HARUSKAH BERDIRI KETIKA ADA JENAZAH ?
Afwan kiyai, teman menegur saya karena tidak berdiri ketika ada iring-iringan jenazah, karena katanya itu sunnah.
Sedangkan saya pernah dengar bahwa mayoritas ulama tidak mensunnahkan termasuk madzhab syafi’iyyah. Tapi saya lupa dalilnya, maklum ngajinya ngaji kuping.
Saya sampai dikatain : “Ente ini ada haditsnya, masih juga ngeyel ngikut syafi’i. Tinggi mana hadits sama ulama ?”
Mohon ilmu dari kyai untuk modal menjawab menjawab pernyataan tersebut. Matursuwun.
Jawaban
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Sebagian ulama, ada yang berpendapat kesunnahan berdiri ketika ada jenazah yang lewat, mereka mendasarkan pendapatnya kepada hadits berikut ini :
إِذَا رَأَيْتُمْ الْجَنَازَةَ فَقُومُوا حَتَّى تُخَلِّفَكُمْ أَوْ تُوضَعَ
“Jika kalian melihat jenazah, berdirilah hingga jenazah melewati kalian atau jenazah diletakkan.” (HR. Nasai)
Juga berdasarkan beberapa hadits lainnya, yakni ketika ada jenazah yahudi yang lewat Rasulullah ﷺ berdiri, ketika dikatakan kepada beliau, ‘Itu adalah jenazah yahudi.’ Rasulullah menjawab, “Bukankah ia juga manusia ?” (HR. Bukhari Muslim)
Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama madzhab syafi’iyyah. Berkata al imam Nawawi rahimahullah :
اختار المتولي من أصحابنا أن القيام مستحب
“ Memilih al Mutawalli salah seorang dari sahabat kami (syafi’iyyah) bahwa berdiri untuk jenazah adalah dianjurkan.”[1]
Namun mayoritas ulama berpendapat sebaliknya. Mereka menyatakan tidak ada kesunnahan untuk berdiri ketika ada iring-iringan jenazah lewat.
Sebagian ulama bahkan menghukumi berdiri untuk jenazah adalah perbuatan yang dibenci. Ini adalah pendapat dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan mayoritas syafi’iyyah.
Berkata Syaikh Wahbah Zuhaili rahimahullah :
وقال الجمهور منهم أئمة المذاهب الأربعة : لا يقام للجنازة
“Mayoritas ulama madzhab yang empat berpendapat, tidak ada kesunnahan berdiri untuk jenazah.”[2]
1. Hukumnya makruh
Menurut Hanafiyah, Malikiyyah dan Hanabilah hukum berdiri ketika ada jenazah adalah perbuatan yang dibenci (makruh).[3]
Berkata al imam Zaila’i al Hanafi rahimahullah :
وأما القاعد على الطريق إذا مرت به أو القاعد على القبر فلا يقوم لها
“Adapun orang yang duduk di pinggir jalan atau di kuburan, jika lewat jenazah, maka tidak boleh berdiri untuknya.”
Berkata imam al Kharsy al Maliki rahimahullah :
أنه يكره للجالس تمر به جنازة أن يقوم لها
“Bahwasanya dimakruhkan bagi orang yang duduk lalu ada jenazah yang lewat dia berdiri untuknya.”[4]
Berkata al imam Ibnu Qudamah al Hanbali rahimahullah :
أن آخر الأمرين من رسول الله -صلى الله عليه وسلم- ترك القيام لها، والأخذ بالآخر من أمره أولى
“Adapun hal terakhir dari dua hal yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ adalah beliau meninggalkan berdiri untuknya (lewatnya jenazah), dan mengambil yang akhir lebih utama dari perkara yang awal.”[5]
2. Hukumnya mubah
Adapun kalangan Syafi’iyyah lainnya berpendapat tidak ada kesunnahan untuk berdiri ketika jenazah lewat. Namun jika seseorang berdiri, itu boleh saja, tidak makruh. Berkata al imam Nawawi rahimahullah :
يخير المسلم بين القيام والقعود
“Seseorang boleh memilih antara berdiri (karena ada jenazah) atau memilih duduk.”[6]
Dalilnya
Mayoritas berdalil dengan pendapat ini bahwa hadits di atas, yang menyebutkan anjurab berdiri ketika ada jenazah telah di mansukh (dihapus) hukumya[7] dengan hadits-hadits berikut ini.
1. Hadits riwayat imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Ali bin Abi Thalib :
كان رسول الله صلّى الله عليه وسلم أمرنا بالقيام في الجنازة، ثم جلس بعد ذلك، وأمرنا بالجلوس
“Rasulullah ﷺ dahulu memerintahkan kami untuk berdiri ketika berlalu jenazah, lalu beliau duduk, dan memerintahkan duduk setelah itu.”
2. Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit :
كان رسول الله صلّى الله عليه وسلم يقوم في الجنازة حتى توضع في اللحد، فمر حَبْر (عالم) من اليهود، فقال: هكذا نفعل، فجلس رسول الله صلّى الله عليه وسلم، وقال: اجلسوا خالفوهم
“Adalah dahulu Rasulullah ﷺ berdiri untuk jenazah sampai jenazah itu dikuburkan. Lantas seorang ulama yahudi lewat dan berkata, ‘seperti inilah juga kami melakukannya.’ Maka Rasulullah ﷺ pun duduk, seraya bersabda, ‘berbedalah kalian dari orang-orang yahudi.”
Penutup
Hendaknya kita tidak sembrono berkata dengan seakan-akan menuduh para ulama madzhab tidak menggunakan dalil dalam menyimpulkan hukum. Ketika kita menemukan pendapat ulama madzhab yang sepintas bertentangan dengan hadits atau ayat, harusnya kita yang awam ini nyadar diri dengan mengawali berbaik sangka kepada para ulama seraya mengatakan : “Mungkin ada dalil yang saya belum ketahui.”
Maka sikap ini akan mendorong kita untuk terus mau belajar lebih dalam dan menggali lebih jauh.
Jika belum apa-apa kita sudah menuduh ulama pendapat mereka tidak berdalil, bahkan lebih kejinya dianggap menentang dalil, pantas jika kemudian cara beragama kita menjadi begitu beringas dan buas. Siapapun yang berbeda langsung divonis salah dan pantas untuk di ‘neraka’kan.
Wallahu a’lam.
______
[1] Syarah Syahih Muslim (1/310).
[2] Fiqh al Islami wa Adillatuhu (2/1543).
[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (16/15).
[4] Syarh al Kharsyi (2/139).
[5] Al Mughni (3/404).
[6] Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (5/239).
[7] Qawanin al Fiqhiyyah hal. 96, al Mughni (2/479), Syarh ash Shaghir (1/570), Darr al Mukhtar (1/834), Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (5/239).
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
6 Agustus 2022 pada 20.43 ·