Quran vs Injil
Al-Quran itu membenarkan kitab umat terdahulu, termasuk Taurat dan Injil. Apa benar begitu?
Kalau Qur'an membenarkan, apakah berarti Taurat dan Injil itu benar juga?
Kalau Taurat dan Injil sama-sama benar, berarti boleh dong kita ikuti?
Nah, ribet kan memahaminya. Jadi bagaimana kita menjelaslan hubungan antara Qur'an, Taurat dan Injil ini.
Di luar kasus pemalsuan, penambahan atau pengurangan, anggap saja Taurat dan Injilnya masih hangat turun dari langit. Masih gress asli pokoknya.
Berlakulah kajian Syar'i Man Qablana. Beberapa ulama suka menulis judul dalam bentuk pertanyaan :
شرع من قبلنا هل شرع لنا؟
Syariat umat terdahulu, apakah jadi syariat buat kita juga?
Panjang lebar kajiannya, tapi intinya ada tiga jenis.
Pertama, tegas dapat pembenaran dari Nabi SAW, maka kita benarkan.
Kedua, tegas dapat penolakan dari Nabi SAW, maka kita tolak.
Ketiga, tidak ada penjelasan dari Nabi SAW apakah dibenarkan atau ditolak. Disitu wilayah khilafiyah. Para ulama bisa berbeda pendapat.
Satu catatan, bisa saja awalnya syariat umat terdahulu digunakan oleh Nabi SAW, tapi pada fase berikutnya, sudah tidak boleh lagi kita gunakan. Atau tetap digunakan tapi dengan penyempurnaan.
Contohnya kiblat kita awalnya ke Baitul Maqdis ikut agama mereka. Tapi 14 tahun kemudian diubah jadi ke arah Ka'bah.
Puasa wajib kita awalnya ikut Yahudi yaitu 'Asyura atau 10 Muharram. Tapi kemudian diubah jadi puasa Ramadhan. Asyura tetap berlaku tapi turun derajatnya jadi puasa Sunnah bukan wajib, ditambahi dengan tasu'a tgl 9 Muharram.
Tema semacam ini selain muncul dalam ranah Ilmu Ushul dengan judul Syar'u Man Qablana, juga muncul dalam ranah Ilmu Al-Quran dan Tafsir dengan judul : Isroiliyat.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
26 Januari 2021 pada 07.52 ·