IBN TAIMIYAH DAN CELAANNYA KEPADA ULAMA'
Imam Ibn Taimiyah rahimahullah adalah adalah "sumber" akidah (mayoritas) Wahabi yang sesungguhnya. Mengapa Wahabi sering menyebut dirinya pengikut salaf? Tiada lain karena Ibn Taimiyah sering menyebut bahwa yang ia fahami adalah akidahnya salaf. Wahabi memang begitu mengaguminya, sehingga apapun yang dikatakannya, pasti akan dibela habis-habisan walaupun salah dan menyelisihi mayoritas ulama' Ahlussunnah wal Jama'ah. Tak salah jika kemudian ada ulama' mantan Wahabi yang menyebut Ibn Taimiyah bagi Wahabi adalah bak seorang nabi. Perkataan imam-imam madzhab dan shahabat Nabi masih bisa ditolak dengan alasan-alasan mereka manusia, tetapi dengan perkataan Ibn Taimiyah, mereka seperti tidak punya kuasa untuk menolaknya.
Ibn Taimiyah memang seorang yang alim dan memiliki banyak kelebihan dalam ilmu, tetapi bukan berarti ia satu-satunya ulama' yang layak diambil ilmunya. Dan harus diakui, ia juga memiliki bid'ah dan kesesatan yang banyak (meminjam bahasa al-Hafiz Abu Zur'ah al-Iraqi dan Syarif Hatim al-Auni) yang tidak boleh bagi kita mengikuti atau membiarkannya. Betul kata al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqallani, bahwa hendaklah ada ulama' yang cerdas yang menghimpun kesalahan-kesalahan Ibn Taimiyah untuk dinasehatkan kepada umat agar kesalahan tersebut tidak diikuti.
Ibn Taimiyah dalam kitabnya, "Dar' Ta'arudh al-Aqli wa an-Naqli" dan "Bayan Talbis al-Jahmiyah" dengan gagah menghujam banyak ulama' besar Ahlussunnah wal Jama'ah.
1. Menghantam akidah Sultan Ulama' Izzuddin bin Abdissalam dan menuduhnya sebagai ulama' yang terpapar akidah Jahmiyah yang menafikan sifat Allah (mu'aththilah).
2. Melabeli peranakan Jahmiyah kepada Hujjatul Islam al-Ghazali dan Imam Fakhruddin ar-Razi, dan bahkan menuduhnya telah murtad. Katanya, kedua ulama' tersebut tidak memiliki kepakaran dibidang hadits, tidak memahami ucapan salaf dalam akidah, dan tidak memahami kandungan al-Qur'an.
3. Menuduh Imam al-Asy'ari tidak mengerjakan shalat, tidak wudhu' dan tidak istinja' (cebok).
4. Menuduh al-Hafiz al-Baihaqi, al-Hafiz Abu Dzar al-Harawi, al-Hafiz Ibn Hibban, Qadhi Iyadh al-Maliki, al-Hafiz Ibn al-Jauzi, dan lain-lain terpapar akidah Jahmiyah dan tidak memiliki kepakaran dibidang ilmu aqliyah (ilmu rasionalitas).
5. Menuduh Imam Abul Walid al-Baji al-Maliki, Qadhi Abu Bakr bin al-Arabi al-Maliki dan lain-lain sebagai ulama' yang memiliki sedikit kepakaran dibidang ilmu aqliyah, tetapi salah paham, dan usul (akidah) mereka terpapar akidah Jahmiyah.
6. Menuduh Imam Ibn Furak, Qadhi Abu Ya'la al-Hanbali, Imam Ibn Aqil al-Hanbali dan semisalnya sebagai ulama' yang terpapar Jahmiyah dan tidak memiliki pemahaman baik tentang al-Qur'an, al-Hadits, atsar salaf, juga tidak memiliki kemahiran membedakan mana yang shahih dan mana yang dhaif.
7. Mendakwa kaum Nasrani lebih mengagungkan nabinya daripada ulama' semacam Imam al-Haramain, Qadhi Abu Bakr al-Baqillani, Imam Ibnul Arabi al-Maliki dan lain-lain.
Sebenarnya bukan hanya ulama'-ulama' diatas saja. Imam Abu al-Fadhl at-Tamimi al-Hanbali yang menjelaskan akidah Imam Ahmad bin Hanbal pun disebut tidak meriwayatkan secara lafaz, tetapi secara makna sehingga keliru dan tidak tepat.
Mungkin karena contoh dari Ibn Taimiyah itulah, ulama' Wahabi dan pengikutnya menjadi ringan dan tanpa beban menyebut ulama'-ulama' besar Ahlussunnah dengan tuduhan yang tidak semestinya. Bahkan selevel Imam at-Thahawi pun diyakini Wahabi tidak memiliki akidah yang lurus, karena masih terpapar ilmu kalam.
Jadi?
baca juga kajian tentang ulama berikut :
- Muslim Indonesia Pengikut Ulama Syafiiyah, Bukan Imam Syafi’i?
- Sikap Umat Ketika Ulama Berbeda Gaya dan Pendapat
- Sikap Ulama Kepada Kedzaliman Penguasa
- Makna Kullu Menurut Para Ulama
- Istighotsah Antara Ibn Taimiyah, Salafi Wahabi dan Ulama Aswaja Lain
Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur