Majma al-Buhuts al-Islamiyyah - Al-Azhar

Majma' al-Buhuts al-Islamiyyah - Al-Azhar

Majma' al-Buhuts al-Islamiyyah - Al-Azhar 

اشتركت مع صاحب لي في عمل على أن يكون المال مني والعمل منه، واتفقنا على أن آخذ خمسة آلاف جنيه كل شهر من الأرباح، ولا علاقة لي بالمكسب أو الخسارة فما حكم هذه المعاملة؟

Saya bekerja sama dengan kawan saya dalam suatu pekerjaan dengan aturan bahwa modalnya berasal dari saya, sedangkan yang mengelola modal adalah kawan saya tersebut. Dan kami bersepakat bahwa saya akan mengambil 5000 pound Mesir (± Rp 4.000.000,-) tiap bulan dari keuntungan, tak peduli untung atau rugi. Apa hukum mu'amalah seperti ini? 

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد،،

فهذه المعاملة تسمى في الفقه الإسلامي بالمضاربة: وهي نوع من المشاركة، يتم فيه دفع مال من شخص لآخر يتاجر فيه والربح بينهما.

Mu'amalah ini disebut dalam fiqh islam sebagai mudhôrobah yaitu salah satu jenis perserikatan: penyerahan modal dari seseorang kepada orang lain untuk dikelola dan keuntungan dibagi bersama.

وتعتبر المضاربة من أوسع أبواب العقود المالية لأنها تقوم على مفهوم تلاقي رأس المال مع جهد الإنسان لتحقيق عمل مربح.

Mudhorobah terhitung sebagai bagian terluas transaksi keuangan karena dilakukan berdasarkan pengertian saling mempertemukan modal dan usaha manusia dalam menghasilkan pekerjaan yang menguntungkan.

وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث والناس يتعاملون بالمضاربة فلم ينكر عليهم، فكان ذلك تقريرًا منه  صلى الله عليه وسلم لمشروعيتها، كما روي عن عدد من الصحابة أنهم دفعوا مال اليتيم مضاربة، منهم عمر وعثمان وعلي وعبد الله بن مسعود وعبد الله بن عمر وعبيد الله بن عمر رضي الله تعالى عنهم، وعليه تعامل الناس من زمن الصحابة إلى يومنا هذا من غير نكير، خاصة وأن كثيرًا من أصحاب الأموال لا يعرفون طرق استثمارها، ولأن كثيرًا من الخبراء في ذلك لا أموال عندهم، والمصلحة تقتضي مشاركة الطرفين. 

Telah valid riwayat bahwa Nabi ﷺ diutus, sementara masyarakat melakukan transaksi dalam bentuk mudhorobah, dan beliau tak mengingkari itu, sehingga hal itu merupakan taqrir (ketetapan) beliau ﷺ akan kebolehan mudhorobah itu. Sebagaimana diriwayatkan tentang sejumlah sahabat yang memberikan harta anak yatim untuk dikelola (dilakukan akad mudhorobah), diantara para sahabat itu adalah Umar, Utsman, Ali, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Umar, Ubaidillah bin Umar Radhiyallahu 'anhum. Berdasar inilah manusia bermuamalah dari sejak masa sahabat hingga masa kita sekarang ini tanpa ada yang mengingkari secara khusus. Dan kebanyakan pemilik modal tidak mengetahui bagaimana mengembangkannya, sedangkan kebanyakan para pekerja tak memiliki modal, sehingga mashlahat itu menghendaki kerjasama antara kedua belah pihak. 

وقد اتفق العلماء على أن المضاربة المشروعة يشترط فيها أن يكون الربح نسبة شائعة معلومة لكل من الطرفين، ولا يجوز أن يشرط لأحدهما مبلغًا محددًا وإن قل. 

Ulama bersepakat bahwa mudhorobah yang diperbolehkan mensyaratkan agar keuntungan itu menjadi rasio bersama yang diketahui oleh kedua belah pihak dan tidak diperbolehkan mensyaratkan bagi salah satu pihak sejumlah (uang) tertentu, meskipun sedikit.

قال ابن المنذر: "أجمع أهل العلم على أن للعامل أن يشترط على رب المال ثلث الربح، أو نصفه، أو ما يجمعان عليه، بعد أن يكون ذلك معلومًا، جزءًا من أجزاء، وأجمع كل من نحفظ عنه من أهل العلم على إبطال القراض الذي يشترط أحدهما -أو كلاهما- لنفسه دراهم معلومة، وممن حفظنا ذلك عنه: مالك، والأوزاعي، والشافعي، وأبو ثور، وأصحاب الرأي" .  

