Amil Zakat
By. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Nabi SAW adalah amil zakat, karena orang-orang di masa itu kalau bayar zakat memang kepada Nabi SAW.
Zakat di masa itu merupakan identitas keislaman. Yang beragama Islam dan hartanya termasuk jenis yang wajib dizakati, dengan jumlah memenuhi nishab dan haul, pastilah setor zakat kepada Nabi SAW.
Sedangkan yang bukan muslim, memang terbebas dari kewajiban zakat. Sebab zakat hanya berlaku bagi insan yang beragama Islam saja.
oOo
Ketika pemeluk Islam mulai banyak di luar Madinah, Nabi SAW mulai menunjuk shahabat kepercayaan yang merupakan representasi diri Beliau dalam urusan menerima zakat.
Untuk satu kaum, ada satu shahabat yang ditunjuk. Posisi sebagai amil ini hanya ditunjuk dan diangkat oleh Nabi SAW, berdasarkan skill dan kemampuan yang teruji.
Dari situlah ada ketentuan bahwa tidak boleh seseorang atau suatu kelompok orang berinisiatif untuk melakukan pemungutan zakat sendiri. Penerimaan zakat hanya boleh dilakukan oleh petugas resmi yang diangkat langsung oleh Nabi SAW.
Sepeninggal Nabi SAW dan di masa khulafaur rasyidin, para amil zakat ini pun masih domain khalifah. Mereka ditunjuk dan diangkat oleh khalifah secara resmi.
Dan karena bentangan wilayah Islam sebegitu luasnya, maka masing-masing amil dirayonisasi wilayah kerjanya. Tujuannya agar tidak tumpang tindih dan overlap.
oOo
Representasi dari sistem zakat semacam ini kalau di zaman kita mirip dengan dirjen dan kantor pajak. Di tiap kecamatan ada kantor pajak yang punya wilayah dan teritori sendiri. Tidak tumpang tindih dan tidak overlap.
Semua petugas pajak di negeri kita adalah PNS di bawah naungan Kementerian Keuangan RI. Dan untuk bisa jadi petugas pajak, mereka mengalami seleksi berkali-kali.
Seleksi pertama ketika mendaftar kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Dari ratusan ribu yang daftar, yang diterima hanya 3 ribuan mahasiswa saja.
Setidaknya ini adalah angka yang saya tahu ketika saya dulu sempat jadi dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam secara honorer di STAN. Pastinya jumlah penerimaan fluktuatif tiap angkatan.
Kalau kualitas otaknya, saya akui mereka pintar-pintar. Sebab di awal semester biasa saya ajak ngobrol satu per satu mahasiswa saya.
Rata-rata mereka juara umum di SMA mereka. SMAnya juga rata-rata SMA ngetop di kota mereka. So, sebagai dosen saya sama sekali tidak mengalami masalah dengan keenceran otak mereka.
Apalagi dengan keuletan mereka dalam belajar. Rata-rata mereka anak daerah, masuk ibukota sopan-sopan sekali. Beda jauh sikapnya dibandingkan sama anak SMA ibukota.
Yah gini-gini saya kan pernah jadi anak SMA juga diJakarta, yaitu SMAN 3 Jakarta Setiabudi.
oOo
Saya berangan-angan, ke depan urusan zakat ini bisa ditangani sebuah dirjen seperti pajak ini. Bukan dipungut secara diaspora oleh pihak swasta, tapi ditangani oleh sebuah institusi formal yang profesional, solid serta legal. Bukan disawastakan seperti sekarang.
Tenaga amilnya harus distandarisasi secara nasional, lulus pendidikan minimal D3 dan ikatan dinas sebagaimana layaknya PNS.
