Salah Satu Tujuan Belajar Ilmu Kalam
Salah satu tujuan belajar Ilmu Kalam adalah untuk melindungi akal dari ketergelinciran saat berinteraksi dengan teks-teks akidah yang bersifat "mutasyabih" (multitafsir). Salah satu teks akidah yang mutasyabih dan berpotensi menggelincirkan banyak orang adalah hadis "Allah turun ke langit dunia setiap sepertiga terakhir malam". Bagi orang yang paham prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah, hadis ini mudah dipahami. Tapi berbeda dengan orang yang bodoh tentang prinsip-prinsip akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka mudah tergelincir dalam memahaminya. Lucunya, mereka yang tergelincir ini justru suka menuduh para ulama tergelincir. Ini namanya jahil murokkab. Meskipun seseorang mahir di bidang hadis sekalipun, tapi kalau ia bodoh tentang prinsip-prinsip akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, ia akan mudah tergelincir.
Berikut ini contoh ketergelinciran yang diceritakan oleh Imam Al Khotobi dalam kitabnya yang fenomenal berjudul "Ma'alimus Sunnan". Beliau menulis:
ﻭﻗﺪ ﺯﻝ ﺑﻌﺾ ﺷﻴﻮﺥ ﺃﻫﻞ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻤﻦ ﻳﺮﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﻣﻌﺮﻓﺘﻪ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭاﻟﺮﺟﺎﻝ ﻓﺤﺎﺩ ﻋﻦ ﻫﺬﻩ اﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺣﻴﻦ ﺭﻭﻯ ﺣﺪﻳﺚ اﻟﻨﺰﻭﻝ ﺛﻢ ﺃﻗﺒﻞ ﻳﺴﺄﻝ ﻧﻔﺴﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﺋﻞ ﻛﻴﻒ ﻳﻨﺰﻝ ﺭﺑﻨﺎ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻤﺎء ﻗﻴﻞ ﻟﻪ ﻳﻨﺰﻝ ﻛﻴﻒ ﺷﺎء ﻓﺈﻥ ﻗﺎﻝ ﻫﻞ ﻳﺘﺤﺮﻙ ﺇﺫا ﻧﺰﻝ ﺃﻡ ﻻ، ﻓﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﺷﺎء ﺗﺤﺮﻙ ﻭﺇﻥ ﺷﺎء ﻟﻢ ﻳﺘﺤﺮﻙ.
ﻗﻠﺖ ﻭﻫﺬا ﺧﻄﺄ ﻓﺎﺣﺶ ﻭاﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻻ ﻳﻮﺻﻒ ﺑﺎﻟﺤﺮﻛﺔ ﻷﻥ اﻟﺤﺮﻛﺔ ﻭاﻟﺴﻜﻮﻥ ﻳﺘﻌﺎﻗﺒﺎﻥ ﻓﻲ ﻣﺤﻞ ﻭاﺣﺪ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻮﺻﻒ ﺑﺎﻟﺤﺮﻛﺔ ﻣﻦ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻮﺻﻒ ﺑﺎﻟﺴﻜﻮﻥ ﻭﻛﻼﻫﻤﺎ ﻣﻦ ﺃﻋﺮاﺽ اﻟﺤﺪﺙ ﻭﺃﻭﺻﺎﻑ اﻟﻤﺨﻠﻮﻗﻴﻦ ﻭاﻟﻠﻪ ﺟﻞ ﻭﻋﺰ ﻣﺘﻌﺎﻝ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﻛﻤﺜﻠﻪ ﺷﻲء، ﻓﻠﻮ ﺟﺮﻯ ﻫﺬا اﻟﺸﻴﺦ ﻋﻔﺎ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﺎ ﻭﻋﻨﻪ ﻋﻠﻰ ﻃﺮﻳﻘﺔ اﻟﺴﻠﻒ اﻟﺼﺎﻟﺢ ﻭﻟﻢ ﻳﺪﺧﻞ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻨﻴﻪ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻳﺨﺮﺝ ﺑﻪ اﻟﻘﻮﻝ ﺇﻟﻰ ﻣﺜﻞ ﻫﺬا اﻟﺨﻄﺄ اﻟﻔﺎﺣﺶ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺫﻛﺮﺕ ﻫﺬا ﻟﻜﻲ ﻳﺘﻮﻗﻰ اﻟﻜﻼﻡ ﻓﻴﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﻨﻮﻉ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺜﻤﺮ ﺧﻴﺮا ﻭﻻ ﻳﻔﻴﺪ ﺭﺷﺪا ﻭﻧﺴﺄﻝ اﻟﻠﻪ اﻟﻌﺼﻤﺔ ﻣﻦ اﻟﻀﻼﻝ ﻭاﻟﻘﻮﻝ ﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻣﻦ اﻟﻔﺎﺳﺪ اﻟﻤﺤﺎﻝ.
"Telah tergelincir seorang syekh ahli hadis yang mahir di bidang hadis dan rijal (sanad). Ia tersesat dari jalan yang benar ketika meriwayatkan hadis 'Allah turun'. Ia membuat pertanyaan dan menjawabnya sendiri: 'Kalau ada orang bertanya, bagaimana Allah turun ke langit, maka jawabannya: Terserah Dia mau turun seperti apa. Kalau ditanya lagi: bergerak atau tidak? Jawabannya: Kalau mau, dia bisa bergerak, atau tanpa bergerak juga bisa kalau Dia mau.'
Ini adalah sebuah kesalahan besar. Allah tidak disifati dengan 'bergerak', sebab bergerak dan diam saling bergantian pada objek yang satu. Yang bisa disifati dengan bergerak hanyalah benda yang bisa diam (tidak bergerak), sedangkan dua sifat itu (gerak dan diam) adalah sifat benda baharu dan ciri khas makhluk. Allah Maha Suci dari dua sifat tersebut. 'Tiada satu pun yang serupa dengan-Nya.' Andaikan syekh ini mengikuti jalan orang-orang soleh terdahulu (Salafus Solih) dan tidak menceburkan diri pada perkara yang bukan bidangnya, dia takkan tergelincir pada kesalahan fatal semacam ini. Saya sengaja menyebut semua ini agar menjadi perhatian bagi semua, supaya jangan sampai ada yang mengikuti jejaknya, sebab pemahaman semacam ini tidak akan membuahkan kebaikan dan tidak akan menghasilkan bimbingan yang benar. Semoga Allah menjaga kita dari akidah sesat dan ucapan rusak yang mustahil." (Al Khotobi, Ma'alimus Sunan, 4/332)
Demikianlah keresahan Imam Al Khotobi yang beliau abadikan dalam kitabnya. Jadi, hafal hadis saja tidak cukup untuk dapat memahami maksud hadis dengan benar. Perlu perangkat ilmu untuk dapat memahami maksud hadis dengan benar. Kalau teks berkaitan hukum, kita perlu ilmu Ushul Fiqh untuk dapat memahaminya dengan benar. Sedangkan untuk teks akidah, kita perlu Ilmu Kalam untuk memahaminya dengan benar. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua.
Sumber FB Ustadz : Danang Kuncoro Wicaksono
10 Agustus 2022·