Ibnul Mundzir berkata: Ulama telah ijma' bahwa bagi pengelola agar mensyaratkan pada pemilik modal ⅓, ½, atau rasio yang disepakati bersama, setelah keuntungan itu diketahui bersama, sebagian dari beberapa bagian (seper sekian). Dan telah ijma' seluruh riwayat ulama yang kami hafal akan batalnya qarâdh yang salah satu atau keduanya mempersyaratkan untuk dirinya sendiri dirham yang telah ditentukan. Diantara ulama yang kami hafal tentang hal itu: Malik, Al-Auza'i, al-Syâfi'i, Abu Tsaur, dan Ashâb al-Ra'yi.

وإنما لم يصح تحديد قدر معين من الربح لأحد الشريكين لأمور: 

Penentuan jumlah tertentu dari keuntungan bagi salah satu pihak itu tidak sah, karena beberapa alasan, diantaranya:

منها: أنه إذا شرط أحدهما أموالا معلومة، احتمل أن لا يربح غيرها، فيحصل على جميع الربح، واحتمل أن لا يربحها، فيأخذ من رأس المال جزءا، وقد يربح كثيرا، فيتضرر من شرطت له الأموال المحددة.

Ketika salah satu pihak disyaratkan mendapat sejumlah uang tertentu, kemungkinan salah satunya tidak untung, sehingga pihak tadi mendapat keseluruhan keuntungan; dan kemungkinan juga tidak mendapat keuntungan, sehingga justru ia akan mengambil bagian tersebut dari modal. Dan terkadang mendapat untung besar, sehingga pihak yang disyaratkan mendapat sejumlah uang tertentu itu malah merugi.

ومنها: أن العامل متى شرط لنفسه دراهم معلومة، ربما توانى في طلب الربح؛ لعدم فائدته فيه وحصول نفعه لغيره، بخلاف ما إذا كان له جزء من الربح.

Seorang pengelola, ketika ia disyaratkan mendapat sejumlah uang tertentu, terkadang tidak bersemangat dalam mencari keuntungan karena Ia tidak mendapat manfaat keuntungan dan justru yang mendapat manfaat keuntungan pihak lain. Hal ini berbeda ketika ia mempunyai rasio bagian dari keuntungan tersebut.

وعليه، فلا يجوز في المضاربة تحديد مبلغ معين مقطوع به لصاحب المال، والمشروع أن يحدد المضاربان نسبة من الربح كثلثه أو نصفه أو نحو ذلك مما يتفقان عليه تكون لرب المال والباقي للعامل، فإن لم يفعلا ذلك فسدت المضاربة، وانقلبت عند جمهور الفقهاء إلى إجارة فاسدة يستحق فيها صاحب المال كل الربح، ويستحق العامل أجرة مثله. 

Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak diperbolehkan dalam mudhorobah itu menentukan sejumlah uang bagi pemilik modal, tetapi yang disyariatkan (diperbolehkan) adalah kedua belah pihak  menentukan rasio keuntungan, misalnya: ⅓, ½, atau yang disepakati oleh keduanya bagi pemilik modal dan selebihnya bagi pengelola. Karenanya, jika kedua belah pihak tidak melakukan penentuan rasio keuntungan itu, maka akad mudhorobah itu rusak dan menurut jumhur fuqaha akad itu berubah menjadi ijarah yang rusak, pemilik modal berhak mendapat seluruh keuntungan, sedangkan pengelola berhak mendapat ujroh mitsil.

قال الموصلي: "إذا فسدت المضاربة فهي إجارة فاسدة؛ لأنه عمل له بأجر مجهول فيستحق أجر مثله".

Al-Maushili berkata: Jika akad mudhorobah rusak, maka menjadi ijarah yang rusak, karena ia mengelola untuknya dengan upah yang tak diketahui, sehingga ia berhak mendapat ujroh mitsl.

وفي واقعة السؤال نقول للسائل: ما مضى من عمل فهو إجارة يستحق شريكك عليها أجرة المثل، فعليك بتقييم عمله وتحديد الأجر المناسب ودفعه له، وما بقي من رأس المال والأرباح فهو لك، وعليك بتصحيح هذه المعاملة مستقبلا بتحديد نسبة من الربح كثلثه أو ربعه أو ما تتفقان عليه، حتى تصح هذه المشاركة، والله أعلم.

Dalam konteks pertanyaan, kami berpendapat bagi penanya: Pengelolaan modal yang telah berlalu, maka itu termasuk akad ijarah, sehingga kawan Anda itu berhak mendapat ujroh mitsl. Karenanya, Anda harus menaksir/memperkirakan pekerjaannya itu dan menentukan upah terkait dan memberikan kepadanya. Sementara itu, modal dan keuntungan selebihnya adalah hak Anda. Dan Anda harus membetulkan akad muamalah ini kedepannya dengan cara menentukan rasio keuntungan, seperti: ⅓, ¼, atau yang Anda sepakati bersama sehingga kerjasama ini menjadi sah. 

Wallahu a'lam.

Sumber FB Ustadz : Nur Hasim

10 Maret 2022  · 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Majma al-Buhuts al-Islamiyyah - Al-Azhar - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®