Di Balik Ayat Perintah Shalawat yang Sesuai Wazan Bahr Kamil.
Hingga saat ini, belum ada satupun ahli tafsir yang bisa menjelaskan semua makna yang ada pada tiap ayat Al-Quran. Mereka menafsirkan hanya sebatas pada kemampuan manusia, sedangkan Al-Quran berasal dari Tuhan, dan tidak ada yang mampu untuk mengeluarkan seluruh maknanya kecuali Dzat yang menurunkannya.
Misal dalam Ayat tentang perintah untuk membaca Shalawat. Makna ayat tersebut secara umum menjelaskan tingginya derajat Nabi Muhammad melebihi seluruh makluk yang pernah diciptakan oleh Tuhan secara mutlaq. Memberikan perintah untuk terus mengucapkan shalawat sebagai bentuk hormat kepada Nabi yang telah menyelamatkan manusia dari kegelapan kebodohan.
Untuk menjelaskan keumuman ayat ini, ada banyak ulama yang menuliskan kitab tentang shalawat dengan segala rahasianya. Memberikan gambaran berapa agungnya Sang Nabi. Misal ada kitab al-Qaul al-Badi' karya Al-Imam Al-Sakhawi, kitab al-Durr al-Mandhud karya Al-Faqih Ibnu Hajar Al-Haitami, kitab Jalau Al-Afham karya Ibnu Qayyim, dan masih banyak lagi.
Meskipun banyak sekali karya yang sudah ditulis untuk menjelaskan ayat tersebut, tetap saja, setiap kali para ulama ahli bashirah membaca ayat tersebut, selalu saja hadir makna yang baru yang belum pernah difahami oleh ulama sebelumnya. Allah memberikan kelebihan kepada siapapun yang Dia kehendaki.
Al-Imam Al-Mufassir Mahmud Abu Al-Tsana Al-Husaini Al-Alusi (w. 1270 H), yang dikenal sebagai Imam Al-Alusi penulis kitab Tafsir Ruh Al-Ma'ani, saat memberikan tafsiran kepada ayat:
صلوا عليه سلموا تسليما.
Beliau mengatakan:
رمز خفي فيما أرى الى مطلوبية تحسين الصلاة –عليه الصلاة والسلام– حيث أتى به كلاما يصلح أن يكون شطرا من البحر الكامل، فتدبره، فإني أظن أنه نفيس.
“Apa yang aku lihat (pada ayat itu) ada rumus yang sangat halus, mengarah kepada tuntutan untuk memperindah shalawat kepada Rasulullah; sebab ayat itu datang dengan kesesuaian pada penggalan Bahr Kamil (salah satu wazan syi'ir). Maka coba renungilah, karena aku kira ini sangat berharga.”
Iya. Al-Quran turun tidak mengikuti susastra manapun. Tidak berbentuk puisi, khitabah, mastal, tidak juga syiir. Namun, saat adanya kesesuaian dengan suatu irama, seolah di sana menyimpan suatu makna yang ingin diungkapkan.
Dalam potongan ayat perintah shalawat itu, ada kesesuaian dengan Bahr Kamil dengan wazan:
متفاعلن متفاعلن متفاعلن
صلوا عليه و سلموا تسليما
/*/*//* ///*//* /*/*/*
متْفاعلن متفاعلن متْفاعل
Taf'ilah pertama terjadi Idmar (mensukunkan huruf kedua yang berharakat) dan taf'ilah terakhir terjadi Idmar dan Qath (menghapus huruf yang sukun dari watad majmu' & mensukunkan huruf sebelumnya)
Untuk mengungkapkan makna-makna rahasia yang ada pada ayat itu atas keselarasannya dengan Bahr Kamil, maka setidaknya kita harus terlebih dahulu mengetahui sifat atau pengetahuan global seputar Bahr Kamil.
Bahr Kamil ini, penggunaan Darb (keadaan taf'ilah terakhir) yang paling banyak variasinya, karena ia ada 9 variasi. Berbeda dengan Bahr lain yang variasinya tidak sebanyak Kamil. Bahr Kamil juga digunakan pada semua tujuan kepenulisan syiir, seperti untuk memuji, meratapi, merayu, perang, dan tujuan yang lainnya. Oleh karenanya ia dinamakan dengan Kamil; bisa digunakan di segala lini tujuan. Bahr ini juga dinilai sebagai wazan yang mudah, mudah untuk menulis syiir, dan mudah untuk dibaca. Bahkan, kebiasaan para penyair, memulai menulis syiir ini dengan Bahr Kamil, agar karya-karya selanjutnya biar optimal. Satu lagi, para ulama membedakan antara lafadz Kamil dan lafadz Tamam: Kamil diartikan untuk kesempurnaan maknawi, dan Taman diartikan untuk kesempurnaan materialistik.
Dari sini Syekh 'Adil Mukhtar Al-Maghribi menarik banyak makna-makna yang tersembunyi setelah mendapatkan kata pengantar dari Syekh Al-Alusi bahwa ayat tersebut memiliki kesesuaian dengan Bahr Kamil.
Bahr Kamil terdapat 30 harakat. Satu bulan ada 30 hari. Ini memberikan isyarat, ayat itu memberikan perintah untuk bershalawat setiap hari.
Bahr Kamil bisa digunakan untuk semua tujuan syiir sebagaimana yang disebutkan. Begitu juga Rasulullah yang menjadi tempat berkeluh kesahnya umat beliau dengan segala tujuan mereka.
Bahr Kamil juga mudah dibuat dan mudah dibaca. Ini memberikan isyarat kepada sifat Rasulullah yang begitu senang dengan kemudahan. Bersifat lemah lembut dan ramah kepada sesama.
Bahr Kamil juga dijadikan sebagai wazan pertama yang digunakan oleh calon penyair agar karya selanjutnya menjadi syiir yang hebat dan maximal. Ini juga memberikan isyarat bagi murid yang ingin sampai kepada Allah, agar meniti jalannya pertama kali dengan jalan Rasulullah, dengan mengikuti ajarannya dan semua sunnahnya.
••
Fahrizal Fadil.
Kamis, 02 Juni 2022.
Sumber FB Ustadz : Fahrizal Fadil