Ulama Syiah Mengakui Keberadaan Ibnu Saba’
Pada masa khilafah Sayidina Utsman, terjadi beberapa fitnah yang menimpa kaum Muslimin. Fitnah tersebut bermuara dari musuh-musuh Islam. Mereka berupaya menyebarkan fitnah di kalangan orang Islam, tidak lain karena mereka ingin membalas dendam yang telah begitu lama mengakar dalam hati mereka. Setelah begitu lama mereka menyimpan dendam tersebut, pada akhirnya, muncullah seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba’ atau biasa dipanggil Ibnu Saba’ yang mengklaim dirinya masuk Islam pada masa Sayidina Utsman dengan membawa ajaran Yahudinya ke dalam agama Islam. Sehingga, lahirlah sekte Syiah yang sarat akan ajaran Yahudi di dalamnya. Di antara ajaran sesatnya adalah, bahwa setiap nabi itu pasti memiliki washî (penerima wasiat), sedangkan washînya Nabi Muhammad adalah Sayidina Ali.
Komentar Ulama Syiah Kontemporer
Banyak ulama Syiah kontemporer yang mengingkari akan keberadaan Ibnu Saba’. Contohnya, Sayid Murtadha al-‘Askari, seorang penulis dan peneliti sejarah Syiah (w. 16 September 2007). Di dalam kitabnya yang berjudul Abdullâh bin Saba’ wa Asâthîru Ukhrâ menjelaskan bahwa Ibnu Saba’ itu tidak ada. Cerita tentang Ibnu Saba’ hanyalah cerita fiktif semata yang didongengkan oleh seseorang yang bernama Saif bin Umar at-Tamimi (w. Abad ke 2 hijriyah).[1]
Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan Muhammad Husain Ali Kasyif al-Ghitha’, dalam kitabnya, Ashlusy-Syi‘ah wa Ushuluha:
إنّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَبَأٍ وَمَجْنُونَ بَنِي عَامِرٍ وَابَا هِلَالٍ وَأَمْثَالَ هَؤُلَاءِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الْأَبْطَالِ كُلِّهَا احَادِيثُ خُرَافَةٌ وَضَعَهَا الْقَصَّاصُونَ وَأَرْبَابُ السُّمَرِ وَالْمَجْنُونِ
Sesungguhnya Abdullah bin Saba’, Majnun Bani Amir, Aba Hilal dan tokoh-tokoh seperti mereka atau para pahlawan, semuanya (bersumber dari) hadis khurafat (dongeng) yang dibuat oleh orang-orang yang suka berdongeng, suka cerita bercanda dan juga orang gila.[2]
Muhammad Jawwad Mughniyah, seorang penulis Syiah kontemporer, mengatakan bahwa kelompok Syiah muncul karena Nabi Muhammad sendiri yang menggagasnya, bukan Ibnu Saba’:
انَّ النَّبِيَّ هُوَ الَّذِي بَعَثَ عَقِيدَةَ التَّشَيُّعِ وَأوْجَدهَا ، وَدَعَا الَى حُبِّ عَلِيٍّ وَوَلَائِهِ ، وَاوَّلُ مَنْ أطْلَقَ لَفْظَ الشِّيعَةِ عَلَى اتِّبَاعِهِ وَمُرِيدِهِ ، وَلَوْلَاهُ لَمْ يَكُنْ لِلشِّيعَةِ وَالتَّشَيُّعِ عَيْنٌ وَلَا أَثَرٌ
Sesungguhnya Nabi-lah yang menggagas dan memunculkan akidah Syiah. Beliau mengajak untuk mencintai Ali. Beliau juga orang pertama yang menyematkan nama Syiah kepada para pengikut Ali. Andaikan bukan karena Nabi, niscaya Syiah tidak akan muncul dan berbekas.[3]
Pada intinya, Syiah kontemporer meragukan keberadaan Ibnu Saba’ sekaligus menyatakan ia sebagai tokoh fiktif belaka. Berbeda dengan mereka, keyakinan Syiah klasik justru bertolak belakang dengan keyakinan Syiah kontemporer. Justru, para pemuka Syiah klasik, seperti Hasan bin Musa an-Nubakhti, ath-Thusi dan Sa‘ad al-Qummi menetapkan keberadaan Ibnu Saba’ di dalam kitab mereka masing-masing.
