Haditsnya Nomor Berapa?
Tidak seperti Al-Quran yang penomoran ayatnya sudah agak baku, penomoran hadits dalam suatu kitab hadits sangat beragam dan berbeda-beda.
Hal itu disebabkan penyusun kitab hadits aslinya, seperti Imam Malik yang menyusun kitab Al-Muwaththa’ atau Imam Al-Bukhari yang menyusun Shahih Bukhari, atau Imam Muslim dan yang lainnya, pada saat menyusun kitab tidak memberikan nomor hadits.
Kira-kira sebagaimana Malaikat Jibril menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW, saat itu juga sama sekali tidak disebutkan nomor ayatnya.
Lalu siapa yang memberi nomor pada kitab-kita hadits itu kalau memang bukan penyusunnya sendiri yang menomorinya?
Biasanya yang memberikan nomor adalah para peneliti (muhaqqiq) yang melakukan penelitian ilmiyah atas karya para ulama terdahulu.
Di antara para muhaqqiq klasik yang masyhur di kalangan para ulama hadits misalnya Imam Ibnu Ash-Shalah (w. 643 H), Imam An-Nawawi (w. 676 H), Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H) dan lainnya.
Di masa sekarang ini juga banyak juga para peneliti (muhaqqiq) yang melakukan penelitian atas kitab-kitab hadits, termasuk mereka yang dari kalangan orientalis pun melakukannya juga.
Misalnya yang dilakukan oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi (w. 1967 M) yang terinspirasi dari Arent J. Wensinck (w. 1939 M), seorang orientalis Belanda yang menyusun kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Alfadz Al-Hadits An-Nabawi serta kitab Mifathu Kunuz As-Sunnah.
Jadi dari mana nomor-nomor hadits itu datang? Jawabannya dari para peneliti atau para muhaqqiq, baik klasik atau pun modern.
Konsekuensinya, beda peneliti biasanya akan berbeda-beda ketika menomori tiap hadits. Dan pada akhirnya berapa jumlah total hadits dalam suatu kitab hadits pun pastinya berbeda-beda juga.
Kemudian hasil penelitian dari para muhaqqiq yang berbeda-beda itu diterbitkan. Maka nomor-nomor hadits itu muncul berbeda-beda di masing-masing penerbit, padahal kitab haditsnya itu-tiu juga.
Suatu penerbit menerbitkan naskah berdasarkan hasil peneliti si fulan, lalu penerbit yang lain menerbitkan hasil penelitian peneliti yang lain. Dan hasilnya, nomor hadits pada masing-masing penerbit sudah pasti berbeda.
Apakah pemberian nomor pada hadits yang dilakukan oleh para muhaqqiq itu salah dan keliru?
Jawabannya tidak juga. Namun ada beberapa hal yang perlu dicatat, antara lain . . . . . download saja buku pdfnya (free)
https://www.rumahfiqih.com/pdf/x.php?id=293
Sumber FB : Ahmad Sarwat
20 Juni 2019