Ahlussunnah Waljama’ah - atau terkadang ditulis dengan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah merupakan akumulasi pemikiran kaum muslimin dalam berbagai bidang yang dihasilkan para ulama’ untuk menjawab persoalan yang muncul pada zaman tertentu dengan menjadikan Qur’an dan Hadits sebagai rujukan.
Karenanya, proses terbentuknya Ahlussunnah Waljama’ah sebagai suatu faham atau madzhab membutuhkan jangka waktu yang panjang. Seperti diketahui, pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang, seperti ilmu Tauhid, Fiqih, atau Tasawuf terbentuk tidak dalam satu masa, tetapi muncul bertahap dan dalam waktu yang berbeda.
Madzhab adalah metode memahami ajaran agama. Di dalam Islam ada berbagai macam madzhab, misalnya, dalam uslsudin ada Khawarij, Syi’ah Jahmi’ah, Ahmadiyah, Jabbariyyah dll. Termasuk mazhab Ahlu Sunnah. Sedangkan dalam madzhab fiqh, misalnya yang utama adalah Malikiyah, Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanbaliyah, (keempatnya inilah yang diakui sebagai mazhab ahlu Sunnah dalam bidang fiqih) bisa juga ditambah dengan Syi’ah, Dhahiriyah dan Ibadiyah (al-Mausu’ah al-‘Arabiyah al-Muyassaraah, 1965: 97).
Istilah Ahlussunah wal jama’ah terdiri dari tiga kata, “ahlun”, “as-sunah” dan “al-jama’ah”. Ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan, bukan sesuatu yang terpisah-pisah.
Pengertian Ahlun
Dalam kitab Al-Munjid fil-Lughah wal-A’alam, kata “ahl” mengandung dua makna, yakni selain bermakna keluarga dan kerabat, “ahl” juga dapat berarti pemeluk aliran atau pengikut madzhab, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab sebagaimana tercantum pada Al-Qamus al-Muhith.
Adapun dalam Al-Qur’an sendiri, sekurangnya ada tiga makna ‘ahl’
Pertama, ‘ahl’ bisa berarti keluarga, sebagaimana hal ini terdapat dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 45 : “Ya Allah sesungguhnya anakku adalah dari keluargaku (ahli-y).”
Juga makana ini terdapat dalam surat Thoha ayat 132 : “Suruhlah keluargamu (ahl-Ka) untuk mengerjakan sholat”
Kedua, ‘ahl’ berarti penduduk, seperti dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof ayat 96 : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, maka kami bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan bumi.”
Ketiga, ‘ahl’ berarti orang yang memiliki sesuatu disiplin ilmu; (Ahli Sejarah, Ahli Kimia).
“Bertanyalah kamu sekalian kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Pengertian As-Sunnah
Menurut Abul Baqa’ dalam kitab Kulliyyat secara bahasa sunnah, berasal dari kata : "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan.
As-Sunnah juga mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti dalam sabda Rasulullah SAW : "Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelumkamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pengertian as-Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah".
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al-Albani). (HR. Ahmad (IV/126-127),
Arti Kata Al-Jama’ah
Menurut Al-Munjid, kata “al-jama’ah” berarti segala sesuatu yang terdiri dari tiga atau lebih. Dalam Al-Mu’jam al-Wasith, al-jama’ah adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan.
Pengertian Jama'ah Secara Istilah (Terminologi):
Yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.
Allah Ta'ala telah memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan mereka agar berkumpul, bersatu dan tolong-menolong. Dan Allah melarang mereka dari perpecahan, perselisihan dan permusuhan. Allah SAW berfirman: "Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103).
Dia berfirman pula, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (Ali Imran: 105).
Dari uraian di atas, maka makna Ahlussunnah wal jama’ah adalah golongan terbesar ummat Islam yang bermanhaj/ mengikuti sistem kenabian, baik dalam tauhid dan fiqih yaitu dengan bersandar kepad Al-Qur’an dan Hadits rasulullah SAW.
