mengepal maka jarinya diregangkan atau tidak? Wah banyak masalah baru yang harus diijtihadi lagi ini. Bismillah.... Ijtihad kita lanjutkan.

====

Ternyata, anak sang mujtahid baru ini, yang masih TK, tanya: "Bapak kenapa bertahun-tahun gak shalat?". "Bapak masih belajar ngangkat tangan sewaktu shalat nak", begitu jawabnya.

"Ah bapak, shalat kan gampang pak. Kata pak guru tinggal niat sambil baca Allahu Akbar sambil ngangkat tangan kayak gini lalu... ". Kata anak TK itu sambil praktek. Si bapak langsung ingat kalau di hadis yang dia pelajari belum ada soal niat dan takbiratul ihram. Wah harus diijtihadi lagi nih.... "Sebentar nak, jangan ganggu bapak dulu. Bapak sekarang sedang berijtihad untuk memecahkan masalah penting tentang bagaimana seharusnya kita shalat secara langsung dari petunjuk Nabi". Si anak kemudian pergi ke ibunya lalu berkata: "Ma, apa bapak gila ya?". "Baru sadar kau nak". Jawab ibunya.

=======

Di abad ke 15 Hijriyah ini, tak ada satupun yang bisa kembali ke al-Qur’an hadis tanpa menyusuri jalan yang sudah dibangun ulama selama berabad-abad. Ilmu hadisnya taklid, penentuan profil periwayat hadisnya taklid, ilmu usulnya taklid, kaidah fikihnya taklid, bahkan seringkali terjemahan ayat pun taklid. Tapi dengan pedenya ada yang bilang "saya berijtihad langsung" tanpa ikut siapapun. Opsinya hanya ada dua: 

1. Mengikuti al-Qur’an dan Sunnah sesuai  pemahaman ulama yang sudah membangun dan terus menyempurnakan jalan ilmu pengetahuan agama dari masa ke masa.

2. Mengikuti al-Qur’an dan sunnah sesuai pemahaman diri sendiri yang bukan siapa-siapa.

Kalau ulama mujtahid saja bisa salah, apalagi yang cuma yang berlagak mujtahid yang satu hadispun gak hapal redaksi plus kajian sanadnya.

Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad

Kajian Favorit  · 7 Januari 2018· 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Ayo Ikut Al-Qur'an dan Hadits - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®