Saudaraku, yang paling mahal dalam hidup ini adalah kebutuhan batin kita. Dunia melimpah tidak ada artinya jika Allah Ta'ala cabut ketenangan dari hati kita. Punya harta melimpah tetapi hati selalu merasa tidak cukup, kita akan disiksa oleh yang tidak ada. Punya kedudukan tinggi, kekuasaan yang besar, tetapi hati takut ada yang merebut, hidup kita pun dijamin tidak akan nyaman. Begitu pula saat punya rumah bagus, kasur empuk, tetapi hatinya penuh kegelisahan, semuanya menjadi tidak ada artinya. Maka, hati yang tenang itu mahal harganya.
Lalu, di manakah kunci untuk memiliki hati yang nyaman ini? Kuncinya akan kita temukan manakala hati tidak bersandar, tidak berharap, tidak bergantung, sekecil apapun selain hanya kepada Allah Ta'ala. Jika demikian, Allah pasti akan mencukupi kebutuhannya dengan Sempurna.
Hidup bukan hanya memerlukan uang. Kita pun memerlukan yang lainnya, yaitu fisik yang sehat, akal yang berfungsi optimal, dan hati yang lapang. Sayang kalau kita menganggap kebutuhan itu hanya finansial saja. Tidak ada apa-apanya uang itu kalau hatinya resah. Dan, tidak ada yang tahu kebutuhan kita selain Dia yang telah menciptakan kita. Maka, punya uang itu sama sekali tidak identik dengan cukup. Ada banyak orang yang uangnya banyak tapi dia tidak pernah merasa cukup. Bawaannya kurang terus. Bawaannya miskin terus.
Maka, hidup kita akan nikmat apabila kita tidak mengharap apapun selain hanya dari AIIah Ta'aIa. Hati ini tidak berharap kepada yang lain, sekecil dan sehalus apapun. Kalau berbuat, cukup Allah yang tahu. Orang mau tahu mau tidak, orang mau mengakui mau tidak, orang mau menghargai mau tidak, tidak ada masalah. Allah melihat sudah cukup.
Jadi, pemahaman bahwa Allah yang menciptakan kita, Allah yang tahu persis kebutuhan kita, bahwa Dia lebih tahu dari kita sendiri, dari siapapun juga, menjadi hal yang layak untuk kita miliki dan kita latih terus menerus. Berlatihlah terus agar tidak ada yang kita sandari selain AIIah Ta'aIa. Dari kecil hidup saya dijamin oleh Allah, jadi mengapa harus curiga? Kalaupun kita bergaul dengan orang, bekerja, punya tabungan, ada dana jaminan hari tua, hal itu jangan sampai menjadikan kita melepaskan sandaran kepada Allah Ta'ala.
Semakin sempurna tawakalnya, kita akan seperti burung terbang. Menurut Rasulullah SAW, burung terbang pulangnya pasti kenyang. Orang yang hatinya tawakai kepada Allah, bulat dan utuh, rezekinya pasti akan dijamin. Namun, penting untuk didasari bahwa tawakal itu tempatnya di hati. Otak ada kewajibannya, tubuh ada kewajibannya. Tawakal itu bagian dari ikhtiar hati sehingga tidak mudah orang bisa tawakal. Contoh paling bagus adalah Siti Hajar yang di tinggalkan Nabi Ibrahim AS. di Lembah Bakkah, yang sekarang namanya Mekkah,
Karena yakin Allah Ta'ala yang memerintahkan, wanita mulia ini yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkannya walau ditinggal suami dengan bayi di tempat yang tidak ada siapa-siapa. Beliau sangat yakin dengan itu semua. Namun, keyakinan ini tidak membuatnya hanya berdiam menunggu datangnya pertolongan Allah. Hajar pun menyempurnakan Ikhtiar. Dia bolak balik antara Bukit Safa dan Marwa tujuh kali. Bayangkan lari bukit Safa lalu ke Marwa, terus tujuh kali. Dan ternyata air zam-zam itu keluarnya tidak di bukit Safa, tidak di Marwa, tetapi di dekat Ka'bah.
Artinya apa? Hati yakin dan ikhtiar pun sempurna. Dan ternyata, datangnya pertolongan Allah tidak di tempat yang kita ikhtiari. Allah memiliki kehendak yang sempurna tentang apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Maka,Jangan ragu karena setiap ikhtiar pasti dilihat oleh Allah, baik lahir maupun batin, dan tidak pernah disia-siakan-Nya.
Lalu, mengapa kita harus bertawakal kepada Allah Ta'ala? Sebab, Allah yang punya semuanya. Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita sehingga hanya Dia yang kuasa menakdirkan segala sesuatu. Adapun kalau bersandar pada makhluk, hidup pasti gelisah. Kalau tawakal kepada Allah, dari awal kita sudah bahagia. Jadi, tawakal itu sepanjang waktu, dari awal sampai akhir.
Sempurnanya tawakal tidak boleh menghambat ikhtiar. Rasulullah SAW sempurna tawakalnya, tetapi ketika hijrah Rasulullah SAW tetap bersiasat. Ketika hendak berperang, Rasulullah SAW menggunakan dua lapis baju besi. Padahal, beIiau tahu persis nyawa beliau dalam genggaman Allah, dan tidak akan celaka tanpa izin Allah Ta'ala.
Jadi, ikhtiar itu termasuk ibadah dan sebentuk amal saleh kita, tawakal juga begitu. Jangan sampai karena ikhtiar tidak tawakal atau karena tawakal jadi tidak ikhtiar. Kavlingnya bukan setengah-setengah, tetapi seratus persen.
Oleh karena itu, luruskan niat bahwa kita bekerja itu amal saleh, sempurnakan ibadah yang bagus. Jangan sampai karena kesibukan dunia, ibadah jadi berantakan. Bekerja lah yang profesional, tetapi hati tidak pernah bergantung kepada ikhtiar, cukup Allah saja.
sumber : Buku Ikhtiar Meraih Ridha Allah karya Aa Gym
Sumber FB : KH. Abdullah Gymnastiar
4 Januari 2021 pada 20.30 ·