Siapakah Ahlu Sunnah wal Jama’ah?
Ahlu Sunnah wal jama’ah adalah golonagn terbanyak kaum Muslimin. Hal ini telah diisyaratkan oleh hadits-hadits Rasulullah SAW diantaranya yang di sebutkandalam kitab Faidlul Qadir juz II, lalu kitab Sunan Abi Daud juz. IV, kitab Sunan Tirmidzy juz V, kitab Sunan Ibnu Majah juz. II dan dalam kitab Al-Milal wan Nihal juz. I. Secara berurutan, teks dalam kitab-kitab tersebut, sebagai berikut :
“sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan, maka apabila kamu melihat perbedaan pendapat maka kamu ikuti golongan yang terbanyak.”
“Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kamu setelah wafatku maka ia akan melihat perselisihan-perselisihan yang banyak, maka hendaknya kamu berpegangan dengan sunnahku dan sunnah Khufaur-rasyidin yang mendapat hidayat, peganglah sunnahku dan sunnah Khulafaur-rasyidin dengan kuat dan gigitlah dengan geraham.”
“Sesungguhnya Bani Israil pecah menjadi 72 golongan dan ummatku akan pecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan, mereka bertanya: siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab; mereka itu yang bersama aku dan sahabat-sahabatku.”
“Dari Shahabat Auf r.a. berkata; Rasulullah bersabda; Demi yang jiwa saya ditangan-Nya, benar-benar akan pecah ummatku menjadi 73 golongan, satu masuk surga dan 72 golongan masuk neraka, ditanya siapa yang di surga Rasulullah? Beliau menjawab; golongan mayoritas (jama’ah). Dan yang dimaksud dengan golongan mayoritas mereka yang sesuai dengan sunnah para shahabat.”
Rasulullah Saw berkata : “Yang selamat satu golongan, dan sisanya akan hancur, ditanya siapakah yang selamat Rasulullah? Beliau menjawab Ahlussunnah wal Jama’ah, beliau ditanya lagi apa maksud dari Ahlussunnah wal Jama’ah? Beliau menjawab; golongan yang mengikuti sunnahku dan sunnah shahabatku.”
Siapa saja yang termasuk Ahlu Sunnah wal Jama’ah ?
Karena Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah satu-satunya firqah (golongan) yang selamat dari sekian banyak firqah sesat, maka setiap kaum muslimin mendaku dan mengklaim bahwa diri mereka sebagai Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Dan klaim seperti ini sebenarnya tidak menimbulkan masalah. Yang menjadi masalah adalah, ketika sebagian kaum muslimin menganggap dirinya dan golongannya sebagai Ahlu Sunnah wal Jama’ah (sring disingkat Sunni) sedangkan orang yang diluar golongannya sebagai yang bukan Sunni. Inilah yang pernah terjadi, Dulu orang-orang NU, misalnya, mengklaim dirinyalah Ahlus Sunnah, karena mereka menggariskan akidahnya mengikuti Asy’ari dan Maturidi. Mereka menganggap Muhammadiyah bukan Ahlus Sunnah karena tidak mengikuti kedua mazhab tersebut. Sebaliknya, Muhammadiyah pernah menganggap orang-orang NU sebagai ahl al-bid‘ah, dan karenanya tidak layak disebut Ahlus Sunnah; yang layak disebut Ahlus Sunnah hanya orang-orang Muhammadiyah. Klaim seperti ini bisa terjadi, karena masing-masing membangun klaim dengan pijakan dan paradigma yang berbeda. Dan akhir-akhir ini, gejala ini mulai menjangkit kembali dikalangan kaum muslimin, dan tentu prilaku seperti ini adalah sangat tercela. Mengapa ? karena dengan mengatakan saudara kita yang berbeda pendapats ebagai yang bukan Ahlussunnah wal Jama’ah, kita sama dengan menganggap sesat mereka, mengkafirkan mereka dan menganggap mereka sebagai ahli neraka. Padahal Rasulullah SAW telah mengingatkan : “Apabila seseorang berkata kepada saudaranya : ‘ya kafir’, maka perkataan itu akan kembali kepada salah satu diantara keduanya.” (HR. Muslim)
