Zakat Harta Suami Istri Terpisah
Kewajiban zakat itu kewajiban yang sifatnya individu, seperti juga kewajiban ibadah lainnya seperti shalat, puasa dan haji.
Dikatakan bahwa sifatnya individu itu maksudnya bahwa pada dasarnya setiap orang dikenakan kewajiban sendiri-sendiri. Walaupun pasangan suami istri sekalipun.
Walaupun suami itu wajib memberi nafkah kepada istri, tapi suami tidak bisa mewakilkan kewajiban shalatnya istrinya. Dan hal yang sama berlalu juga sebaliknya.
Hutang puasa istri itu tidak bisa dibayarkan qadha'-nya oleh suami. Istri itu sendiri yang kudu bayarkan kewajiban qadha' puasanya, bukan suaminya.
Suami kalau mau toleransi ikutan puasa, silahkan saja. Tapi tetap istri yang wajib bayar hutang puasa.
Begitu juga dalam urusan kewajiban haji. Suami tidak bisa pergi haji dengan niat menghajikan istri.
Kalau ada istilah badal haji, dimana orang lain pergi haji mewakilkan kewajiban haji kita, tapi ada syarat-syaratnya. Setidaknya yang dihajikan itu sudah tua renta, sakit-sakitan atau sudah wafat. Kalau masih sehat wal afiat tentu tidak bisa diwakilkan.
Bagaimana dengan zakat?
Sama juga. Kewajiban zakat ini berlakunya hanya ketika harta seseorang sudah melebihi nisab. Bukan akumulasi harta milik berdua.
Contohnya pasangan suami istri punya tabungan koin emas yang junlahnya 150 gram.
Sekilas sudah wajib zakat, karena sudah lebih dari 85 gram (20 mitsqal). Namun perlu dijelaskan dulu, berapa jumlah koleksi emas masing-masing dari suami istri.
Seandainya 150 gram itu dimiliki secara fifty-Fifty, yaitu masing-masing 75 gram, maka tidak ada kewajiban zakatnya. Karena tak satupun yang emasnya memenuhi nisab.
Namun seandainya istri memiliki 85 gram ke atas, dia wajib zakat. Sedangkan suaminya hanya memiliki sisanya yaitu 150 - 85 = 65 gram. Suami tidak kena kewajiban zakat.
Dari situ jelas sekali bahwa kewajiban zakat itu sifatnya individualis, tidak kolektif. Bahkan meski harta dimiliki bersama, namun tetap ada porsi sahamnya.
Dan yang dihitung dalam urusan nisab zakat adalah porsi nilai harta milik pribadi. Bukan kewajiban kolektif tapi kewajiban individu.
Lagian nanti di akhirat nanti, pertanggung-jawaban amal-amal kita juga diperiksa sendiri-sendiri, bukan per group.
NOTE
Ada pengecualian dalam zakat fitrah. Kewajibannya memang bersifat individu, namun cukup dibayarkan oleh kepala keluarga untuk sekeluarga, maka gugurlah kewajiban masing-masing individu.
baca juga kajian tentang muslimah berikut :
- Mandi Setelah Melahirkan atau Setelah Berhenti Darah Nifas?
- Wanita Hebat Pada Masanya Pencetak Para Ulama Besar
- Apakah Ada Khilaf Dalam Hukum Berjabat Tangan
- Hukum Bersalaman dengan Lawan Jenis di Moment Hari Raya
- Bersentuhan Suami Istri, Apakah Membatalkan Wudhu?
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
23 November 2021·