Darah Haram
Istilah darah Haram itu bahwa diharamkan membunuh nyawa manusia. Ini hukum dasar yang jadi prinsip paling utama dalam syariat Islam. Dan termasuk dalam maqashid syariah.
Namun dalam kondisi tertentu, keharaman darah ini bisa berbalik jadi halal, namun hanya berlaku bagi seorang Qadhi.
Kalau bukan Qadhi, atau bagi umat Islam kebanyakan, hukumnya tetap saja haram.
Lalu bagaimana seorang Qadhi bisa menghalalkan darah seorang muslim?
Berdasarkan hadits Nabi SAW berikut :
Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
1. Merajam Pezina Muhshan
Hukum rajam itu hukuman mati dengan cara dilempari batu beramai-ramai di bawah komando seorang Qadhi.
Pelaku zina muhshan itu harus muslim, Akil, baligh, tidak terpaksa, tidak syubhan, sudah pernah menikah secara syar'i dan dalam pernikahan melakukan jima' secara syar'i.
Kalau syarat muhshan ini tidak terpenuhi, maka tidak halal darahnya. Qadhi tidak berhak merajamnya.
Untuk bisa terbukti terjadi zina ini maka harus ada 4 saksi yang adil, muslim, laki-laki dan secara bersama-sama berbarengan menonton (nobar alias nonton bareng) peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan pasangan yang berzina.
Atau lewat pengakuan si pelaku langsung. Tapi kalau pengakuannya dicabut,meski sudah dalam proses eksekusi, rajam harus dihentikan total.
Dan yang paling penting, semua proses ini harus terjadi dalam format majelis mahkamah atau pengadilan formal dan resmi atas wewenang negara. Dipimpin oleh seorang Qadhi yang diangkat oleh negara secara resmi dan sah.
Tidak boleh dilakukan secara swasta apalagi per kelompok ormas. Wewenang ini hanya dimiliki oleh negara lewat tangan seorang Qadhi.
2. Hukum Qishash
Syaratnya yang membunuh adalah seorang muslim. Sedangkan yang dibunuh juga muslim yang haram darahnya.
Kasusnya terbatas pada pembunuhan dengan sengaja dan menggunakan alat yang hanya digunakan untuk membunuh nyawa manusia.
Kejadiannya di negeri Islam dalam masa damai, bukan dalam di negeri kafir, juga bukan di medan peperangan.
Itu pun apabila pihak keluarga yang terbunuh tidak memaafkan. Sebab kalau memaafkan, tidak perlu diqishash, cukup bayar tebusan atau diyat.
3. Darah Orang Murtad
Setelah diancam hukuman mati oleh Qadhi, lalu diberi waktu tiga hari untuk mencabut pernyataan diri keluar dari agama Islam, baru nisa dilakukan.
Tapi bila setelah diminta mencabut ulang pernyataannya, dia pun sadar dan mau kembali ke jalan yang benar, vonis mati harus dibatalkan. Walaupun hanya berpura-pura atau taqiyah.
Vonis mati hanya berlaku pada si murtad yang tetap ngotot dengan pendiriannya, sekali murtad tetap murtad hidup murtad, maka hakim atau Qadhi berhak menjatuhkan hukum mati.
Balik lagi, semua hanya bisa dijalankan di dalam majelisulqadha', sebuah mahkamah syar'iyah yang resmi diakui negara. Dan yang punya wewenang adalah Qadhi.
Tanpa terpenuhinya semua syarat di atas, maka hukuman mati tidak boleh dijalankan. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW :
ادرؤوا الحدود بالشبهات عن المسلمين ما استطعتم فان وجدتم المسلم مخرجا فخلوا
Hindarilah hukuman hudud dari orang-orang Islam semampumu. Apabila engkau menemui jalan keluar, maka bebaskanlah mereka.
Dalam hadist ini, Nabi SAW secara eksplisit memerintahkan untuk mengupayakan pencarian “jalan keluar” bagi seorang muslim yang terjerat tuntutan hukum hudud.
Salah satu syubhat yang nyata di hari ini adalah ketiadaan Qadhi dan mahkamah Syariah. Karena kapasitas Qadhi haruslah level Mujtahid yang mumpuni dalam ilmu hukum Islam. Level kemujtahidannya harus di atas rata-rata.
Di masa khilafah Islamiyyah dulu, gelar Al-Qadhi itu sudah jadi pengakuan tertinggi dalam urusan level sebagai ahli hukum syariah.
Di zaman sekarang, nyaris tidak lagi ditemukan tokoh muslim dengan kapasitas sebagai Mujtahid, apalagi yang levelnya sekelas Qadhi.
Yang ramai cuma keinginan menegakkan hukum Islam, tapi tak satu pun punya kapasitas jadi Qadhi. Jangankan Qadhi, baca Quran pun masih berantakan. IQRO' belum tamat.
Ibarat kata, ngotot mau beli pesawat, tapi tak seorang pun yang sekolah jadi pilot. Kalau pun punya pesawat 20 biji, semua tidak dapat izin terbang, karena tidak ada pilotnya.
Sekelas supir angkot apalagi supir bajaj, tentu tidak boleh nyetir pesawat. Jangankan menerbangkan, baru mau nyalain mesinnya saja sudah bingung duluan. Kunci kontaknya di sebelah mana ya?
Sumber FB : Ahmad Sarwat
26 Januari 2021 pada 03.19 ·