Pecah?
Salah satu kendala yang sifatnya sunnatullah adalah perpecahan umat Islam. Segala upaya penyatuan umat Islam, meski pun ada kekuasaan yang dipaksakan, pada akhirnya harus berhadapan dengan sunnatullah asli, yaitu Allah SWT menciptakan makhluknya berbeda-beda.
Tidak bisa semuanya diseragamkan kemudian dibuat semuanya hanya satu saja.
Kalau pun mau disatukan, mungkin hanya pada titik tertentu, tapi tidak bisa disatukan pada semua sisinya.
1. Pelajaran Dari Al-Quran
Disitulah barangkali kenapa kita kenal ada versi qira'at (bacaan) Al-Qur'an yang berbeda-beda. Salah satu alasannya karena meski sama-sama Arab, ternyata lahjah (dialek) mereka berbeda-beda.
Bayangkan, Allah SWT sampai menurunkan beberapa versi bacaan yang disesuaikan dengan perbedaan lahjah orang Arab di masa itu.
Itu berarti Al-Quran pun bisa paham dengan adanya perbedaan lisan manusia. Tidak sampai memaksakan semua orang harus pakai lahjah Quraisy.
2. Pelajaran Dari Mazhab Fiqih
Dunia Islam sepanjang 14 abad mengakui perbedaan mazhab fiqih, khususnya empat mazhab mayoritas umat Islam yang muktamad yaitu : Mazhab Hanafi, Maliki, Syaf'i dan Hambali.
Upaya menyatukan bukannya tidak ada, tapi selalu kandas di tengah jalan. Khalifah Bani Abbasiyah, Sultan Harun Ar-Rasyid pernah menggagas penyatuan mazhab lewat permohonannya kepada Imam Malik.
Menurut pengamatan sang Khalifah, ulama dengan kapasitas mutjahid mutlak mustaqil di masanya adalah Imam Malik rahimahullah yang berkedudukan di Madinah. Beliau paling tepat diangkat sebagai tokoh tertinggi ilmu syariah.
Memang sebelumnya ada Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi. Senior juga hitungannya. Namun saat itu beliau sudah wafat sejak tahun 150 Hijriyah, yang tersisa hanya murid-muridnya.
Jadi wajar kalau pusat kekuasaan tertinggi umat Islam meresmikan saja satu Mazhab tunggal untuk umat Islam sedunia, yaitu Mazhab yang dipimpin langsung oleh Imam Malik rahimahullah.
Sebenarnya Imam Malik cukup anggukkan kepala saja, maka urusan beda-beda mazhab pun selesai. Tunggu apalagi, dukungan bukan hanya mengalir dari mayoritas umat Islam, tapi juga dari pusat tahta kekuasaan umat Islam tertinggi, langsung dari mulut Khalifah.
Tapi . . .
Imam Malik menggeleng tanda tidak setuju. Dan semua orang pun kecewa. Kenapa? Kan untuk menyatukan umat Islam sedunia. Kok tidak setuju?
Kalau pun merasa tidak enak hati, minimal tunjuklah ulama lain yang bisa jadi alternatif penggantinya. Kan ada Al-Laits di Mesir, atau ada Sufyan bin Uyainah di Mekkah, dan banyak ulama lain.
Namun penolakan Imam Malik sudah bulat tidak bisa ditawar. Alasan utama beliau, bahwa mustahil menyatukan seluruh umat Islam dalam satu pendapat fiqih.
Sebagai ulama kawakan, Imam Malik pastinya hafal dengan masalah khilafiyah yang merupakan sebuah keniscayaan.
Lagian sejak Nabi SAW masih hidup sekalipun, para shahabat yang mulia itu pun sudah banyak saling berbeda pendapat. Tidak mungkin seluruh shahabat disatukan.
Kalau di level shahabat pun tidak bisa disatukan, bagaimana mungkin di level generasi ketiga dari shahabat bisa disatukan. Jelas lebih mustahil lagi.
Maka sang Khalifah pun pulang ke Baghdad dengan tangan hampa. Pupuslah impiannya untuk menyatukan umat Islam dalam satu mazhab besar.
Yang menolak mentah-mentah justru orang paling alimnya sendiri, Al-Imam Malik rahimahullah. Justru beliau sebagai satu-satunya kandidat, eh kok malah tidak setuju adanya satu mazhab tunggal buat umat Islam.
3. Pecah Aqidah Juga Kah?
Ini pertanyaan menarik. Apakah kita ditakdirkan Allah untuk juga berpecah dalam paham aqidah?
Jawabannya tidak. Yang pecah itu aliran teologinya, yaitu aliran-aliran dalam ilmu kalam. Tapi bukan aqidah fundamental.
Kita semua tetap muslim tetap umat Nabi SAW, aqidahnya cuma satu saja, yaitu La Ilaha illallah Muhammad Rasulullah.
Sedangkan yang diperselisihkan oleh pendukung gagasan Ibnu Taimiyah dan Asy'ari Maturidi hanya sebatas perdebatan di mata kuliah ilmu kalam saja.
Tema yang diributkan pun seputar masalah perintilan. Di alam kubur dipastikan tidak akan ditanya tentang konsep rububiyah, uluhiyah dan asma wa shifat. Juga tidak akan dites ujian hafalan sifat dua puluh wujud qidam baqa'.
Terakhir, saya ingin jawab judul di atas : Pecah?Apa benar umat Islam itu pecah? Jawabnya tidak juga tuh. Umat Islam tidak harus disebut pecah, tapi memang umat Islam itu beragam.
Tapi pastilah semuanya muslim. Namun tidak bisa dipungkiri adanya perbedaan di antara mereka yang merupakan sunnatullah.
Upaya menyeragamkan semua sisinya berarti melawan sunnatullah. Al-Quran pun memahami hal itu.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
Favorit · 11 Februari 2021 pada 10.07 ·