ARAFAH MENGIKUTI ARAB SAUDI ATAU PEMERINTAH ?
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
1. Yang puasa Arafah dan Idul Adhanya mengikuti waktu Arab Saudi. Sebab memegang pendapat mayoritas ulama madzhab yang berkonsep satu mathla'. Yakni jika suatu tempat telah melihat hilal, maka itu berlaku untuk semua negeri. Maka ini sah dan benar.
Bersesuaian dengan yang difatwakan oleh Lajnah Daimah : “Hari Arafah adalah hari yang mana manusia melakukan wukuf di Arafah. Puasa hari Arafah disyariatkan bagi orang yang tidak sedang sibuk dengan ibadah haji." [1]
2. Begitu juga yang karena kebetulan waktu Arafah dan hari rayanya sama dengan Saudi, sebab memegang konsep wujudul Hilal, seperti Muhamadiyah. Ini juga benar tetap sah.
Fatwa Tarjih Muhamadiyah : "Berdasarkan hasil hisab, maka PP Muhammadiyah menetapkan Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijah 1443 H pada hari Sabtu, 9 Juli 2022 M." [2]
3. Selanjutnya, yang Arafah dan Idul Adhanya mengikuti waktu pemerintah, karena memegang pendapat madzhab syafi'i yang memiliki konsep ikhtilaf mathla'. Yakni suatu tempat memiliki hilal masing-masing. Ini juga benar, sah.
Imam Nawawi berkata : "Hari ‘Arafah adalah hari yang nampak bagi orang-orang bahwa hari itu adalah hari ‘Arafah. Sama saja apakah itu hari tanggal sembilan (di Makkah) atau hari ke sepuluh bagi tempat lain." [3]
Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin ketika ditanya jika terjadi perbedaan penetapan Arafah disebabkan beda mathla’ wilayah.
Beliau menjawab, “Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah.
Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar serta tenggelamnya matahari itu mengikuti daerahnya masing-masing, demikian pula penetapan bulan itu sebagaimana penetapan waktu." [4]
4. Lalu ada juga yang Arafah dan Id-nya mengikuti ketetapan pemerintah, karena "konsep" mematuhi ulil amri dalam hal yang ma'ruf. Kelompok ini sebenarnya mengikuti konsep satu mathla', namun lebih memilih mematuhi keputusan penentuan waktu oleh pemerintah. Ini pun benar, tidak salah.
5. Maka pendapat manapun yang diikuti oleh masyarakat umum dalam masalah perbedaan waktu Arafah dan Id, hukumnya sah dan boleh. Karena ini masuk ke dalam ranah Khilaf Mu'tabarah (perbedaan yang umum/ biasa saja).
Yang jelas pasti salah itu yang memilih salah satu dan menyalah-nyalahkan pilihan lainnya.
6. Maka klaim yang mengatakan : "Jika untuk Id Fitri itu khilaf Mu'tabarah, adapun untuk Arafah dan Idul Adha ulama telah Ijma' alias tiada perbedaan pendapat" maka ini klaim yang ngawur.
Silahkan tunjukkan ke saya satu kitab saja yang berisi fatwa klaim tersebut dari ulama Madzhab. Karena saya tidak pernah menemukan ada kitab mu'tabarah dari madzhab manapun yang menyatakan seperti itu.
Justru yang saya dapati hal yang unik. Ada ulama yang berpendapat sebaliknya. Yakni jika Ramadhan dan Idul Fitri itu mengikuti satu Mathla' tapi kalau untuk hari Arafah dan Idul Adha boleh berbeda mathla' !
Sebut saja misalnya seperti al imam al Kasani, az Zaila'i, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Abidin dan yang lainnya.
Nama - nama besar ulama Hanafiyah ini tentu saja adalah pendukung satu mathla', baik untuk Ramadhan, idul Fitri dan lainnya, tapi justru mendukung konsep beda mathla' untuk idul Adha. Ulama yang berkonsep satu mathla' saja ada yang "menyeberang" ke pendapat banyak Mathla', apalagi yang memang sedari awal memegang pendapat banyak Mathla'.
Lalu ada yang mengklaim Ijma' harus sama dengan Saudi ? Heemm, nekat banget ....
_______
1. Fatawa Lajnah Daimah (10/393)
2. Berbagai sumber
3. Majmu' Syarah al Muhadzdzab (8/463)
4. Majmu' Fatawa wa Rasail (20/47)
Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq
1 Juli 2022 pada 10.16 ·
baca juga :
- Dalil Puasa Arafah adalah Sembilan Dzulhijjah
- Kenapa Sih Bisa Beda?
- Meluruskan Penukilan yang Salah atas Hari Arafah
- Arafah Mengikuti Arab Saudi atau Pemerintah?
- Bantahan atas Klaim Ijma Puasa Arafah adalah Saat Wuquf Arafah