Pendapat Tokoh-tokoh Syiah Klasik
Di dalam kitab Firaq asy-Syi‘ah,an-Nubakhti menyebutkan:
فَلَمَّا قُتِلَ عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلَامُ افْتَرَقَتِ الَّتِي ثَبَتَتْ عَلَى إِمَامَتِهِ وَأَنَّهَا فَرْضٌ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولِهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَصَارُوا فِرَقًا ثَلَاثَةً : « فِرْقَةٌ » مِنْهُمْ قَالَتْ أَنَّ عَلِيًّا لَمْ يُقْتَلْ وَلَمْ يَمُتْ وَلَا يُقْتَلُ وَلَا يَمُوتُ حَتَّى يَسُوقَ الْعَرَبَ بِعَصَاهُ وَيَمْلَأُ الْأَرْضَ عَدْلًا وَقِسْطًا كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجُوْرًا وَهِيَ اَوَّلُ فِرْقَةٍ قَالَتْ فِي الِاسْلَامِ بِالْوَقْفِ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَ اَوَّلُ مَنْ قَالَ مِنْهَا بِالْغُلُوِّ وَهَذِهِ الْفِرْقَةُ تُسَمَّى « السَّبَإِيَّةَ » أَصْحَابَ « عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبَأٍ » وَكَانَ مِمَّنْ أَظْهَرَ الطَّعْنَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَالصَّحَابَةِ وَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ وَقَالَ إِنَّ عَلِيًّا عَلَيْهِ السَّلَامُ أَمَرَهُ بِذَلِكَ فَأَخَذَهُ عَلِيٌّ فَسَأَلَهُ عَنْ قَوْلِهِ هَذَا فَاَقَّرَ بِهِ فَأَمَرَ بِقَتْلِهِ .
Ketika Ali terbunuh, orang yang mendirikan Imamahnya berpisah. Imamah itu adalah kewajiban dari Tuhan Yang Maha Esa dan Rasul-Nya. Mereka terbagi menjadi tiga sekte. Di antaranya adalah sekelompok yang mengatakan bahwa Ali tidak terbunuh, juga tidak mati, sampai dia memimpin orang-orang Arab dengan tongkatnya, dan akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kesamarataan sebagaimana sekarang dipenuhi dengan ketidakadilan dan penindasan. Sekte ini adalah sekte pertama dalam Islam yang mengatakan wakaf setelah Nabi ﷺ dari umat ini, dan sekte pertama yang mengatakan ekstremisme. Sekte ini disebut “Sabaiyyah,” sahabat dari “Abdullah bin Saba’.” Abdullah bin Saba’ merupakan salah satu orang yang memfitnah Abu Bakar, Umar, Utsman dan para Sahabat. Dia mengingkari mereka. Lalu dia berkata bahwa Ali-lah yang memerintahkannya hal itu. Sehingga, Ali pun menangkap dan bertanya kepadanya tentang apa yang telah ia katakan. Ia pun mengakui apa yang telah ia katakan. Akhirnya, Ali memerintahkan agar dia dibunuh.[4]
Begitu juga ath-Thusi di dalam kitabnya, Ikhtiyâru Ma‘rifatir-Rijâl, salah satu dari empat kitab rijal yang muktabar di kalangan Syiah, mencantumkan banyak riwayat tentang Ibnu Saba’. Di antaranya riwayat dari salah satu imam mereka, Imam Abu Jafar berikut:
عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ انَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَبَأٍ كَانَ يَدَّعِى النُّبُوَّةَ وَيَزْعُمُ أَنَّ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَيْهِ السَّلَامُ هُوَ اللَّهُ ( تَعَالَى عَنْ ذَلِكَ ) .فَبَلَغَ ذَلِكَ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَيْهِ السَّلَامُ فَدَعَاهُ وَسَأَلَهُ ؟ فَأَقَرَّ بِذَلِكَ وَقَالَ نَعَمْ أَنْتَ هُوَ ، وَقَدْ كَانَ أُلْقِيَ فِي رَوْعِي أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ وَأَنِّي نَبِيٌّ . فَقَالَ لَهُ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : وَيْلَكَ قَدْ سَخِرَ مِنْكَ الشَّيْطَانُ فَارْجِعْ عَنْ هَذَا ثَكِلَتْك أُمُّك وَتُبْ ، فَأَبَى فَحَبَسَهُ أَيَّامٌ فَلَمْ يَتُبْ ، فَأَحْرَقَهُ بِالنَّارِ وَقَالَ : انَّ الشَّيْطَانُ اسْتَهْوَاهُ ، فَكَانَ يَأْتِيهِ وَيَلْقَى فِي رَوْعِهِ ذَلِكَ .
Diriwayatkan dari Abi Jafar, bahwa Abdullah bin Saba’ mengaku sebagai nabi dan mengklaim bahwa Amirul Mukminin (Ali) adalah Tuhan. Kabar itu sampai kepada Amirul Mukminin. Beliau pun memanggilnya dan bertanya padanya (tentang kabar itu)? Dia mengakuinya dan berkata, “Ya, memang begitu. Terpikir dalam pikiran saya bahwa Anda adalah tuhan dan saya adalah seorang nabi.” Amirul Mukminin berkata kepadanya, “Celakalah kamu! Setan telah mengolok-olokmu, jadi berpalinglah dari ini. Ibumu telah kehilanganmu dan bertobatlah. Dia menolaknya. Beliau memenjarakannya selama berhari-hari namun tidak bertobat. Akhirnya, beliau membakarnya dengan api dan berkata, “Setan telah menggodanya, dan mendatanginya, lalu melemparkan hal itu ke dalam pikirannya.”[5]
Sa‘ad al-Qummi, tokoh tsiqah di kalangan Syiah, juga mencantumkan riwayat hidup Ibnu Saba’ di dalam kitabnya yang berjudul al-Maqâlât wal-Firaq:
وَحَكَى جَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ : انَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَبَأٍ كَانَ يَهُودِيًّا فَاسْلَمَ وَوَالَى عَلِيًّا ، وَكَانَ يَقُولُ وَهُوَ عَلَى يَهُودِيَّتِهِ فِي يُوشَعَ بْنِ نُونٍ وَصِىُّ مُوسَى بِهَذِهِ الْمَقَالَةِ ، فَقَالَ فِي اسْلَامِهِ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ فِي عَلِيٍّ بِمِثْلِ ذَلِكَ ، وَهُوَ اوَّلُ مَنْ شَهِدَ بِالْقَوْلِ بِفَرْضِ إِمَامَةِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ .
Sekelompok ahli ilmu meriwayatkan: Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi. Lalu dia masuk Islam dan menunjuk Ali sebagai penguasa. Di saat Yahudi, ia mengatakan bahwa Yusya bin Nun adalah washînya Nabi Musa. Kemudian, saat ia masuk Islam, setelah Nabi Muhammad wafat, ia juga mengatakan demikian, bahwa Ali adalah washînya Nabi Muhammad. Dia adalah orang pertama yang bersaksi dengan mengatakan kewajiban imâmahbagi Ali bin Abi Thalib.[6]
Dari beberapa pemaparan para tokoh Syiah di atas, kiranya cukup untuk mematahkan klaim Syiah bahwa Ibnu Saba’ hanyalah tokoh fiktif belaka. Agak-agaknya, dalam permasalahan ini, Syiah kontemporer berusaha untuk menutup-nutupi keberadaan Ibnu Saba’. Mereka tidak terima jika ajaran mereka dituduh sebagai buah dari pemikiran seorang Yahudi. Akhirnya, mereka pun mendistorsi fakta yang ada dan memunculkan pernyataan bahwa Nabi Muhammad-lah yang menjadi peletak ‘batu pertama’ bagi ajaran mereka.
Okelah, kita terima klaim mereka yang mengatakan, “Andaikan bukan karena Nabi, niscaya Syiah tidak akan muncul dan berbekas.” Akan tetapi, terdapat keganjilan jika tidak terima klaim tersebut secara cuma-cuma. Coba kita pikirkan, pernahkah kita menemukan keterangan bahwa ada sahabat yang meyakini konsep-konsep dalam Syiah, seperti bada’, raj‘ah dan kemaksuman Sayidina Ali? Tentu tidak. Kenapa mereka tidak mengangkat Sayidina Ali saja sebagai khalifah? Dan Kenapa mereka tidak mengindahkan ajaran yang telah digagas oleh Nabi?
Mohammad Ishaqi al-Ayyubi | Annajahsidogiri.id
[1] Sayid Murtadha al-‘Askari, Abdullâh bin Saba’ wa Asâthîru Ukhrâ, juz 1 hlm. 11-12.
[2] Muhammad Husain Ali Kasyif al-Ghitha’, Ashlusy-Syî‘ah wa Ushûluha, hlm. 116.
[3] Muhammad Jawwad Mughniyah, Asy-Syî‘ah fil-Mîzan, hlm. 17.
[4] An-Nubakhti, Firaqusy-Syî‘ah, hlm. 21.
[5] Ath-Thusi, Ikhtiyâru Ma‘rifatir-Rijâl, juz 1 hlm. 323.
[6] Sa‘ad al-Qummi, al-Maqâlât wal-Firaq, hlm. 20.
***
#Sidogiri #AnnajahCenterSidogiri #KajianIslam
baca juga kajian tentang ulama berikut :
- Tafwid Ulama Salaf Disesatkan oleh Orang di Abad Ke-8
- Antara Ulama dan Keluarga Nabi
- Kemuliaan Nasab atau Kemuliaan Ilmu?
- Hadits vs Ulama Dalam Masalah Kirim Pahala Kepada Mayit
- Pak Haji vs Ulama
Sumber FB : Annajah Center Sidogiri