#Ngaji Jum'at
Makna Dzikir ‘Hu Hu Hu’
by Ustadz : M Kholid Syeirazi
Sebagian tarekat mengamalkan dzikir ‘Hu Hu Hu.’ Ada yang bilang ‘Hu’ adalah dhamir sya’n, terambil dari kata « فاعلم انه لا اله الا الله ». Orang yang sudah ‘larut’ dalam Allah hanya sanggup berucap ‘Hu Hu Hu.’ Makna dhamir sya’n merujuk kepada Dzat yang wujudnya ‘dhahir’ (nyata) dalam ‘dhamir’ (hati). Jika yang dhahir larut dalam dhamir, dhamir sya’n menjelaskan apa yang sudah jelas. Syarifudin al-Imrithi mengatakan:
فأشربت معنى ضمير الشان * فأعربت في الحان بالألحان
Sebagian orang menyebut dzikir semacam ini adalah bid’ah yang tidak diajarkan Rasulullah. Kalau di zaman Umar, kata seorang ustadz, pelakunya bisa digetok kepalanya.
Baiklah. Masalahnya tidak semua yang absen diajarkan Rasulullah lalu disebut bid’ah. Rifa’ah bin Rafi’ doa i’tidal setelah rukuk tidak seperti doa yang diajarkan Rasulullah. Rasulullah mendengarnya. Selepas salat, Rasulullah menghadap jama’ah dan bertanya siapa pelakunya. Jamaah bungkam, takut ditegur Rasullah. Ternyata beliau berkata begini ‘Aku melihat belasan malaikat turun bergegas mencatat doa itu, entah siapa yang lebih dulu menaikkan catatannya.’ Ibn Hajar al-Asqalani, dalam Fahul Bari (II/227-28) berkomentar:
«واستدل به على جواز إحداث ذكر في الصلاة غير ماثور إذا كان غير مخالف للمأثور »
“Ini adalah dalil bolehnya dzikir di dalam salat yang tidak diajarkan Nabi, sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi.”
Kalau di dalam salat saja, yang petunjuknya baku, boleh apalagi di luar salat.
Terkait dzikir ‘Hu Hu Hu,’ saya menemukan penjelasan cukup komprehensif di dalam Tafsir Ar-Razi (I/136-141) dan akan meringkasnya.
Kata ganti itu ada tiga: aku (انا), kamu (انت), dan dia (هو). Yang paling jelas adalah ‘aku,’ lalu ‘kamu.’ Yang paling samar adalah ‘dia.’ Terkait penegasan tauhid, Allah menggunakan ketiga-tiganya: ‘Tidak ada Tuhan selain Aku’ (QS An-Nahl/16: 2), ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau’ (QS Al-Anbiya/21: 87), ‘Tidak ada Tuhan selain Dia (QS. Al-Baqarah/2: 255; Al-Muzzammil/73: 9).
Tidak ada satu pun yang tahu ‘keadaan’ Allah kecuali Allah. Karena itu, pernyataan ‘Tidak ada Tuhan selain Aku’ hanya boleh diucapkan Allah atau menuturkan pernyataan Allah. Pernyataan ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau’ hanya layak diucapkan oleh orang yang mencapai derajat ‘musyahadah’ seperti nabi dan rasul. Dzikir yang bisa diucapkan oleh semua orang adalah ‘Tidak ada Tuhan selain Dia.’ Dan dzikir ini mempunyai beberapa keistimewaan.
Pertama, dzikir ini adalah ekspresi ‘tahu diri.’ Siapa aku bisa mengenal-Nya. Aku hanya debu, sementara Dia adalah pencipta semesta. Ketika seorang mengucap «يا هو», itu adalah bentuk tanzih bahwa Allah Yang Qadim tidak terjangkau oleh makhluk yang hadis.
Kedua, dzikir «يا هو» adalah penegasan bahwa Ada Yang Sejati hanya Dia. Wujud makhluk adalah wujud nisbi atau pinjaman. Allah menegaskan ‘Segala sesuatu sirna kecuali wujud-Nya’ (QS. Al-Qasas/28: 88). Dzikir «يا هو» adalah bentuk ‘ijlal’ atau pengagungan kepada Wujud Yang Sejati.
Ketiga, dzikir «يا هو» adalah pemurnian niat karena yang kita ingat hanya Dia. Jika seseorang mengingat Allah dengan sifat-Nya seperti ‘Ya Rahman, Ya Karim, Ya Muhsin, Ya Razzaq, Ya Wahhab, Ya Fattah,’ kita tidak steril dari motif untuk mengharap kasih sayang-Nya, kedermawanan-Nya, kebaikan-Nya, rizki-Nya, pemberian-Nya, dan pertolongan-Nya. Orang tidak bisa fana’ (larut) dalam Allah selagi masih menyisakan ingatan terhadap keinginannya sendiri. Dzikir «يا هو» tidak menyisakan selain Allah di dalam dizkirnya.
Keempat, dzikir «يا هو» adalah bentuk kepasrahan total kepada Dzat yang tidak terdefinisikan. Cara apa pun kita untuk mengerti Allah, kita tidak pernah betul-betul mengetahui-Nya, seperti disampaikan Nabi Isa ‘Engkau mengerti aku, Aku tidak mengerti Engkau’ (QS. Al-Maidah/5: 116). Maka dzikir «يا هو» adalah dzikir teragung karena kesadaran atas keterbatasan diri dan ketakterhinggaan Dia yang Maha segalanya.
Kelima, dzikir «يا هو» mendorong ‘syauq’ atau kerinduan kepada Allah. Redaksi ‘Dia’ adalah ‘dhamir’ yang dinantikan kehadirannya. Dan Allah, yang sekarang kita sebut dalam gaib, telah menjanjikan kepada orang-orang beriman kelak ‘Wajah mereka berseri-seri memandang Tuhannya’ (QS. Al-Qiyamah/75: 22-23). Dzikir «يا هو» menimbulkan ‘syauq’ dan ‘syauq’ adalah ‘maqam’ spiritual tertinggi.
Keenam, dzikir «يا هو» adalah ‘maqam’ tauhid tertinggi. Dengan hanya mengingat Allah dalam perasaan, kita tidak menuntut pembuktian. Pengakuan atas wujud Allah yang dirasakan hadir dalam ‘dhamir’ lebih tinggi ketimbang pengakuan atas Allah melalui bukti perbuatan-Nya, yaitu wujudnya alam semesta, adanya makhluk, dan sifat-sifat-Nya yang menjelma. Dalam istilah Ar-Razi, « التصور مقام التوحيد واما التصديق مقام التكثير».
Ketujuh, dzikir «يا هو» adalah doa dan harapan agar Allah, yang kita sebut dalam gaib, hadir menjumpai kita melalui cahaya dan petunjuk-Nya. Kita tidak bisa mengenal Allah, kecuali Allah berkenan memperkenal diri-Nya kepada kita. Karena itu, tidak ada cara mengenal Allah selain memasrahkan jiwa, raga, dan akal kita sehingga Allah hadir menjumpai kita melalui hidayah-Nya.
Kedelapan, dzikir «يا هو» mendorong orang ‘larut’ dalam Allah. Perumpamaannya seperti orang menghadap raja perkasa yang wibawa dan kharismanya menyedot energi sekelilingnya. Ibarat dia lapar lupa makan, ibarat dia sakit lupa sakitnya, ibarat dia orang tua lupa anaknya. Begitu juga ketika orang menyebut «يا هو», dia terpaling kecuali kepada-Nya. Tidak teringat kecuali Dia, Dia, dan Dia.
Kesembilan, dzikir «يا هو» membuat orang sibuk mengingat-Nya dan alpa mengingat keinginannya sendiri. Dan saat itu terjadi, Allah akan mengurus keperluannya di dunia dan akhirat.
Kesepuluh, dzikir «يا هو» membuat lisan, pikiran, dan hati terfokus kepada satu titik yaitu Dia. Dengan melazimkan dzikir hanya ‘Dia’, selain Dia tidak layak menghuni akal dan hatinya.
Kesebelas, dzikir «يا هو» adalah latihan untuk mengosongkan keinginan dalam ingatan. Ketika mengingat Allah, seseorang harus terlatih menyingkirkan semua keinginan dan permintaan. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berkata, ‘Barangsiapa mengingat-Ku tanpa membawa permintannya, Aku akan memberinya jauh lebih baik dari apa yang diajukan oleh para peminta.”
Mufassir lalu mengutip pendapat Imam Ghazali: ‘Ucapan tidak ada tuhan selain Allah adalah ekspresi tauhidnya orang awam. Sementara tidak ada tuhan selain Dia adalah ekspresi tauhidnya orang khas.’
Menutup uraiannya, mufassir memberikan semacam ijazah doa yang indah, yang bisa kita dawamkan:
« يا هو، يا من لا هو الا هو، يا من لا اله الا هو، يا ازل، يا ابد، يا دهر، يا ديهار، يا ديهور، يا من هو الحي الذي لا يموت»
Kita ini mungkin orang awam. Kita pakai dzikir standar « لا اله الا الله». Tapi kita mencoba memahami bentuk dzikir lain, yang dilakukan orang khas. ‘Ya Hu Ya Hu Ya Hu’ kemudian jadi ‘Hu Hu Hu’ adalah dzikir lain, yang dilakukan oleh orang dengan ‘maqam’ spiritual tertentu. Tidak pantas jika orang menyebutnya dengan istilah-istilah buruk, dari bid’ah sampai sesat.
Sekretaris Umum PP ISNU
Sumber FB Ustadz : M Kholid Syeirazi