𝗕𝗨𝗠𝗜 𝗕𝗨𝗟𝗔𝗧 𝗩𝗦 𝗗𝗔𝗧𝗔𝗥 𝗕𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝗜𝗜𝗜
Oleh Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
𝟑. 𝐁𝐚𝐧𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐥𝐢𝐥 𝐛𝐮𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐭𝐚𝐫
Di bagian ketiga dari tulisan ini saya akan mengemukakan bantahan dari mayoritas ulama terhadap pendalilan sebagian ulama yang menggunakan ayat Al Qur’an sebagai dalil untuk menyatakan bahwa bentuk bumi adalah datar.
Saya tidak mencantumkan secara keseluruhan karena panjangnya bahasan tenttang masalah ini, namun apa yang saya sebutkan sudah cukup mewakili pembahasan dalam masalah ini.
Adapun ayat -ayat yang digunakan oleh pendukung pendapat bumi datar adalah sebagai berikut :
1. Adz Dzariyat ayat 48 dan Al Baqarah ayat 22.
وَالْاَرْضَ فَرَشْنٰهَا فَنِعْمَ الْمٰهِدُوْنَ
“Dan bumi itu Kami hamparkan, maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).”
الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا
“Yang menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan ...
Al Imam Ibnu Abi Zamanain al Maliki Menjelaskan :
وقوله فراشا أي لم يجعلها بحيث لا يمكن الاستقرار عليها
“Firman-Nya “sebagai hamparan” maksudnya adalah bahwa Allah tidak menjadikan bumi menjadi tempat yang tidak mungkin dijadikan tempat tinggal.”[1]
Abu Su’ud al Imadi juga berkata : “Keadaan bumi sebagai hamparan tidak mengharuskan keadaan bumi itu datar secara hakiki, karena bentuk bumi yang bulat dan disertai ukurannya yang besar menjadikannya sangat cocok untuk dijadikan alas.”[2]
2. Al Hijr ayat 19.
وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا
“Dan Kami telah menghamparkan bumi...”
Az Zamakhsyari berkata :
ليس فيه إلا أن الناس يفترشونها كما يفعلون بالمفارش ، وسواء كانت على شكل السطح ، أو شكر الكرة
“Tidak ada dalil dari ayat ini kecuali bahwa bumi itu dijadikan alas oleh manusia sebagaimana manusia menggunakan sebagai alas, baik itu berbentuk datar ataukah berbentuk bulat.”[3]
3. Ar-Ra’du ayat 3.
وَهُوَ الَّذِيْ مَدَّ الْاَرْضَ
“Dan Dia yang menghamparkan bumi..."
Al Imam Fakhrurrazi menjelaskan tentang maksud ayat ini dengan berkata :
أن الشيء إذا تزايد حجمه ومقداره صار كأن ذلك الحجم وذلك المقدار يمتد
“Adapun sesuatu itu jika luas dan ukurannya besar, maka akan nampak besar dan ukurannya meluas.”[4]
4. Qaf ayat 7.
وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا وَاَلْقَيْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ
“Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh.”
Al Baidhawi berkata :
وَأَلْقى فِي الْأَرْضِ رَواسِيَ جبالاً رواسي. أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ كراهة أن تميل بكم وتضطرب، وذلك لأن الأرض قبل أن تخلق فيها الجبال كانت كرة خفيفة بسيطة الطبع، وكان من حقها أن تتحرك بالاستدارة كالأفلاك، أو أن تتحرك بأدنى سبب للتحريك فلما خلقت الجبال على وجهها تفاوتت جوانبها وتوجهت الجبال بثقلها نحو المركز فصارت كالأوتاد التي تمنعها عن الحركة.
“Allah menjadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh agar tidak bergerak dan bergetar. Yang sebelum diciptakannya gunung, bumi itu dalam rupa bola ringan yang permukaannya rata. Dan ia mudah bergerak sebab bentuknya yang bulat seperti Falak atau sebab apapun.
