Sekolah Ustadz
Ingin sekali saya mendirikan sekolah ustadz. Ya sekolah yang dikhususkan untuk para ustadz.
Ketimbang bikin sertifikasi ulama, yang kesannya tebang pilih dan agak menjatuhkan mental juga. Mending pada sekolah saja.
Karena yang jadi muridnya adalah para ustadz, maka yang jadi gurunya kudu yang level usia dan keilmuannya jauh di atas para ustadz. Setidaknya doktor profesor lah.
Mungkin bisa juga dibuka kelas internasional. Para masyaikh senior dari Azhar Mesir, Syam, Jordan, Libanon, Yaman, Saudi, Tunis, Aljazair, Maghrib, Iraq, India bisa dijadwalkan.
Kalau perlu juga ada kelas berbahasa Inggris, selain kelas berbahasa Arab.
Lumayan buat kita-kita ustadz muda ini. Setidaknya tidak menjatuhkan gengsi tapi malah bisa menaikkan derajat para ustadz.
Dan tentu yang paling utama dapat ilmu langsung dari sumbernya. Setidaknya nanti kalau ceramah jadi enak. Bisa bilang, kata guru saya . . .
Coba kalau ustadz tidak ada gurunya, mau ngaku-ngaku jadi murid kan tidak jelas. Mending kalau diakui, gimana kalau tidak diakui sebagai murid. Kapan lu ngaji ame gue Bocah?
Tapi memang agak susah ngajakin ustadz yang jam terbangnya sudah mulai tinggi. Tiap hari manggung melulu ngejar setoran. Lebih sibuk dia ketimbang dosennya.
Saya yakin kalau untuk bayar SPP sama sekali tidak masalah. Ustadz kota itu sekali ceramah honornya bisa buat bayar SPP satu dua semester ke depan. Yang susah itu masalah ngatur waktunya.
Makanya di zaman covid ini saya ingin menjalankannya secara online saja, biar lebih fleksibel. Hayo mau beralasan sibuk apa lagi.
Nah biar jelas langkahnya, harus ada muqarrar, jadwal, silabus dan juga target yang nyata. Jangan cuma nonton orang ceramah doang. Tapi juga ada tugas menulis makalah dan mempresentasikannya secara online.
Ada masa kuliah per semester. Ada ujiannya juga.
Yang paling penting itu justru ada ujiannya secara syafahiyan alias ujian lisan. Diselenggarakan secara live dan wajib open Book. Bukan boleh nyontek tapi WAJIB NYONTEK.
Tapi buku contekannya harus jelas, sebutkan nama buku contekannya, karya siapa, jilid dan halaman berapa. Bukunya dibuka dan ditunjukkan kepada dosen.
Adakah ujian tertulis? Ada, tapi bukan kayak ujiananak sekolahan. Betuknya adalah menerbitkan buku. Satu mata kuliah kalau mau lulus kudu nulis satu buku.
Nilainya dihitung dari berapa jumlah halaman bukunya. Kalau mau dapat nilai A kira-kira minimal 500 halaman. Kalau dalam satu semester ada 4 mata kuliah, maka baru dinyatakan lulus kalau bisa menerbitkan 4 judul buku.
Gimana? Siapa mau daftar?
Sumber FB : Ahmad Sarwat
8 Februari 2021 pukul 11.35 ·