Khabar Shadiq

KHABAR SHADIQ

KHABAR SHADIQ

Khabar Shadiq merupakan salah satu sumber ilmu yang penting dalam Islam. Kedudukannya melengkapi sumber atau saluran ilmu lain yaitu indera yang sehat dan akal yang lurus. Banyak hal-hal yang bersifat mughayyabat yang tidak dapat digapai indera dan dipikirkan akal, maka dibutuhkan sumber otentik lain untuk dijadikan sandaran. Ini sumber ilmu yang otentik namun diskursus ilmu kontemporer mengabaikan signifikansinya. 

Karena indera dan akal tidak mampu menggapai hal-hal yang bersifat metafisika atau Mughayyabat. Maka akal harus bergantung pada sumber lain yang otoritas dan validitasnya diakui secara mutlak, yaitu Wahyu dengan jalan Khabar Shadiq. Khabar Shadiq ada yang bermakna yaqini dan ada yang zhanni. Yaqini dihasilkan dari pemberitaan yang bersifat Mutawattir baik secara lafzhi maupun maknawi. 

Keabsahan Khabar Shadiq dengan jalan Mutawattir juga memang berdasarkan pengakuan oleh akal, yaitu informasi yang dibawa oleh banyak orang, karena mustahil suatu informasi yang sama yang dibawa oleh banyak orang pada setiap generasi akan sepakat untuk berdusta atasnya. Maka wajib meyakini informasi ini sebagaimana kita meyakini adanya kota Kudus atau Lampung dari kata orang banyak meskipun kita belum pernah kesana untuk melihatnya. 

Oleh karena itu, pada asalnya Khabar Shadiq memerlukan pembenaran akal, artinya dari segi validitas, sehingga otomatis kontennya yang berupa hal-hal Mughayyabat dan Eskatologis harus diterima meskipun akal tidak dapat mencapainya, karena konsekuensi logis validitas pembawa informasi. 

Bahkan sebenarnya kesadaran kita mengenai sesuatu juga kebanyakkan bergantung pada khabar Shadiq. Seperti, bagaimana kita bisa tahu bahwa kita adalah anak ibu kita? Ya secara teknis adanya akta kelahiran, atau berita dari keluarga yang memberikan keterangan tersebut atau bahkan adanya rekaman video atau uji DNA dan semacamnya. Mengapa kita bisa langsung menerimanya? Ya karena tidak ada jalan pembuktian lain selain itu pada umumnya, karena kita tidak memiliki kesadaran pada saat itu terjadi. 

Demikian pula kita mengambil warisan keilmuan dari pendahulu atau informasi sejarah yang diperoleh, siapa yang menjamin Aristotle atau Plato pernah ada? Ya tentu secara teknis dari karyanya, namun apakah itu suatu jaminan mutlak bahwa itu merupakan karya Aristotle atau Plato dan bukan merupakan kedustaan yang dinisbatkan kepada mereka? Hal yang sama juga berlaku dengan ilmu-ilmu seperti sejarah ilmu Antropologi, Arkeologi, Sosiologi, dsb. Semuanya berdasarkan berita atau informasi yang diperoleh baik secara verbal maupun lisan. Jadi pada hakekatnya Khabar Shadiq merupakan hal yang umum terjadi dalam pembentukan kognisi manusia.

Nah, wahyu diperoleh manusia melalui Khabar Shadiq dari para Nabi alayhimussalam. Wahyu dengan Khabar Shadiq yang Mutawattir ini berwujud al-Qur'an dan juga sebagian kecil al-Sunnah, al-Qur'an bersandar pada bacaan (qira'ah), dan didukung dengan medium tulisan (rasm). Begitu juga ilmu Islam lainnya yang ditransmisi dari generasi awal dengan rantai sanad yang validitasnya sangat teruji. 

Wallahu a'lam bi al-shawab. 

NSS.

*retouch tulisan lama tahun 2018. 

Sumber FB Ustadz : Shadiq Sandimula

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Khabar Shadiq - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®