Hijrah dari Tabdi'i dan Takfiri Menuju ke Tabdi'i dan Takfiri Yang Lain
Seperti dalam ungkapan yang populer, "Siapa yang tidak mengetahui (hakekat) sesuatu, ia akan cenderung memusuhi". Dan sejauh ini saya melihat, itulah yang terjadi pada kawan-kawan Salafi, khususnya mereka yang baru hijrah masuk komunitas mereka, atau lebih spesifik mantan pengikut LDI* yang masuk Salafi, dalam memandang ilmu tasawuf atau sufi dan amalannya. Paling tidak, itulah yang sering saya lihat.
LDI* misalnya, jika sebelumnya mereka memiliki penyakit kronis tabdi'i dan takfiri (suka mengumbar vonis bid'ah dan kafir) kepada kelompok diluar mereka, maka setelah hijrah menjadi Salafi, sifat ekstrim dan jumud akut tersebut tetap melekat dan hanya berbeda "baju" saja. Bahkan dengan kepede'an tingkat tinggi dan i'jab birra'yi yang kelewat batas karena merasa menyandang "pengamal sunnah" mereka kafirkan dan bid'ahkan setiap sesuatu yang tidak mereka sepakati.
Betapa banyak dari mereka yang awam dan tidak tahu hekekat ilmu tasawuf, tapi sudah main tuduh sesat. Masalah utamanya hanya satu, yaitu taqlid secara membabi buta kepada ustadz-ustadz "sunnah" mereka. Disisi lain, mereka menuduh pengikut mazhab fikih tertentu secara konsisten dengan sebutan taqlid buta. Mereka terbutakan dengan itu semua, sehingga lupa dari menyadari bahwa sejatinya merekalah yang taqlid buta secara luar biasa kepada ustadz-ustadznya.
Tasawuf secara konteks ilmu adalah satu disiplin tentang bagaimana cara memperbagusi hati dan anggota badan dengan menihilkan akhlak yang tercela serta menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Dan tasawuf secara konteks amal adalah mengambil sikap kehati-hatian dalam melaksanakan perintah-perintah Allah, menjauhi larangan-larangan-Nya secara zhahir dan batin, serta tidak berlebihan dalam mengambil yang mubah. Dan puncak dari tasawuf adalah hati yang bersih, gerak anggota badan yang tertib selaras syari'at, dan sukses menggapai derajat yang tinggi. Sementara inti pengamalan tasawuf adalah berakhlak dengan akhlak yang telah digaris pandukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang kemudian disebut dengan maqom thariqot (setelah melaksanakan syari'at). Dan tasawuf sendiri adalah implementasi dari maqom ihsan yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam hadits Jibril yang populer.
Jadi, dimanakah letak kesesatan tasawuf? Tidak ada! Bahkan dapat dipastikan, yang menyesatkan tasawuf secara membabi buta dan absolut adalah mereka yang tidak jujur beragama dan cenderung rela menjadi pendusta.
Jikalau hanya karena alasan nama itu tidak pernah ada dimasa salaf atau tidak pernah disebutkan dalam nash al-Qur'an dan as-Sunnah, maka bukan lantas tasawuf tidak dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam sebagaimana tuduhan batil mereka. Berapa banyak istilah-istilah ilmu dalam Islam yang tidak disebutkan dalam nash-nash syari'at atau salaf?! Bagi yang berfikir cerdas dan steril dari sikap fanatisme berlebihan pasti akan membenarkan pernyataan ini.
Kalaupun ada sebagian pengamal tasawuf yang melenceng dari rel yang benar, maka bukan berarti tasawuf-nya yang disesatkan. Dan kebanyakan dari mereka yang antipati terhadap tasawuf akan menyebutkan beberapa amalan yang kontroversial atau menyebarkan gambar-gambar tertentu dan lalu diberi caption bahwa itulah tasawuf dan itulah kesesatan. Terkadang mereka juga menukil kritikan ulama' besar, seperti Imam Syafi'i radhiyallahu 'anhu kepada sufi tanpa memberikan penjelasan ulama' bahwa kritik tersebut ditujukan kepada sufi-sufi jahil yang bermudah-mudahan terhadap ajaran syari'at. Dan itulah distorsi yang menjadi kebiasaan dan jalan agama sebagian dari mereka.
Maka dengan ini, saya mengimbau kepada kawan-kawan hijrah untuk lebih banyak belajar dan memperbaiki diri ketimbang ikut-ikutan menyesatkan sesuatu yang kalian belum ketahui. Tak dapat dibayangkan, kalian yang awam sudah berani menyesatkan banyak sekali ulama'-ulama' besar yang telah berjasa membawa ajaran dan agama Islam.