Syiah
Secara teknis sejarah kemunculan gerakan Syiah itu muncul bukan di zaman kenabian, tapi di zaman shahabat. Itu pun bukan di masa Abu Bakar atau Umar, tapi setelah masa Ali bin Abi Thalib.
Dan secara logika, persoalan yang mereka angkat itu asal muasalnya belum lagi menyangkut urusan aqidah. Persoalan yang mereka ributkan itu masalah politik praktis, yaitu siapa yang berhak jadi Khalifah.
Padahal urusan beda pendapat masalah siapa yang jadi pejabat itu masalah biasa-biasa saja. Cuma masalah beda ijtihad saja.
Waktu menentukan siapa yang jadi Khalifah pengganti Rasulullah SAW pun para shahabat masih sedikit beda pendapat. Tapi setelah Abu Bakar dibai'at oleh Umar dan diikuti yang lainnya, mereka pun akur dan taat Khalifah.
Bagaimana dengan Syiah?
Beda jauh. Urusan politik buat mereka sangat penting. Urusannya panjang dan ujung-ujungnya jadi masalah aqidah. Tidak dukung ijtihad politik mereka, bisa dituduh kafir, murtad dan dilaknat.
Mereka akhirnya jadi berlogika politis terus-terusan. Kalau ada yang mendukung syahwat politik mereka, meski bukan keluarga Nabi SAW, tetap diakui.
Tapi ketika orang tidak ikut ijtihad politik mereka, meski masih istri Nabi SAW, dipandang sebagai lawan politik, tetap saja mereka musuhui sekaligus dimisuhi.
Abu Bakar, Umar, itu mertua. Ustman itu menantu dua kali. Aisyah itu istri kesayangan. Semua orang terdekat Nabi. Tapi kok dimusuhi? Ya karena dianggap tidak mendukung ijtihad politik mereka. Lucu juga kan?
Salman Al-Farisi jelas orang luar, luarnya itu luaaaar banget. Tapi dimuliakan karena dianggap pro kepentingan politik mereka.
Kata Syiah itu sendiri artinya kelompok, golongan, atau partai mereka, yang memisahkan diri dari jamaah umat Islam secara keseluruhan (ahlissunnah wal jamaah).
Semua itu merupakan latar belakang masalah. Di kemudian hari temanya jadi bergeser ke masalah aqidah, bahkan ibadah dan syariah. Padahal asal usulnya tetap urusan perebutan politik dan kekuasaan.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
Favorit · 16 Februari 2021·