Materi kuliahnya harus matang dalam mata kuliah ilmu fiqih zakat di empat mazhab dengan kitab kuning. Tugasnya memang lebih berat dari petugas pajak.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
4 Mei 2021
Amil Zakat
Di masanya Nabi SAW tidak pernah meresmikan lembaga amil zakat sebagai sebuah institusi. Namun Beliau SAW mengangkat personal tertentu yang dianggap representatif mewakili Beliau SAW.
Kalau didefinisikan menjadi :
المـتَوَلِّي عَلَى الصَّدَقَةِ وَالسَّاعِي لِجَمْعِهَا مِنْ أَرْبَابِ المـال وَالمـفَرِّقُ عَلَى أَصْنَافِهَا إِذَا فَوَّضَهُ الإْمَامُ بِذَلِكَ
Orang yang diberi kewenangan untuk mengurus shadaqah (zakat) dan bertugas untuk berjalan dalam rangka mengumpulkannya dari para pemilik harta, dan yang mendistribusikannya kepada pihak yang berhak bila diberi kuasa oleh penguasa. (Al-Mufradat fi Gharibil Quran lil Ashfahani jilid 1 hal. 138 dan Hasyiaytu Ibnu Abidin jilid 2 hal. 59)
Untuk satu kampung, cukup satu orang saja yang diberi wewenang. Tugasnya adalah berkeiiling ke satu kampung itu, mendatangi orang kaya untuk dimintai harta zakatnya, lalu mendatangi orang miskin untuk diberikan zakat.
تؤخذ من أغنيائهم فترد إلى فقرائهم
Diambil dari orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang faqir di antara mereka.
Ibnu Sa’ad menerangkan nama-nama petugas zakat yang telah diangkat sebagai petugas resmi di masa Rasulullah SAW.
Dan ternyata tiap petugas sudah punya tugas khusus untuk diutus ke berbagai suku dan kabilah untuk memungut zakat. Nama-nama mereka dan juga nama-nama suku-suku yang diatanginya adalah :
1. Uyayinah bin Hisn diutus kepada Bani Tamim
2. Buraidah bin Hasib, ada juga yang menyatakan Ka’ab bin Malik, diutus kepada Bani Aslam dan Bani Ghifar.
3. Abbad Ibnu Bisyr Asyhali diutus kepada Bani Sulaim dan Bani Muzainah
4. Rafi’ bin Makis diutus kepada Bani Juhainah
5. Amr bin Ash diutus kepada Bani Fazarah
6. Dhahhak bin Syufyan Al-Kilabi diutus kepada Bani Kilab
7. Burs bin Sufyan al Ka’bi diutus kepada Bani Ka’ab
8. Ibnu Lutibah Azdi Azdi di utus kepada Bani Zibyan
9.Seorang laki-laki dari Banu Sa’ad Huzaim diutus untuk mengambil zakat Bani Sa’ad Huzaim.
Ibnu Ishaq mengemukakan tentang adanya golongan lain yang diutus Nabi SAW ke daerah dan suku lain di Jazirah Arabia, seperti :
1. Muhajir bin Umayyah yang diutus ke San-a’.
2. Zaid bin Labid diutus kepada Hadramaut, sebuah daerah di Yaman.
3. ‘Adi bin Hatim diutus kepada Bani Thay dan Bani As’ad,
4. Malik bin Nuwairah diutus kepada Bani Hanzalah.
5. Zabraqan bin Nadr Qais bin Ashim diutus kepada Bani Sa’ad.
6. Ala’ bin Hadrami diutus ke Bahrain dan Ali di utus ke Najran.
Beberapa hadits dan periwayatan diatas menunjukkan bahwa pengelolaan zakat oleh Negara sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW dan diikuti oleh pemerintah-pemerintah Islam sesudahnya dan masih banyak lagi hadits dan periwayatan yang menunjukkan akan hal itu.
https://www.rumahfiqih.com/buku.php?id=4
(pesan langsung ke Isnawati, Lc 0821-1159-9103)
Sumber FB : Ahmad Sarwat
29 April 2020 (17 jam ·)