☪️ HUKUM MENGADZANI BAYI MENURUT MADZHAB EMPAT
Di antara tradisi yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam Indonesia, dalam rangka menyambut kehadiran jabang bayi adalah mengumandangkan adzan pada telinga kanannya dan iqamat pada telinga kirinya.
Kebiasaan ini bertujuan agar hal pertama yang didengar oleh bayi adalah kalimat tauhid, di samping agar sang jabang bayi terhindar dari berbagai pengaruh dan godaan setan.
Meskipun demikian, sebagian umat Islam tidak melakukan tradisi tersebut, dengan alasan tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai dalil disyariatkannya adzan pada telinga bayi.
Lalu, bagaimanakah pendapat Para Ulama' Madzhab soal hukum mengadzani telinga bayi...?
Para Ulama' bersepakat bahwa mengumandangkan adzan sebelum melaksanakan shalat itu disyariatkan.
Hanya saja, mereka berbeda pendapat jika adzan tersebut ditujukan untuk selain shalat, seperti adzan untuk bayi yang baru saja dilahirkan.
๐ฐPertama: Mayoritas Ulama' meliputi:
◼️Ulama' Madzhab Hanafi. ◼️Ulama' Madzhab Syafi’i.
◼️Dan Ulama' Madzhab Hanbali menegaskan, mengadzani bayi hukumnya sunnah.
Syekh Ibnu Abidin dari madzhab Hanafi menuturkan:
*ู َุทَْูุจٌ: ِูู ุงْูู ََูุงุถِุนِ ุงَّูุชِู ُْููุฏَุจُ ََููุง ุงْูุฃَุฐَุงُู ِูู ุบَْูุฑِ ุงูุตََّูุงุฉِ، َُْูููุฏَุจُ ِْููู َُْْูููุฏِ.*
_“Pembahasan tentang tempat-tempat yang disunnahkan mengumandangkan adzan untuk selain (tujuan) shalat, maka disunnahkan mengadzani telinga bayi”._
๐(Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Ala Ad-Durril Mukhtar, juz 1, h. 415).
Imam Nawawi, sebagai salah satu icon Ulama madzhab Syafi’i, menuliskan masalah ini di dalam kitab fikihnya yang fenomenal, Al-Majmu’:
*ุงูุณَُّّูุฉُ ุฃَْู ُูุคَุฐَِّู ِูู ุฃُุฐُِู ุงْูู َُْْูููุฏِ ุนِْูุฏَ َِููุงุฏَุชِِู ุฐََูุฑًุง َูุงَู ุฃَْู ุฃُْูุซَู، َََُْููููู ุงูุฃَุฐَุงُู ุจَِْููุธِ ุฃَุฐَุงِู ุงูุตََّูุงุฉِ. َูุงَู ุฌَู َุงุนَุฉٌ ู ِْู ุฃَุตْุญَุงุจَِูุง: ُูุณْุชَุญَุจُّ ุฃَْู ُูุคَุฐَِّู ِูู ุฃُุฐُِِูู ุงُْููู َْูู َُِْููููู َ ุงูุตََّูุงุฉَ ِูู ุฃُุฐُِِูู ุงُْููุณْุฑَู.*
_“Disunnahkan mengumandangkan adzan pada telinga bayi saat ia baru lahir, baik bayi laki-laki maupun perempuan, dan adzan itu menggunakan lafadz adzan shalat._
_Sekelompok Shahabat kita berkata: "Disunnahkan mengadzani telinga bayi sebelah kanan dan mengiqamati telinganya sebelah kiri, sebagaimana iqamat untuk shalat”._
๐ (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 8, h. 442).
Syekh Mansur Al-Bahuti dari madzhab Hanbali juga menuliskan:
*َูุณَُّู ุฃَْู ُูุคَุฐََّู ِูู ุฃُุฐُِู ุงْูู َُْูููุฏِ ุงُْููู َْูู، ุฐََูุฑًุง َูุงَู ุฃَْู ุฃُْูุซَู، ุญَِูู َُูููุฏُ، َูุฃَْู ُِูููู َ ِูู ุงُْููุณْุฑَู، ِูุญَุฏِูุซِ ุฃَุจِู ุฑَุงِูุนٍ َูุงَู: ุฑَุฃَْูุช ุฑَุณَُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ ุฃَุฐََّู ِูู ุฃُุฐُِู ุงْูุญَุณَِู ุจِْู ุนٍَِّูู ุญَِูู ََููุฏَุชُْู َูุงุทِู َุฉُ.*
๐( ุฑََูุงُู ุฃَุจُู ุฏَุงُูุฏ َูุงูุชِّุฑْู ِุฐُِّู َูุตَุญَّุญَุงُู).
_“Dan disunnahkan dikumandangkan adzan pada telinga bayi sebelah kanan, baik laki-laki atau perempuan, ketika dilahirkan dan mengiqamatinya pada telinga sebelah kiri, karena hadits riwayat Abi Rafi’ bahwa ia berkata: "Saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengadzani telinga Hasan bin Ali saat dilahirkan oleh Fatimah"._
Hadis ini diriwayatkan dan dianggap shahih oleh Abu Dawud dan Tirmidzi”.
๐(Mansyur bin Yunus Al-Bahuti, Kassyaful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 7, h. 469).
๐ฐKedua: Sebagian Ulama’ Madzhab Maliki menyatakan, mengadzani bayi setelah dilahirkan hukumnya mubah (boleh).
