𝗕𝗢𝗟𝗘𝗛𝗞𝗔𝗛 𝗠𝗨𝗔𝗗𝗭𝗜𝗡 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗔𝗠𝗕𝗜𝗟 𝗨𝗣𝗔𝗛 ?
𝘈𝘧𝘸𝘢𝘯 𝘬𝘪𝘺𝘢𝘪, 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘶𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘢𝘥𝘻𝘩𝘢𝘣 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘶𝘱𝘢𝘩 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶𝘢𝘥𝘻𝘪𝘯, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘐𝘴𝘭𝘢𝘮 ? 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘰𝘲 𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘯𝘺𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘣𝘢𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘺𝘢𝘳.
𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
Pada prinsipnya, ibadah itu hanya dibolehkan mengharap pahala dan karunia dari Allah ta’ala semata, tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dari makhluk berupa pujian, sanjungan, bantuan dan termasuk bayaran. Tentu hal ini sudah sangat ma’fum adanya. Allah ta’ala berfirman :
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama...” (QS. Al Bayinah : 5)
Disebutkan dalam al Mausu’ah Fiqhiyyah :
وَالأَصْلُ أَنَّ كُلَّ طَاعَةٍ يَخْتَصُّ بِهَا الْمُسْلِمُ لا يَجُوزُ الاسْتِئْجَارُ عَلَيْهَا
“Pada dasarnya setiap ketaatan yang secara khusus harus dilakukan oleh seorang muslim tidak boleh digunakan untuk sarana mencari upah.”
Namun yang juga menjadi bahan pertimbangan adalah bahwa ada sisi-sisi ibadah khususnya yang dilakukan secara bersama oleh kaum muslimin yang harus dijalankan secara rutin dan profesional. Ia membutuhkan adanya orang yang bisa focus memberikan pengaturan dan pelayanan.
Yang mana, hal itu akan sangat sulit terwujud bila hanya mengandalkan “orang-orang yang ikhlas” untuk mau mengerjakannya secara baik dan ada pertanggung jawabannya. Apa lagi di zaman dan kehidupan yang mana nilai-nilai agama di sisihkan seperti hari ini.
Di daerah perkotaan khususnya, akan sangat sulit mendapati mereka yang mau suka rela mengurus agama tanpa adanya kompensasi apapun. Termasuk diantanya adalah yang bersedia mengumandangkan adzan di setiap waktu shalat.
Pertimbangan selanjutnya adalah : Benar bahwa ibadah itu adalah sarana untuk menggapai ridha Allah, namun dalam ibadah itu sendiri ada sisi-sisi lain yang beririsan dengan urusan duniawi.
Nyaris tidak ada ibadah khususnya yang berkaitan dengan orang banyak yang murni tanpa ada sisi duniawiyahnya. Dan ternyata dalam syariah ada yang dibolehkan untuk diambil upah atau bayarannya.
Contohnya sangat banyak, seperti dalam ibadah Qurban, jelas itu adalah ibadah yang tidak boleh ada unsur selain mencari ridha Allah, namun dalam Qurban ternyata dibolehkan bagi tukang jagalnya untuk mengambil upah dari pekerjaannya menyembelih hewan.
Demikian juga dengan mengajarkan agama, hal ini jelaslah bentuk ibadah yang juga seharusnya digunakan untuk meraih ridha Allah ta’ala semata, namun di dalamnya ternyata juga ada kebolehan bagi guru untuk mengambil upah atas lelahnya ia mengajarkan ilmu agama kepada murid-muridnya.
Maka demikian juga kasusnya dengan para muadzin. Mereka ternyata bukan hanya bertugas mengumandangkan adzan, ada sisi lain yang juga dikerjakan oleh muadzin dalam tugasnya.
Seperti kesiap-siagaannya menjaga waktu shalat misalnya, yang mana sebagian ulama mengatakan itu seperti tugas berjaga-jaga yang boleh untuk diberi upah.
Pertimbangan-pertimbangan di atas lah yang kemudian memunculkan perbedaan pendapat di kalangan ahli ilmu tentang boleh tidaknya muadzin untuk mendapatkan upah. Ada yang membolehkan, namun ada yang tidak membolehkan.
Bagaimana penjelasannya ? Nantikan bahasannya sesaat lagi insyaallah....
_________
1. Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (1/91)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq