Imam Jalaluddin Al-Mahalli.
• Namanya Abu Abdillah Muhammad bin Syihabuddin Ahmad bin Muhammad, lahir di Mahallah Kubra, salah satu kota yang terkenal di Negri Mesir di tahun 791 H. Hidup di bawah asuhan ayahnya yang juga salah satu ahli Fiqih Mazhab Syafi'i dan juga murid dari Sirajudin Al-Bulqini, hafal kitab Tanbih dan berpenghasilan dari menjual gandum.
• Belajar dari banyak ulama, di antara mereka yang tersohor: Sirajuddin Umar bin Al-Mulaqqin (w. 804 H), Sirajuddin 'Umar Al-Bulqini (w. 805 H), Kamaluddin Al-Damiri (w. 808 H), Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-'Asqalani (w. 826 H), dan Abu Zur'ah Waliyuddin Al-'Iraqi (w. 826 H), dan Ulama yang lain.
• Pernah memimpin bangku Masyaikhah Mazhab Syafi'i di Madrasah Burquq, pernah juga memimpin Masyaikhah Muayyidiyah setelah wafatnya pemimpin sebelumnya, yaitu Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-'Asqalani. Ia pernah ditawari untuk menjadi Qadhi, namun ia tolak dengan menjawab: “Aku tidak mampu untuk menanggung panasnya api neraka”.
• Muridnya Al-Mahalli, Al-Hafidz Al-Sakhawi, menanggap Imam Mahalli sebagai salah satu dari Wali nan Shalih. Ia merupakan hujjah dalam kecerdasan dan pemahaman. Maka tak lagi heran jika ulama yang hidup semasanya mengatakan saat ingin menggambarkan betapa tajamnya beliau: “Pikirannya Imam Mahalli dapat melobangi intan permata”. Bahkan Imam Mahalli juga pernah berkata tentang dirinya: “Pemahamanku tidak pernah salah”.
• Imam Al-Sakhawi menilai Imam Mahalli sebagai Imam 'Allamah yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (mufrith adz-dzaka), ia mengatakan juga: “Berkumpul pada diri Imam Mahalli keilmuan yang luas dan pangkat derajat Wali dan Quthub”. (Lihat kitab Al-Dhau Al-Lami', 7/39).
• Imam Sya'rani bercerita tentang sosok Imam Mahalli ini dalam kitab Al-'Uhud Al-Muhammadiyah:
Imam Mahalli ini senang untuk berkhidmat kepada orang-orang sepuh, membantu mereka untuk membeli kebutuhannya di pasar, dan bahkan suatu waktu ada yang meminta pertolongannya saat pengajian sedang berlangsung, Imam Mahalli tidak segan untuk berdiri, meninggalkan pengajian, dan memenuhi hajat orang yang meminta tersebut.
Di waktu yang lain kejadian itu terulang kembali. Ada seorang nenek yang meminta bantuannya membelikan minyak di pasar. Imam Mahalli bangun dari pengajian dan menunaikan apa yang diminta. Saat ditanya: “Mengapa engkau meninggalkan pengajian hanya karena permintaan nenek itu?”, Imam Mahalli menjawab:
المدار على إدخال السرور، والمحتاج يحصل له بقضاء حاجته من السرور أكثر مما يحصل لكما بتعليمكما العلم.
“Fokusku adalah memasukkan rasa senang kepada hati orang, dan orang yang sedang butuh sesuatu, dengan dipenuhi kebutuhannya, akan mendapatkan kesenangan yang lebih banyak dari pada rasa senang yang diperoleh oleh kalian saat aku mengajar kalian”.
• Seorang murid Imam Mahalli yang bernama Syaikh Jalaluddin Bazdadar Al-Jawali pernah melihat Imam Mahalli sedang membuat roti untuk seorang nenek. Aku pun bertanya kepadanya tentang apa yang ia lakukan. Imam Mahalli menjawab: “Aku sudah banyak menghabiskan umurku untuk ilmu, dan petakanya di sana sangatlah banyak. Tidaklah pernah dilihat dari seorang ulama setelah ia wafat dan kemudian ia mengatakan: aku diampuni oleh Allah karena ilmu, kecuali sangatlah sedikit. Beda dengan menunaikan kebutuhan orang seperti ini, kemungkinan untuk diampuni oleh Allah lebih besar.”
• Imam Sya'rani juga bercerita bahwa Imam Mahalli membuka tokonya sepagi mungkin dan kemudian menjual produk kainnya. Ia mengatakan: “aku sengaja membuka toko sepagi mungkin untuk mendapatkan keberkahan doanya Nabi bagi orang yang bersegera untuk mencari rizkinya, dan doanya Nabi tidak akan tertolak”. Imam Mahalli terus berdagang hingga menjelang siang, dan kemudian ia menutup tokonya dan memulai untuk mengajar dan membacakan kitab untuk murid-muridnya di berbagai Madrasah.
• Syaikh Nuruddin Abul Hasan Al-Samhudi pernah merasakan karamahnya Imam Mahalli. Ia pernah mengunjungi rumah beliau, saat mengetuk pintu, Imam Mahalli berkata dari dalam: “masuklah!”, saat ia masuk, ia melihat Imam Mahalli berada ditempat yang tidak mungkin bisa mengetahui kedatangan orang. Ia juga setiap kali keluar Kairo, selalu berpamitan kepada Imam Mahalli, dan Imam tidak pernah menangis. Hingga pada tahun 863 H, ia berpamitan lagi, dan Imam Mahalli menangis. Dan tangisan tersebut ternyata tanda bahwa saat Syaikh Nuruddin pulang, Imam Mahalli sudah wafat.
• Fakta menarik yang dikisahkan oleh Al-Sakhawi, saat Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-'Asqalani wafat, Imam Mahalli mengumpulkan sekelompok orang di rumahnya, lalu mereka semua mengkhatamkan Al-Qur'an, dan menghadiahkan pahalanya untuk Al-Hafidz Ibnu Hajar yang merupakan Gurunya!. (Lihat kitab Al-Jawahir wa Al-Durar, 3/1196).
• Imam Mahalli terkena penyakit diare pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 863 H, dan sakitnya menjadi parah hingga ia wafat pada hari Sabtu awal bulan Muharram tahun 864 H, di umur 71 tahun. Rahimahullah ta'ala.
•••
Fahrizal Fadil.
Selasa, 30 April 2024.
Sumber FB Ustadz : Fahrizal Fadil