HUKUM LELAKI BUKAN MAHRAM MENURUNKAN JENAZAH WANITA
Dalam Madzhab Syafi'i yang paling dianjurkan menurunkan dan menerima jasad wanita ke liang lahat adalah suami lalu berikutnya kerabatnya yang mahram (ayah, kakek, anak, cucu dst) dan jika tidak ada mahram maka kerabat bukan mahram dan jika tidak ada maka orang-orang yang dianggap berperilaku baik (bukan ahli maksiat) di lingkungannya meskipun bukan kerabat.
Urutan ini tidak mutlak hanya anjuran sebab Rasulullah ﷺ pun dahulu saat putri beliau Ummu Kultsum wafat yang masuk ke liang lahatnya adalah Abu Thalhah Al Anshari yang bukan mahram juga bukan kerabat.
Jadi, boleh hukumnya orang bukan mahram membantu menguruskan jenazah di liang lahat namun pilih yang bukan ahli maksiat untuk menghindari syahwat.
Imam Nawawi menjelaskan hal ini:
ولا يدخل القبر إلا الرجال متى وجدوا رجلا كان الميت أو *امرأة* وأولاهم بالدفن أولاهم بالصلاة إلا أن الزوج أحق بدفن زوجته ثم بعده المحارم الأب ثم الجد ثم الابن ثم ابن الابن ثم الأخ ثم ابن الأخ ثم العم فإن لم يكن أحد منهم فعبيدها وهم أحق من بني العم لأنهم كالمحارم في جواز النظر ونحوه على الأصح فإن قلنا إنهم كالأجانب لم يتوجه تقديمهم فإن لم يكن عبيدها فالخصيان أولى لضعف شهوتهم. فإن لم يكونوا فذوو الأرحام الذين لا محرمية لهم *فإن لم يكونوا فأهل الصلاح من الأجانب* قال إمام الحرمين وما أرى تقديم ذوي الأرحام محتوما بخلاف المحارم لأنهم كالأجانب في وجوب الاحتجاب عنهم. وقدم صاحب "العدة" نساء القرابة على الرجال الأجانب وهو خلاف النص وخلاف المذهب المعروف.
(روضة الطالبين ج١ ص ٢٤٩-٢٥٠)
"Dan tidak ada yang masuk ke kubur kecuali laki-laki, baik yang meninggal itu laki-laki maupun *perempuan*. Orang yang paling berhak untuk menguburkan adalah orang yang paling berhak untuk menyalatkannya, kecuali suami lebih berhak menguburkan istrinya, kemudian setelahnya adalah mahram-mahramnya: ayah, lalu kakek, lalu anak, lalu cucu, lalu saudara laki-laki, lalu keponakan laki-laki, lalu paman. Jika tidak ada salah satu dari mereka, maka budaknya, dan mereka lebih berhak dibandingkan dengan anak paman, karena mereka seperti mahram dalam hal boleh melihat dan semisalnya menurut pendapat ashoh. Namun jika kita mengatakan bahwa mereka seperti orang asing, maka mereka tidak diutamakan. Jika tidak ada budaknya, maka kasim (orang yang dikebiri) lebih diutamakan karena lemah syahwatnya. Jika tidak ada kasim, maka kerabat yang tidak ada hubungan mahram lebih diutamakan. *Jika tidak ada, maka orang-orang saleh dari kalangan orang asing yang lebih diutamakan*. Imam al-Haramain berkata: "Saya tidak melihat keharusan untuk mendahulukan kerabat yang tidak ada hubungan mahram, karena mereka seperti orang asing dalam kewajiban berhijab dari mereka berbeda dengan mahram." Penulis "al-'Udda" mendahulukan wanita-wanita kerabat daripada laki-laki asing, dan ini bertentangan dengan nash dan mazhab yang dikenal.
(Raudhatut Thalibin, jilid 1, halaman 249-250)
baca juga kajian tentang muslimah berikut :
- Darah Keguguran Sebelum Janin 40 Hari Apakah Dihukumi Nifas?
- Cadar Sunnah dan Cadar Fitnah
- Riwayat Sayidina Hasan Beristri Sangat Banyak
- Edukasi Mengenai Darah yang Keluar dari Wanita
- Kiat Dari Istri Shalihah Saat Suami Sedang Marah
Sumber FB Ustadz : Muhammad Salim Kholili