Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyyah
Oleh : Abdullah Al-Jirani
Ingkarul mungkar (mengingkari kemungkaran) merupakan salah satu pilhar agama Islam. Hukumnya fardhu kifayah, artinya wajib atas sebagian umat muslim. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ : “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaklah dia ubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya..” (HR. Muslim).
Namun kita mesti tahu, bahwa hal ini hanya berlaku dalam masalah yang hukumnya mujma alaihi (disepakati) di sisi para ulama, seperti : zina, minum khamer, mencuri, membunuh, meninggalkan salat fardhu, dan yang semisalnya.
Adapun dalam masalah yang masih diperselisihkan hukumnya di sisi para ulama (masalah ijtihadiyyah), maka tidak boleh ada pengingkaran di dalamnya. Sebagai contoh adalah : tentang hukum isbal (menjulurkan kain melebihi mata kaki). Di antara para ulama ada yang mengharamkan secara mutlak, ada yang membolehkan selama tidak sombong, dan ada yang memakruhkan.
Maka , misalkan ada seorang muslim yang kainnya isbal karena mengikuti ulama yang membolehkannya atau memakruhkannya, maka tidak boleh bagi kita yang berpendapat haram untuk mengingkarinya, atau menyesatkannya, atau bahkan mentabdi’nya (menvonis sebagai ahli bid’ah) karena hal tersebut.
Termasuk dalam hal ini adalah masalah hukum qunut Subuh, cadar, mengeraskan/melirihkan basmalah dalam salat jahriyyah, mengirimkan pahala bacaan Al-Qur’an, mengeluarkan zakat fitrah berupa uang, dan masalah-masalah yang lain yang tidak bisa kami sebutkan semuanya (silahkan ditambahkan sendiri).
Imam An-Nawawi (w.676 H) rh dalam Syarah Shahih Muslim (vol II/105) berkata :
ثُمَّ الْعُلَمَاءُ إِنَّمَا يُنْكِرُونَ مَا أُجْمِعَ عَلَيْهِ أَمَّا الْمُخْتَلَفُ فِيهِ فَلَا إِنْكَارَ فِيهِ
“Kemudian, para ulama hanya mengingkari dalam masalah yang (hukumnya) disepakati atasnya. Adapun dalam masalah yang (hukumnya masih) diperselisihkan, maka tidak ada pengingkaran di dalamnya.”
Sikap yang benar dalam masalah-masalah seperti ini (khilafiyyah ijtihadiyyah) adalah kita mengambil pendapat yang kita yakini lalu mengamalkannya. Sisanya, kita harus menghormati saudara kita sesama muslim yang mungkin pendapatnya berbeda dengan kita. Oleh karena itu, dalam ingkarul mungkar tidak cukup berdasarkan semangat saja, tapi wajib diringi dengan ilmu yang memadahi. Barakallahu fiikum jami’an.
***
Abdullah Al Jirani
25 Oktober 2020 pukul 07.01 ·