Karena itu, perlu kita camkan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal ketika mensifati kaum Muslimin yang beri’tiqad dan bermazhab ahlu Sunnah wal Jama’ah agar kita tidak mudah mengeluarkan seseorang dari Jama’ah ini. Beliau –rahimahullah- berkata :
“Siapa saja yang bersaksi, bahwa tidak ada tuhan melainkan hanya Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya, serta Muhammad saw. adalah hamba dan Rasul-Nya. Dia juga mengakui semua yang dibawa oleh para nabi dan rasul, tidak ada sedikitpun keraguan dalam keimanannya. Dia tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena satu dosa. Dia mengharapkan semua perkara yang hilang darinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya. Dia meyakini bahwa apa saja berjalan menurut qadha’ dan qadar Allah, semuanya, baik dan buruknya. Dia juga mengharapkan kebaikan untuk umat Muhammad dan mengkhawatirkan keburukan menimpa mereka. Tak seorang pun umat Muhammad masuk surga dan neraka karena kebaikan yang dilakukannya, dan dosa yang diperbuatnya, sampai Allah SWT-lah yang memasukan ciptaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia mengetahui hak orang salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya. Dia mendahulukan Abu Bakar, Umar dan Utsman serta mengakui hak Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail atas para Sahabat yang lain. Merekalah sembilan orang yang telah bersama-sama Nabi saw. berada di atas Gunung Hira’. Dia menceritakan keutamaan mereka dan menahan diri terhadap apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Dia shalat Idul Fitri dan Adha, Khauf, shalat berjamaah dan Jumat bersama semua pemimpin, baik yang taat maupun zalim. Dia mengusap dua sepatu ketika bepergian dan ketika tidak, meng-qashar shalat ketika bepergian. Dia meyakini al-Quran kalam Allah, dan diturunkan, bukan makhluk. Dia meyakini bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Dia meyakini bahwa jihad tetap berlanjut sejak Allah mengutus Muhammad saw. hingga sisa generasi terakhir yang memerangi Dajjal, saat tak akan ada yang bisa mencelakakan mereka kezaliman orang yang zalim. Dia menyatakan, bahwa jual-beli halal hingga Hari Kiamat sesuai dengan hukum Kitab dan Sunnah. Dia shalat jenazah dengan empat takbir dan mengurus umat Islam dengan baik. Dia tidak melakukan perlawanan terhadap mereka dengan pedang Anda. Jangan berperang karena fitnah. Diamlah di rumah Allah. Dia mempercayai azab kubur; mengimani Malaikat Munkar-Nakir; meyakini adanya telaga, syafaat; meyakini bahwa orang-orang yang mempunyai tauhid akan keluar dari neraka setelah mereka diuji, sebagaimana sejumlah hadis telah menyatakan hal ini dari Nabi saw. Kita mengimaninya, dan tidak perlu banyak contoh untuk semuanya tadi. Inilah yang disepakati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia.” (Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad, al-Maqshad al-Arsyad fi Dzikr Ashhab al-Imam Ahmad, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, cet. I, 1990, II/336-339.)
Dengan demikian, Ahlus Sunnah wal Jamaah itu tidak identik dengan mazhab atau golonagn tertentu, tetapi siapa saja yang memenuhi kualifikasi di atas. Dan imam An-Nawawi juga menyatakan, bahwa boleh jadi Ahlus Sunnah wal Jamaah berserakan di antara berbagai ragam kaum muslimin, mereka yang sebagai mujahid atau pasukan perang, ada yang ahli fikih, hadist, ahli zuhud, dan orang-orang yang memerintahkan kemakrufan serta mencegah kemunkaran, dan ada juga ahli kebaikan yang lain. Mereka ini tidak mesti, mereka terkumpul di satu tempat. Sebaliknya, boleh jadi mereka berserakan di berbagai belahan bumi. Wallahu’alam.
“Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya." (QS. al-Isra' : 84).
KONSULTASI ISLAM
Forum Tanya Jawab Masalah Keislaman
Media konsultasi masalah keislaman yang dibina oleh Ust. Ahmad Syahrin Thoriq, Pimpinan Ma'had Subulana Bontang Kaltim.
Mengupas dan mengulas permasalahan syariah dengan Rujukan kitab-kitab ulama Empat Madzhab.
Sumber Web : http://www.konsultasislam.com/2010/01/ahlu-sunnah-wal-jamaah.html (Januari 2010)
kajian sunnah tarakan
Istilah Ahlussunah wal jama’ah terdiri dari tiga kata, “ahlun”, “as-sunah” dan “al-jama’ah”. Ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan, bukan sesuatu yang terpisah-pisah.
Pengertian Ahlun
Dalam kitab Al-Munjid fil-Lughah wal-A’alam, kata “ahl” mengandung dua makna, yakni selain bermakna keluarga dan kerabat, “ahl” juga dapat berarti pemeluk aliran atau pengikut madzhab, jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab sebagaimana tercantum pada Al-Qamus al-Muhith.
Adapun dalam Al-Qur’an sendiri, sekurangnya ada tiga makna ‘ahl’
Pertama, ‘ahl’ bisa berarti keluarga, sebagaimana hal ini terdapat dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 45 : “Ya Allah sesungguhnya anakku adalah dari keluargaku (ahli-y).”
Juga makana ini terdapat dalam surat Thoha ayat 132 : “Suruhlah keluargamu (ahl-Ka) untuk mengerjakan sholat”
Kedua, ‘ahl’ berarti penduduk, seperti dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof ayat 96 : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, maka kami bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan bumi.”
Ketiga, ‘ahl’ berarti orang yang memiliki sesuatu disiplin ilmu; (Ahli Sejarah, Ahli Kimia).
“Bertanyalah kamu sekalian kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Pengertian As-Sunnah
Menurut Abul Baqa’ dalam kitab Kulliyyat secara bahasa sunnah, berasal dari kata : "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan.
As-Sunnah juga mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti dalam sabda Rasulullah SAW : "Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelumkamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pengertian as-Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah".
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih Sunan Abi Dawud oleh Syaikh al-Albani). (HR. Ahmad (IV/126-127),
Arti Kata Al-Jama’ah
Menurut Al-Munjid, kata “al-jama’ah” berarti segala sesuatu yang terdiri dari tiga atau lebih. Dalam Al-Mu’jam al-Wasith, al-jama’ah adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan.
Pengertian Jama'ah Secara Istilah (Terminologi):
Yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.
Allah Ta'ala telah memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan mereka agar berkumpul, bersatu dan tolong-menolong. Dan Allah melarang mereka dari perpecahan, perselisihan dan permusuhan. Allah SAW berfirman: "Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103).
Dia berfirman pula, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (Ali Imran: 105).
Dari uraian di atas, maka makna Ahlussunnah wal jama’ah adalah golongan terbesar ummat Islam yang bermanhaj/ mengikuti sistem kenabian, baik dalam tauhid dan fiqih yaitu dengan bersandar kepad Al-Qur’an dan Hadits rasulullah SAW.
Siapakah Ahlu Sunnah wal Jama’ah?
Ahlu Sunnah wal jama’ah adalah golonagn terbanyak kaum Muslimin. Hal ini telah diisyaratkan oleh hadits-hadits Rasulullah SAW diantaranya yang di sebutkandalam kitab Faidlul Qadir juz II, lalu kitab Sunan Abi Daud juz. IV, kitab Sunan Tirmidzy juz V, kitab Sunan Ibnu Majah juz. II dan dalam kitab Al-Milal wan Nihal juz. I. Secara berurutan, teks dalam kitab-kitab tersebut, sebagai berikut :
“sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan, maka apabila kamu melihat perbedaan pendapat maka kamu ikuti golongan yang terbanyak.”
“Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kamu setelah wafatku maka ia akan melihat perselisihan-perselisihan yang banyak, maka hendaknya kamu berpegangan dengan sunnahku dan sunnah Khufaur-rasyidin yang mendapat hidayat, peganglah sunnahku dan sunnah Khulafaur-rasyidin dengan kuat dan gigitlah dengan geraham.”
“Sesungguhnya Bani Israil pecah menjadi 72 golongan dan ummatku akan pecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan, mereka bertanya: siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab; mereka itu yang bersama aku dan sahabat-sahabatku.”
“Dari Shahabat Auf r.a. berkata; Rasulullah bersabda; Demi yang jiwa saya ditangan-Nya, benar-benar akan pecah ummatku menjadi 73 golongan, satu masuk surga dan 72 golongan masuk neraka, ditanya siapa yang di surga Rasulullah? Beliau menjawab; golongan mayoritas (jama’ah). Dan yang dimaksud dengan golongan mayoritas mereka yang sesuai dengan sunnah para shahabat.”
Rasulullah Saw berkata : “Yang selamat satu golongan, dan sisanya akan hancur, ditanya siapakah yang selamat Rasulullah? Beliau menjawab Ahlussunnah wal Jama’ah, beliau ditanya lagi apa maksud dari Ahlussunnah wal Jama’ah? Beliau menjawab; golongan yang mengikuti sunnahku dan sunnah shahabatku.”
Siapa saja yang termasuk Ahlu Sunnah wal Jama’ah ?
Karena Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah satu-satunya firqah (golongan) yang selamat dari sekian banyak firqah sesat, maka setiap kaum muslimin mendaku dan mengklaim bahwa diri mereka sebagai Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Dan klaim seperti ini sebenarnya tidak menimbulkan masalah. Yang menjadi masalah adalah, ketika sebagian kaum muslimin menganggap dirinya dan golongannya sebagai Ahlu Sunnah wal Jama’ah (sring disingkat Sunni) sedangkan orang yang diluar golongannya sebagai yang bukan Sunni. Inilah yang pernah terjadi, Dulu orang-orang NU, misalnya, mengklaim dirinyalah Ahlus Sunnah, karena mereka menggariskan akidahnya mengikuti Asy’ari dan Maturidi. Mereka menganggap Muhammadiyah bukan Ahlus Sunnah karena tidak mengikuti kedua mazhab tersebut. Sebaliknya, Muhammadiyah pernah menganggap orang-orang NU sebagai ahl al-bid‘ah, dan karenanya tidak layak disebut Ahlus Sunnah; yang layak disebut Ahlus Sunnah hanya orang-orang Muhammadiyah. Klaim seperti ini bisa terjadi, karena masing-masing membangun klaim dengan pijakan dan paradigma yang berbeda. Dan akhir-akhir ini, gejala ini mulai menjangkit kembali dikalangan kaum muslimin, dan tentu prilaku seperti ini adalah sangat tercela. Mengapa ? karena dengan mengatakan saudara kita yang berbeda pendapats ebagai yang bukan Ahlussunnah wal Jama’ah, kita sama dengan menganggap sesat mereka, mengkafirkan mereka dan menganggap mereka sebagai ahli neraka. Padahal Rasulullah SAW telah mengingatkan : “Apabila seseorang berkata kepada saudaranya : ‘ya kafir’, maka perkataan itu akan kembali kepada salah satu diantara keduanya.” (HR. Muslim)
Karena itu, perlu kita camkan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal ketika mensifati kaum Muslimin yang beri’tiqad dan bermazhab ahlu Sunnah wal Jama’ah agar kita tidak mudah mengeluarkan seseorang dari Jama’ah ini. Beliau –rahimahullah- berkata :