Syekh Al-Hattab dari mazhab Maliki menyebutkan:
*(ُْููุชُ) ََููุฏْ ุฌَุฑَู ุนَู َُู ุงَّููุงุณِ ุจِุฐََِูู ََููุง ุจَุฃْุณَ ุจِุงْูุนَู َِู ุจِِู.*
_“Saya berkata: Dan orang-orang telah terbiasa melakukan hal itu (mengadzani dan mengiqamati bayi), maka tidak apa-apa dilaksanakan”._ ๐(Muhammad bin Muhammad Al-Hattab, Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashari Khalil, juz 3, h. 321).
๐ฐKetiga: Sebagian Ulama' Madzhab Maliki yang lain menegaskan, hukum mengadzani bayi setelah dilahirkan adalah makruh.
Syekh Al-Hattab dari mazhab Maliki menulis:
*َูุงَู ุงูุดَّْูุฎُ ุฃَุจُู ู ُุญَู َّุฏِ ุจِْู ุฃَุจِู ุฒَْูุฏٍ ِูู ِูุชَุงุจِ ุงْูุฌَุงู ِุนِ ู ِْู ู ُุฎْุชَุตَุฑِ ุงْูู ُุฏَََّููุฉِ: ََููุฑَِู ู َุงٌِูู ุฃَْู ُูุคَุฐََّู ِูู ุฃُุฐُِู ุงูุตَّุจِِّู ุงْูู َُْูููุฏِ.*
_“Syekh Abu Muhammad bin Abi Zaid berkata dalam kitab Al-Jami’ min Mukhtasharil Mudawwanah: "Imam Malik menghukumi makruh dikumandangkannya adzan pada telinga bayi yang baru dilahirkan”._
๐(Muhammad bin Muhammad Al-Hattab, Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashari Khalil, juz 3, h. 321).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Para Ulama' berbeda pendapat tentang hukum mengadzani bayi.
Mayoritas Ulama' meliputi Ulama' Madzhab Hanafi, Ulama' Madzhab Syaf’i dan Ulama' madzhab Hanbali menghukuminya sunnah. Sebagian Ulama' Madzhab Maliki menghukuminya mubah.
Sedangkan, sebagian Ulama' madzhab Maliki yang lain menganggapnya makruh.
Dari ketiga pendapat di atas, tampaknya pendapat yang mensunnahkan adzan pada bayi yang baru dilahirkan merupakan pendapat yang kuat, sebab didukung oleh beberapa hadits, yaitu hadits riwayat Abu Rafi’:
*ุนَْู ุฃَุจِู ุฑَุงِูุนٍ َูุงَู: ุฑَุฃَْูุชُ ุฑَุณَُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ ุฃَุฐََّู ِูู ุฃُุฐُِู ุงْูุญَุณَِู ุจِْู ุนٍَِّูู ุญَِูู ََููุฏَุชُْู َูุงุทِู َุฉُ ุจِุงูุตَّูุงَุฉِ.
_Dari Abi Rafi, Ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengadzani telinga Al-Hasan bin Ali ketika dilahirkan oleh Fatimah, dengan adzan shalat”._
๐(HR. Abu Daud, At-Tirmizy dan Al-Hakim).
Imam Al-Hakim menilai hadits tersebut sebagai hadits yang shahih.
Sedangkan imam At-Tirmizy mengkategorikannya sebagai hadits yang ‘Hasan Shahih’.
Jika imam At-Tirmizy menyebut kata ‘Hasan shahih’, maka ada dua kemungkinan:
◼️Pertama: Jika hadits tersebut memiliki dua sanad, maka salah satu sanadnya dihukumi Hasan, sedangkan sanad yang lain dihukumi Shahih.
◼️Kedua: Jika hadits tersebut hanya memiliki satu sanad, maka artinya hadits itu dihukumi hasan menurut sebagian Ulama' dan dihukumi shahih menurut sebagian ulama yang lain. ๐(lihat: Mahmud At-Thahhan, Taysiru Musthalahil Hadits, h. 48).
Imam An-Nawawi dari madzhab Syafi’i juga menshahihkan hadits ini, sebagaimana tertuang dalam kitab Al-Majmu’.
๐(lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 8, h. 442).
Selain hadits di atas, pendapat ini juga diperkuat oleh hadits riwayat Husein bin Ali:
*ุนَْู ุญُุณٍَْูู، َูุงَู: َูุงَู ุฑَุณُُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ: ู َْู ُِููุฏَ َُูู َูุฃَุฐََّู ِูู ุฃُุฐُِِูู ุงُْููู َْูู َูุฃََูุงู َ ِูู ุฃُุฐُِِูู ุงُْููุณْุฑَู، َูู ْ ุชَุถُุฑَُّู ุฃُู ُّ ุงูุตِّุจَْูุงِู.*
_Dari Husein, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang dilahirkan untuknya seorang bayi, lalu dia mengazani telinganya sebelah kanan, dan mengiqamati telinganya sebelah kiri, maka ia tidak akan celaka oleh Ummu Shibyan (jin pengganggu anak kecil)”._
๐(HR. Abu Ya’la Al-Mushili).
Mengomentari hadits tersebut, Imam Al-Mubarakfuri menerangkan: Hadits ini bisa dijadikan sebagai penguat atau syahid dari hadits riwayat Abi Rafi’ di atas.
๐(Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’it Tirmidzi, juz 5, h. 89).
*ูุงููู ุงุนูู ุจุงูุตูุงุจ*
Baca juga kajian ulama tentang mazhab berikut :
- Imam dan Ulama Bermazhab Asy'ariyah
- Membedah Logika Ikut Ulama Apa Ikut Nabi SAW?
- Semua Akan Bermadzab Pada Waktunya
- Madzhab dan Persatuan Umat
- Pasang Surut Mazhab
Sumber FB : Ahlussunah Wal Jama'ah Riau: Aqidah Asy'ariyyah Wal Maturidiyyah