TIPU DAYA WAHHABI DENGAN MENGHARAMKAN CIUM TANGAN/KAKI ULAMA
Wahhabi di Indonesia terus saja menebar fitnah dan tipu daya pada umat. Dan sasaran empuk wahhabi adalah KAUM MUDA (kaum muda disini bisa dipahami karena memang masih muda usia atau orang-orang yang baru 'melek' agama ). Maka tidak heran jika jaring perangkap tipu daya wahhabi sukses mem-brain wash/cuci otak kalangan muda.
Lihat saja fenomena "ARTIS MENDADAK HIJRAH", saksikan tingkah polah mereka yang hanya dalam sekejap serasa sudah menguasai semua ilmu, hingga mudah mengobral berbagai tuduhan keji pada umat yang tidak sehaluan dengan mereka.
Baik para da'i maupun 'orang-orang muda" yang mendadak "hijrah" dalam sekedip mata berlagak mujtahid. Mengharamkan, membid'ahkan bahkan mengkafirkan orang-orang yang jelas bersyahadat hanya karena doktrin ngawur.
MENCIUM TANGAN, BAHKAN KAKI ATAU SUNGKEM pada orangtua atau ulama/guru tiba-tiba di tuduh bid'ah, syirik, ghuluw.
Apa yang dilakukan wahhabi dengan terus menerus menghamburkan fitnah terhadap umat Islam bertujuan menjauhkan umat dari para Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah. Pada gilirannya, umat semakin tidak tahu ilmu dan dalil amaliyah Ahlussunnah Wal Jama’ah, umat semakin tidak tahu Hujjah Aswaja.
Wahhabi gencar mengkampanyekan : kyai dan ulama adalah manusia biasa, buat apa mengikuti mereka, ikuti langsung Al-Qur’an dan Al-Hadits !!!
Mereka dengan gencar mengatakan ulama Aswaja, seperti Imam Hanafi (80 H), Imam Maliky (93 H), Imam Asy-Syafi’i (150 H), Imam Hanbali (164 H), para Muhadditsin Abu Dawud (202 H), Imam Tirmidzi (209 H) adalah manusia biasa, tidak perlu mengikuti pendapat mereka. Buat apa mengikuti manusia. Mereka bukan pedoman, hanya Al-Qur’an dan Al-Hadits yang boleh dijadikan pedoman.
Logika palsu yang ditawarkan wahhabi begitu manis dan mudah diterima kalangan orang awam. Siapa yang bisa menyalahkan bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits lebih unggul dari pendapat manusia ?? Tentu semua pasti meyakini kebenarannya.
Tapi sayangnya kalimatul haq (Kata yang benar) ini memiliki agenda licik terselubung ; kalimat manis ini memiliki agenda tersembunyi, agar umat dijauhkan dari Imam Hanafi, Imam Maliki , Imam Asy-Syafi’i, Imam Hanbali , para Muhadditsin Abu Dawud (202 H), Imam Tirmidzi (209 H) dan berupaya keras agar umat mendewa-dewakan pendapat tokoh Wahhabi pujaan mereka spt Albani, Bin Baz, Ibnu Taimiyah dan lainnya.
Kalau mereka mengaku mengikuti salaf, lalu siapa yang lebih salaf?? Imam Syafi’i/150 H, seorang Tabi’ut Tabi’in Atau Albani/1330 H, seorang kholaf wahabi?
Siapa yang lebih salaf, Imam Hanafi (80 H) seorang Tabiut Tabi’in atau Ibnu Taimiyah/661 H, seorang Wahhabi Kholaf ?
Siapa yang lebih salaf, Imam Abu Dawud/202 H, Imam Muhadditsin salah satu Imam Kutubussittah atau Bin Baz/1333 H, seorang Wahhabi Kholaf. Silahkan dipikirkan dan dipelajari, agar tidak mudah tertipu.
MENCIUM TANGAN PARA ULAMA ATAU ORANGTUA merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan oleh agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka seperti disebut dalam sebuah hadits :
عَنْ زَارِعٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ- وَكَانَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ- قَالَ: فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرَ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلَ يَدَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَرِجْلِهِ. (سنن أبو داود, رقم 4548)
“Dari Zari’ r a : Ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku ‘Abdil Qais, beliau berkata, 'Kemudian kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu mengecup tangan dan kaki Nabi SAW.” (Sunan Abi Dawud [4548])
Atas dasar hadits ini, para ulama mensunnahkan mencium tangan guru, ulama, orang shalih serta orang-orang yang kita hormati. Bahkan hadits ini menjelaskan para sahabat mencium kaki beliau sebagai bentuk cinta, bukan penyembahan.
