Sudah Benarkah Shalat Anda?
by. Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Kemarin saya diminta mengisi kajian dengan judul macam di atas. Kontan saya protes karena tidak setuju dengan judul yang justru bermasalah.
Kok bermasalah? Bukankah kita harus membetulkan shalat kita? Dimana-mana kajian banyak kok yang judulnya kayak gitu.
Nah ini dia yang mau saya ceritakan. Ketika saya tanya kepada panitia, apa yang dimaksud dengan shalat yang salah dan harus diluruskan, ternyata jawabannya lugu polos tapi mengejutkan saya.
Mereka bilang bahwa masih saja ada yang melafadzkan ushalli sebelum shalat, padahal kan tidak ada haditsnya. Itu kan bid'ah dan mengada-ada dalam masalah ibadah.
Terus masih ada saja jamaah yang shafnya tidak rapat, mata kaki tidak saling menempel. Padahal kalau tidak rapat itu kan tidak sah.
Atau masih ada saja yang suka berdoa dan berdzikir berjamaah usai shalat secara keras, terus bersalaman. Padahal semua itu kan tidak sesuai sunnah.
Oh gitu? saya tanya balik.
Iya ustadz, jadi minta tolong ustadz agar bisa meluruskan semua kesalahan itu. Jangan sampai shalat mereka sia-sia tidak diterima Allah SWT, karena shalatnya tidak sesuai sunnah.
Lagian kan banyak juga orang yang shalatnya tidak khusyu'. Padahal kalau tidak khusyu kan shalat kita tidak diterima, ya kan ustadz?
Jadi intinya kami ingin ustadz mengubah tradisi jahiliyah yang terlanjur beredar di tangah jamaah. Semua harus dikembalikan kepada sunnah yang mulia.
Saya kemudian mengusulkan, bagaimana kalau sebelum saya ceramah, panitia dan pengurusnya saja dulu yang membahas masalah ini. Alasan saya, masak kita mau membenarkan pandangan orang lain, sementara kita shalat sendiri malah belum benar?
Lho, memangnya shalat kami belum benar ya ustadz?
Bukan, bukan shalat ente belum benar. Tapi cara pandang ente itu yang masih kurang komplit.
Kurang komplit gimana?
Kurang komplitnya karena sebenarnya yang ente bilang mengoreksi tata cara shalatnya orang lain itu sebenarnya kurang tepat. Sebab semua itu memang realitas khilafiyah yang telah ada sejak awal mula tarikh tasyri' kita.
Para ulama di masa lalu sudah selesai membahas masaalah begituan, dimana hasilnya memang akan selalu ada perbedaan pendapat.
Ada yang begini dan ada yang begitu. Dan kita tidak berada pada posisi untuk menyalahkan ini atau membenarkan itu.
Akan jadi lucu dan jadi bulan-bulanan orang kalau kita yang tidak tahu urusan dan tidak mengerti jeluntrungannya malah sok menghakimi apa yang para ulama saja sudah saling berbeda sejak awal.
Oh gitu ya ustadz?
Masalah ushalli, kaki tidak rapat, doa dan zikir berjamaah, bersalaman habis shalat, semua itu masuk perkara yang sejak awal diperselisihkan para ulama.
Berselisih bukan karena mereka tidak tahu dalil yang shahih. Namanya saja ulama, masak tidak tahu dalil. Jangan samakan dengan ente yang nggak bisa bahasa Arab, tidak hafal Al-Quran, tidak hafal hadits. Tidak tahu kaidah dalam istimbath, tidak paham ilmu ushul fiqih, tidak tahu kaidah fiqhiyah, kaidah ushuliyah dan lainnya.
Kalau disebut ulama, pasti sejak usia kanak-kanak sudah hafal Al-Quran. Malah kitab-kitab hadits pun dihafalnya juga. Misalnya di usia 12 tahunan, Asy-Syafi'i sudah hafal kitab hadits Al-Muwaththa' karya Imam Malik.
Namun meski demikian, tetap saja bisa ada perbedaan pendapat antara beliau dan gurunya sendiri. Jangan dikira kalau tahu hadits sahih lantas masalah selesai.
Urusan macam ini jangan dikira cuma masalah tidak tahu ada haditsnya. Itu mah urusan sepele, anak-anak madrasah ibtidaiyah kelas 5 pun sudah tahu.
Namun masalah khilafiyah itu memang masalah yang njelimet, dimana para ahli dan para pakar pada akhirnya sepakat untuk tidak sepakat.
Lho tiba-tiba ente dengan entengnya bilang ini benar dan itu salah. Lagaknya kayak lebih ahli saja.
Wah kami malah baru tahu hal-hal kayak gitu, ustadz.
Ya wajar sekali kalau ente belum pada tahu. Soale memang selama ini isi konten dakwah yang banyak merebak memang yang model-model ente sebutkan tadi.
So, bagaimana kalau judulnya kita sesuaikan saja menjadi : Menelisik perbedaan pendapat para ulama dalam masalah shalat.
Baik ustadz, cocok dan sepakat.
Sumber FB : Ahmad Sarwat
24 September 2020·