“Siapa saja yang bersaksi, bahwa tidak ada tuhan melainkan hanya Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya, serta Muhammad saw. adalah hamba dan Rasul-Nya. Dia juga mengakui semua yang dibawa oleh para nabi dan rasul, tidak ada sedikitpun keraguan dalam keimanannya. Dia tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena satu dosa. Dia mengharapkan semua perkara yang hilang darinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya. Dia meyakini bahwa apa saja berjalan menurut qadha’ dan qadar Allah, semuanya, baik dan buruknya. Dia juga mengharapkan kebaikan untuk umat Muhammad dan mengkhawatirkan keburukan menimpa mereka. Tak seorang pun umat Muhammad masuk surga dan neraka karena kebaikan yang dilakukannya, dan dosa yang diperbuatnya, sampai Allah SWT-lah yang memasukan ciptaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia mengetahui hak orang salaf yang telah dipilih oleh Allah untuk menyertai Nabi-Nya. Dia mendahulukan Abu Bakar, Umar dan Utsman serta mengakui hak Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail atas para Sahabat yang lain. Merekalah sembilan orang yang telah bersama-sama Nabi saw. berada di atas Gunung Hira’. Dia menceritakan keutamaan mereka dan menahan diri terhadap apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Dia shalat Idul Fitri dan Adha, Khauf, shalat berjamaah dan Jumat bersama semua pemimpin, baik yang taat maupun zalim. Dia mengusap dua sepatu ketika bepergian dan ketika tidak, meng-qashar shalat ketika bepergian. Dia meyakini al-Quran kalam Allah, dan diturunkan, bukan makhluk. Dia meyakini bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Dia meyakini bahwa jihad tetap berlanjut sejak Allah mengutus Muhammad saw. hingga sisa generasi terakhir yang memerangi Dajjal, saat tak akan ada yang bisa mencelakakan mereka kezaliman orang yang zalim. Dia menyatakan, bahwa jual-beli halal hingga Hari Kiamat sesuai dengan hukum Kitab dan Sunnah. Dia shalat jenazah dengan empat takbir dan mengurus umat Islam dengan baik. Dia tidak melakukan perlawanan terhadap mereka dengan pedang Anda. Jangan berperang karena fitnah. Diamlah di rumah Allah. Dia mempercayai azab kubur; mengimani Malaikat Munkar-Nakir; meyakini adanya telaga, syafaat; meyakini bahwa orang-orang yang mempunyai tauhid akan keluar dari neraka setelah mereka diuji, sebagaimana sejumlah hadis telah menyatakan hal ini dari Nabi saw. Kita mengimaninya, dan tidak perlu banyak contoh untuk semuanya tadi. Inilah yang disepakati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia.” (Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad, al-Maqshad al-Arsyad fi Dzikr Ashhab al-Imam Ahmad, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, cet. I, 1990, II/336-339.)
Dengan demikian, Ahlus Sunnah wal Jamaah itu tidak identik dengan mazhab atau golonagn tertentu, tetapi siapa saja yang memenuhi kualifikasi di atas. Dan imam An-Nawawi juga menyatakan, bahwa boleh jadi Ahlus Sunnah wal Jamaah berserakan di antara berbagai ragam kaum muslimin, mereka yang sebagai mujahid atau pasukan perang, ada yang ahli fikih, hadist, ahli zuhud, dan orang-orang yang memerintahkan kemakrufan serta mencegah kemunkaran, dan ada juga ahli kebaikan yang lain. Mereka ini tidak mesti, mereka terkumpul di satu tempat. Sebaliknya, boleh jadi mereka berserakan di berbagai belahan bumi. Wallahu’alam.
“Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya." (QS. al-Isra' : 84).
KONSULTASI ISLAM
Forum Tanya Jawab Masalah Keislaman
Media konsultasi masalah keislaman yang dibina oleh Ust. Ahmad Syahrin Thoriq, Pimpinan Ma'had Subulana Bontang Kaltim.
Mengupas dan mengulas permasalahan syariah dengan Rujukan kitab-kitab ulama Empat Madzhab.
Sumber Web : http://www.konsultasislam.com/2010/01/ahlu-sunnah-wal-jamaah.html (Januari 2010)
kajian sunnah tarakan