Fiqih Zakat Modern
Saya paling grogi kalau diminta menyampaikan kajian fiqih Zakat. Sebab beda pengundang beda ekspektasinya terhadap fiqih Zakat.
Kalau yang mengundang dari kalangan lembaga Amil Zakat, biasanya inginnya ceramah saya ke arah satu fokus, yaitu harta apapun bisa kena zakat.
Gaji bulanan kena zakat. Rumah, mobil, motor, tanah bahkan hadiah serta THR pun kena zakat. Lama-lama jatah terima zakat pun kena zakat lagi.
Targetnya jelas, biar setoran zakat bisa memenuhi target. Sebab amil-amil zakat itu sudah mirip kantor pajak, dikasih target pemasukan zakat sekian-sekian, kalau tidak nanti ada resikonya.
Masuk Ramadhan, inilah bulan panen mereka. Keluar spanduk : Bulan Ramadhan Waktunya Bayar Zakat.
* * *
Padahal waktu kuliah dulu, saya tidak hanya belajar Mazhab Syafi'i saja, tiga Mazhab lain pun dibedah juga. Lengkap empat Mazhab membongkar fiqih Zakat dalam satu semester.
Belum pernah ketemu zakat-zakat yang kekinian. Semua mengacu kepada prinsip bahwa bila harta belum memenuhi nishab dan haul, memang tidak wajib zakat.
Punya simpanan emas kurang dari 85 gram, jelas tidak wajib berzakat. Dasarnya karena belum sampai nishabnya.
Anggaplah punya emas 100 gram, tapi belum genap setahun masa kepemilikan, belum kena zakat juga. Istilahnya belum tercapai haulnya.
Jadi tidak ada kewajiban zakat sebelum nishab dan haulnya terpenuhi. Begitulah fiqih Zakat Klasik versi empat Mazhab.
* * *
Kalau tiba-tiba apa yang sudah 14 abad berjalan di empat Mazhab itu mau diubah-ubah, saya jadi bingung.
Bukan apa-apa, sebab mereka yang berusaha mengubahnya pun ternyata tidak kompak. Berubah sih iya, tapi ternyata 'aturannya' tidak sama.
Tiap-tiap lembaga Amil Zakat rupanya punya versi yang berbeda-beda. Ada yang masih pakai nishab dan ada yang masa bodo amat. Tercapai nishab atau tidak tecapai, pokoknya kudu zakat.
Yang pakai nishab pun beda-beda pula cara mensiasatinya. Emas 85 gram itu dikonversi jadi uang 85 juta, lalu dibagi 12 bulan. Hasilnya sekitar 7 jutaan. Maka siapa saja yang gajinya lebih dari 7 juta sebulan, maka dia 'dianggap' punya emas 85 gram.
Padahal tidak punya emas, tapi hanya dianggap bisa beli emas. Anggapan ini unik, karena kalau pun dia beli emas, maka dia tidak makan selama setahun. Sebab semua gajinya untuk beli emas.
Dan mana ada beli emas ngutang dicicil tiap bulan 7 juta? Biasanya toko emas baru mau lepas emasnya seberat 85 gram kalau uangnya sudah ada 85 juta.
Tidak kurang akal, ada juga yang pindah Qiyas ke nishab zakat tanaman, karena lebih kecil nilainya. Hanya 5 wasaq beras. Dan 5 wasaq itu setara dengan 60 sha'. Jadi nishabnya 5x60 sha' = 300 sha'.
Ketika dikonversi ke skala modern, hasilnya banyak versi. Ada yang bilang 750 kg, 520 kg, 653 kg dan lainnya. Anggaplah kita pakai versi paling atas, maka nishabnya tetap lebih rendah dari nishab emas perak.
* * *
Maka kajian tentang fiqih Zakat memang jadi tantangan tersendiri. Sebab beda lembaga Amil Zakat, beda aturan perhitungannya.
Namun kalau mau merunut ke sumber pertama, umumnya banyak yang menyebut disertasi Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang berjudul : Fiqih Zakat.
Hanya saja banyak yang kemudian melakukan improvisasi lagi. Hasilnya memang beda-beda.
Disitulah tantangannya. Bagaimana menjelaskan perbandingan fiqih Zakat versi lembaga A, B, C, D, E, F, G dan seterusnya.
baca juga : Fi Sabilillah dan Perdebatan Ulama
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
Lembaga Zakat yang meminta uang dari kaum muslimin awam atas nama zakat padahal secara fikih bukan termasuk harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (belum memenuhi syarat wajib), maka uang itu adalah uang haram hasil penipuan.
"Muzakki" yang memberikan uang tersebut mendapat pahala sedekah (bukan zakat). Lembaga yang meminta dan menggunakannya mendapat dosa menipu orang dan memakan harta haram. Fakir miskin penerima yang tidak tahu apa-apa, tidak mendapat dosa.
Contoh penarikan uang haram atas nama zakat ini dapat dilihat dari status ustadz Ahmad Sarwat berikut.
by Ustadz : Abdul Wahab Ahmad