Ketika gunung diciptakan di atas permukaan bumi, maka permukaan bumi berkembang meluas dan gunung-gunung semakin menancap karena beratnya menuju pusat bumi, maka gunung ini seperti paku yang menghalangi bumi dari bergerak.”[5]
5. Nuh ayat 19.
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَـكُمُ الۡاَرۡضَ بِسَاطًا
“Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan."
Al imam Shiddiq Hasan Khan menjelaskan ayat ini dengan berkata :
أي فرشها وبسطها لكم تتقلبون عليها تقلبكم على بسطكم في بيوتكم، ولم يجعلها مسنمة
“Maksudnya bahwa Allah membentangkannya untuk kalian. Kalian berbolak-balik di atasnya seperti berbolak-baliknya kalian di atas permadani kalian di rumah-rumah kalian. Dan Allah tidak menjadikan bumi bergunduk-gunduk dan berpunuk-punuk.”[6]
Muhammad Thahir al Maliki berkata : “Bisath adalah sesuatu yang dijadikan alas untuk tidur dan duduk yang berupa pakaian atau karpet. Mengkhabarkan bahwa bumi itu permadani merupakan bentuk penyerupaan dengan gaya melebih-lebihkan.
Arah persamaannya adalah bahwa ratanya bumi itu meliputi kesamaan bagian-bagiannya dengan sekira tidak menyakiti kaki orang yang berjalan dan tidak melukai lambung orang yang berbaring. Yang dimaksud pada ayat ini bukanlah Allah menjadikan badan bumi seperti permadani karena badan bumi itu berbentuk bulat.”[7]
6. An Naba ayat 6.
أَلَمْ نَجْعَلِ ٱلْأَرْضَ مِهَٰدًا
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan ?”
Abu Ubaid al Harawi berkata : “Dilapangkan agar bumi dimungkinkan untuk dijelajahi dan ditinggali.”[8]
Dalam al Muhith dikatakan :
أي: بِساطاً مُمَكَّناً لِلسُّلوكِ
“Maksudnya dihamparkan agar bisa untuk dijelajahi.”[9]
7. An Naziyat ayat 30.
وَالْاَرْضَ بَعْدَ ذٰلِكَ دَحٰىهَا
“Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya (dahaha).”
Ada dua penjelasan mengenai masalah ini. Pertama, makna kata ‘Dahaa’ tidak selalu menunjukkan datar secara mutlak, tetapi bisa dengan makna dibentangkan agar bisa didirikan bangunan di atasnya. Al imam Sa’id bin Jubair berkata :
وَدَحْيها أن أخرج منها الماء والمرعى، وشقق [فيها] الأنهار، وجعل فيها الجبال والرمال والسبل والآكام
“Maknanya adalah mengeluarkan air dan tempat penggembalaan bumi, dimunculkan sungainya, dijadikan gunung-gunung, padang pasir, jalan-jalan dan lembah-lembah di atas bumi.”[10]
Yang kedua, bentuk bumi yang begitu besar menyebabkan potongan-potongannya tampak datar dan terbentang. Al Allamah Sirajuddin al Hanbali berkata :
أنَّه ثبت بالدليل أنَّ الأرض كرةٌ ، فإن قالوا : قوله تعالى : مد الأرض ينافي كونها كرة .قلنا : لا نسلم؛ لأنَّ الأرض جسم عظيم ، والكرة إذا كانت في غاية الكبر كان لكم قطعة منها تشاهدُ كالسَّطح
“Telah tetap berdasarkan dalil bahwa bumi berbentuk bulat seperti bola. Jika mereka menyatakan bahwa membentangkan bumi berarti menafikan bentuknya seperti bola, maka kami menjawab: “Tidak selalu demikian, karena bumi itu benda yang besar. Dan jika bola berukuran sangat besar, maka potongan-potongannya akan terlihat seperti datar...”[11]
Abul Qasim al Maliki juga berkata :
لأن كل قطعة من الأرض ممدودة على حدتها وإنما التكوير لجملة الأرض
“Karena setiap potongan bumi itu terbentang/datar menurut batasan tertentu dan bulatnya bumi itu adalah ukuran globalnya….”[12]
8. Al Ghaziyah ayat 20.
وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
“ Dan bumi bagaimana ia dihamparkan ?"
Sesuatu yang dihamparkan atau dijadikan datar tidaklah selalu menunjukkan bentuk yang datar secara mutlak. Oleh karena itu al Imam Ibnu Jarir Thabari menjelaskan :
وقوله:( وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ ) يقول: وإلى الأرض كيف بُسطت، يقال: جبل مُسَطَّح: إذا كان في أعلاه استواء.
“Firman Allah ‘Dan bumi bagaimana ia dihamparkan’ adalah bagaimana bumi dibentangkan. Dikatakan bahwa gunung musaththoh (yang datar, pen), jika terdapat bagian yang rata (atau lurus, pen) di bagian puncaknya.”[13]
Khatib as Sarbini asy Syafi’i juga mengatakan :
واستدلّ بعضهم بذلك على أنّ الأرض ليست بكرة...وهو ضعيف لأنّ الكرة إذا كانت في غاية العظمة تكون كل قطعة منها كالسطح.
“Sebagian orang berdalil dengan ayat ini bahwa bumi tidaklah bulat. ...itu pendapat lemah karena bola jika berukuran sangat besar, maka masing-masing potongannya seperti datar.”[14]
Al Biqa’i juga mengatakan :
وهذا لا ينافي أن تكون كرية ، لأن الكرة إذا عظمت كان كل قطعة منها تشاهد كالسطح
“Ayat ini tidaklah menafikan bahwa bumi itu bentuknya bulat, karena bola jika berukuran sangat besar, maka setiap potongan akan dilihat seperti datar.”[15]
9. Asy Syam ayat 6.
وَالْاَرْضِ وَمَا طَحٰىهَاۖ
“Dan bumi serta penghamparannya."
Syaikh Muhammad Jamaluddin al Qasimi menjelaskan :
أي بسطها. من كل جانب، لافتراشها وازدراعها والضرب في أكنافها ..وليس في ذلك دليل على أن الأرض غير كروية، كما يزعم بعض الجاهلين.
“Maksudnya bahwa Allah membentangkannya dari segala sisi agar bisa dijadikan alas, bisa ditanami dan dilalui di atasnya. Di dalam ayat ini tidak ada dalil yang menyatakan bahwa bumi itu tidak bulat sebagaimana yang disangkakan oleh orang-orang yang bodoh.”[16]
Ismail bin Hammad al Jauhari juga menjelaskan bahwa hamparan disitu bukan secara keseluruhan, namun sebagian :
طحا: طَحَوْتُهُ مثل دَحَوْتُهُ، أي بسطته. والطَحا مقصورٌ: المنبسط من الأرض.
“Kata “Thahaa”: “Thahautuhuu” seperti kata “Dahautuhuu”, yakni: Aku membentangkannya. “At-Thahaa” dengan alif maqshur “Bagian bumi yang rata.”[17]
Bersambung (Bantahan terhadap dalil naqli dan riwayat bermasalah bumi datar)...
_______
[1] Tafsir Ibnu Abi Zamanain (1/127).
[2] Ruhul Bayan (1/75)
[3] Tafsir Zamakhsyari (1/94)
[4] Mafatih al Ghaib (5/19)
[5] Tafsir al Baidkhawi (3/222)
[6] Fathul Bayan fi Maqashidil Quran (14/339).
[7] Tahrir wa Tanwir (29/205)
[8] Al Gharibin fil Qur’an wa Hadits (6/1786)
[9] Al Qamus Muhith hal. 320
[10] Tafsir Ibnu Katsir (8/316).
[11] Lubab fi Ulum al Kitab (11/241)
[12] At Tashil li Ulumit Tanzil (2/36).
[13] Tafir ath Thabari (24/389).
[14] Siraj al Munir (4/528)
[15] Nadz ad Dzurur (10/274)
[16] Mahasin at Takwil (9/481)
[17] Ashahah al Lughah wal Ulum hal. 3075
Baca juga kajian tentang ikhtilaf berikut :
- Luwes Karena Luas
- Bumi Bulat vs Datar IV
- Bumi Bulat vs Datar III
- Bumi Bulat vs Datar II
- Bumi Bulat vs Datar I
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
16 Desember 2022 pada 14.48 ·