Ini adalah gambaran tuhan yang disembah oleh kaum Mujassimah, yaitu seorang lelaki muda duduk bersemayam di atas Arasy. Di bawah Arasy ada langit, bumi, matahari dan bintang-bintang. Arasy itu dipikul oleh empat malaikat dengan bentuk yang berbeda-beda:
1. Seorang lelaki (kanan atas)
2. Seekor elang (kiri atas)
3. Seekor singa (kanan bawah)
4. Seekor lembu/sapi (kiri bawah)
Dari mana informasi ini didapat?
Jawabannya: dari Ahlul Kitab alias Yahudi dan Nasrani. (Cek: https://glorian.org/learn/courses-and-lectures/kabbalah-of-genesis/paradise-lost-part-2)
Sayangnya, akidah Tajsim ini telah disusupkan ke dalam sebagian kitab umat Islam sehingga mereka tidak sadar bahwa sumbernya berasal dari riwayat Isroiliyat.
Tapi alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kesesatan ini melalui para ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang memiliki pemahaman yang lurus (nuzzhor) di samping hafalan yang kuat (huffazh). Salah satunya adalah Imam Baihaqi (w.458H) semoga Allah merahmatinya. Dalam kitabnya yang fenomenal berjudul Al Asma was Shifat beliau menukil sebuah riwayat:
إِنَّهُ رَآهُ فِي رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ، دُونَهُ فِرَاشٌ مِنْ ذَهَبٍ عَلَى كُرْسِيٍّ مِنْ ذَهَبٍ، يَحْمِلُهُ أَرْبَعَةٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ: مَلَكٌ فِي صُورَةِ رَجُلٍ، وَمَلَكٌ فِي صُورَةِ ثَوْرٍ، وَمَلَكٌ فِي صُورَةِ نَسْرٍ، وَمَلَكٌ فِي صُورَةِ أَسَدٍ
“Ibnu Abbas berkata: Sesungguhnya beliau (Rasulullah) melihatNya (melihat Allah) di sebuah kebun hijau, di bawahnya ada kasur terbuat dari emas di atas kursi terbuat dari emas yang dipikul oleh empat malaikat:
1. Seorang malaikat dalam bentuk lelaki (pemuda)
2. Seorang malaikat dalam bentuk lembu/sapi
3. Seorang malaikat dalam bentuk elang
4. Seorang malaikat dalam bentuk singa”
Kemudian Imam Baihaqi mengomentari riwayat di atas:
قُلْتُ فَهَذَا حَدِيثٌ تَفَرَّدَ بِهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ يَسَارٍ، وَقَدْ مَضَى الْكَلَامُ فِي ضَعْفِ مَا يَرْوِيهِ إِذَا لَمْ يُبَيِّنْ سَمَاعَهُ فِيهِ، وَفِي هَذِهِ الرِّوَايَةِ انْقِطَاعٌ بَيْنَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَبَيْنَ الرَّاوِي عَنْهُ، وَلَيْسَ شَيْءٌ مِنْ هَذِهِ الْأَلْفَاظِ فِي الرِّوَايَاتِ الصَّحِيحَةِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، وَرُوِيَ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ ضَعِيفٍ
“Komentar saya (Imam Baihaqi), ini adalah hadis yang diriwayatkan secara sendirian oleh Muhammad bin Ishaq bin Yasar. Telah berlalu penjelasan tentang kelemahan apa yang ia riwayatkan jika ia tidak menjelaskan bahwa ia mendengar langsung. Di dalan riwayat ini juga ada keterputusan sanad antara Ibnu Abbas dan orang yang meriwayatkan dari beliau. Tidak ada satu pun riwayat-riwayat sahih dari Ibnu Abbas yang memuat lafal-lafal seperti ini. Ada juga riwayat lain tapi dhaif (lemah).” (Al Asma was Shifat, Imam Baihaqi, 2/361)
Rupanya sumber kesesatan ini dari perawi bernama Muhammad bin Ishaq bin Yasar. Imam Baihaqi menjelaskan tentang perawi ini:
وَصَاحِبَا الصَّحِيحِ لَمْ يَحْتَجَّا بِهِ، إِنَّمَا اسْتَشْهَدَ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ بِمُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ فِي أَحَادِيثَ مَعْدُودَةٍ، أَظُنُّهُنَّ خَمْسَةً قَدْ رَوَاهُنَّ غَيْرُهُ، وَذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ فِي الشَّوَاهِدِ ذِكْرًا مِنْ غَيْرِ رِوَايَةٍ، وَكَانَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ لَا يَرْضَاهُ، وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ لَا يَرْوِي عَنْهُ، وَيَحْيَى بْنُ مَعِينٍ يَقُولُ: لَيْسَ هُوَ بِحُجَّةٍ، وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ يَقُولُ: يُكْتَبُ عَنْهُ هَذِهِ الْأَحَادِيثُ ـ يَعْنِي الْمَغَازِي وَنَحْوَهَا ـ فَإِذَا جَاءَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ أَرَدْنَا قَوْمًا هَكَذَا ـ يُرِيدُ أَقْوَى مِنْهُ ـ فَإِذَا كَانَ لَا يُحْتَجُّ بِهِ فِي الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ فَأَوْلَى أَنْ لَا يُحْتَجَّ بِهِ في صِفَاتِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، وَإِنَّمَا نَقَمُوا عَلَيْهِ فِي رِوَايَتِهِ عَنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، ثُمَّ عَنْ ضُعَفَاءِ النَّاسِ وَتَدْلِيسِهِ أَسَامِيَهُمْ، فَإِذَا رَوَى عَنْ ثِقَةٍ وَبَيَّنَ سَمَاعَهُ مِنْهُمْ فَجَمَاعَةٌ مِنَ الْأَئِمَّةِ لَمْ يَرَوْا به بَأْسًا، وَهُوَ إِنَّمَا رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ عُتْبَةَ، وَبَعْضُهُمْ يَقُولُ عَنْهُ وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرٍ، وَلَمْ يُبَيِّنْ سَمَاعَهُ مِنْهُمَا
“Penulis Shahihain (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak berhujjah dengannya.
Imam Muslim hanya menjadikan Muhammad bin Ishaq sebagai penguat pada beberapa hadis yang sangat terbatas, seingat saya lima hadis, itu pun telah diriwayatkan oleh orang lain.
Imam Bukhari hanya menyebutnya sebagai penguat tanpa meriwayatkan apapun darinya.
Imam Malik bin Anas tidak meridhoi perawi tersebut.
Imam Yahya bin Said Al Qotthon tidak meriwayatkan darinya.
Imam Yahya bin Main berkata: dia bukan hujjah.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: yang boleh ditulis darinya hanyalah hadis-hadis semacam kisah peperangan dan semisalnya. Kalau sudah menyangkut halal atau haram, kita butuh perawi yang lebih kuat darinya.
Jika tidak dipakai untuk urusan halal-haram, maka lebih layak lagi tidak dipakai untuk urusan sifat-sifat Allah SWT. Para ulama menjauhinya hanya karena dia gemar meriwayatkan dari Ahlul Kitab, kemudian meriwayatkan dari para perawi lemah (dhaif) dan dia menyamarkan nama-nama mereka. Tapi kalau dia meriwayatkan dari orang-orang terpercaya dan menjelaskan bahwa ia mendengarnya langsung dari mereka, maka beberapa imam tidak mempermasalahkannya.” (Al Asma was Shifat, Imam Baihaqi, 2/317)
Analisis Imam Baihaqi tepat. Ternyata Muhammad bin Ishaq bin Yasar memang gemar mengambil cerita-cerita dari Ahlul Kitab. Berdasarkan pengakuannya sendiri ia pernah mengatakan:
فَكَانَ مِمَّا وَصَفَهُمْ بِهِ أَهْلُ الْكِتَابِ الْأَوَّلِ صِفَةٌ لَمْ نُنْكِرْهَا
“Di antara sifat-sifat malaikat yang diceritakan oleh Ahlul Kitab terdahulu ada sebuah sifat yang tidak kami ingkari.” Kemudian ia bercerita seperti kisah di atas. (Al Azhomah, Abu Asy Syaikh Al Ashbahani, 2/468)
Apakah Yahudi berakidah Tajsim?
Jawabannya: ya.
Imam Qurthubi berkata:
قَوْلُهُ إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ هَذَا كُلُّهُ قَوْلُ الْيَهُودِيِّ وَهُمْ يَعْتَقِدُونَ التَّجْسِيمَ وَأَنَّ اللَّهَ شَخْصٌ ذُو جَوَارِحَ كَمَا يَعْتَقِدُهُ غُلَاةُ الْمُشَبِّهَةِ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ
“Kalimat ‘Sesungguhnya Allah memegang… dst’ ini semua adalah ucapan si Yahudi. Mereka memang berakidah Tajsim dan meyakini bahwa Allah merupakan sosok tubuh yang punya organ-organ sebagaimana akidah Musyabbihah dari umat ini (umat Islam).” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 13/398)
Semoga Allah menjauhkan kita dari kesesatan akidah. Amin.
Sumber FB Ustadz : Danang Kuncoro Wicaksono