Imam Nawawi dalam salah satu karangannya mengatakan :
يُسْتَحَبُّ تَقْبِيْلُ أَيْدِي الصَّالِحِيْنَ وَفُضَلَاءِ الْعُلَمَاءِ وَيُكْرَهُ تَقْبِيْلُ يَدِ غَيْرِهِمْ. (فتاوى الإمام النووى, ص 79)
“Disunnahkan mencium tangan orang-orang shalih dan ulama-ulama yang utama. Namun mencium tangan selain orang-orang itu hukumnya makruh.” (Fatawi al-Imam al-Nawawi,79)
Ketika menjelaskan perkataan Imam Nawawi diatas, syekh Muhammad al-Hajjar dalam ta’liq (komentar) kitab Fatawi al-Imam al-Nawawi menyatakan :
فَإِذَا أَرَادَ تَقْبِيْلَ يَدِ غَيْرِهِ إِنْ كَانَ ذَالِكَ لِزُهْدِهِ وَصَلَاحِهِ أَوْ عِلْمِهِ وَشَرَفِهِ وَصِيَانَتِهِ أَوْ نَحْوِ ذَالْكَ مِنَ الْأُمُوْرِ الدِّيْنِيَّةِ لَمْ يُكْرَهْ, بَلْ يُسْتَحَبَّ. لِأَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَبَّلَ يَدَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. وَإِنْ كَانَ لِغِنَاهُ وَدُنْيَاهُ وَثَرْوَتِهِ وَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا وَنَحْوِ ذَالِكَ فَهُوَ مَكْرُوْهٌ شَدِيْدُ الْكَرَاهَةِ. (فتاوى الإمام النووى, ص 80)
“Mencium tangan orang lain, bila itu dilakukan karena orang tersebut zuhud, shalih, berilmu, mempunyai kemuliaan, serta bisa menjaga diri, atau perkara yang semisal yang berkaitan dengan masalah agama, maka perbuatan itu tidak dimakruhkan, bahkan termasuk perbuatan sunnah. Tapi jika dilakukan karena orang tersebut memiliki kekayaan, karena dunianya, pengaruhnya serta kekuatannya di hadapan ahli dunia, serta perbuatan lain yang serupa, maka hukumnya makruh, dengan kemakruhan yang sangat besar.” (Fatawi al-Imam Nawawi, 80)
DR. Ahmad al-Syarbashi dalam kitab Yas’alunaka Fi al-Din wa al-Hayah menyimpulkan. :
فَأَنْتَ تَرَى مِنْ هَذَا أَنَّ تَقْبِيْلَ الْيَدِ إِذَا أُرِيْدُ بِهِ غَرَضٌ كَرِيْمٌ كَانَ كَرِيْمًا, وَهَذَا هُوَ الْأَصْلُ فِيْهِ. إِذَا أُسِيْئَ إِسْتِغْلَالُهُ صَارَ مَرْذُوْلًا, شَأْنَ كُلِّ مَقْبُوْلٍ يَسُوْءُ إِسْتِعْمَالُهُ. (يسألونك في الدّين والحياة, ج 2 ص 642)
“Dari sini dapat kamu lihat, bahwa apabila mengecup tangan itu dimaksudkan dengan tujuan yang baik, maka (perbuatan itu) menjadi baik. Inilah hukum asal dalam masalah mencium tangan ini. Namun bila perbuatan itu digunakan untuk kepentingan dan tujuan yang jelek, maka termasuk perbuatan yang terhina. Sebagaimana setiap perbuatan baik yang diselewengkan untuk kepentingan yang tidak dibenarkan.” (Yas’alunaka fi al-din wa al-Hayah, juz II, hal 642)
APA MANFAAT MENCIUM TANGAN/KAKI ULAMA/ORANGTUA ?
Ketika pendidikan dirumah atau lembaga pendidikan seperti pesantren, yang membiasakan anak/muridnya mencium tangan pengasuh atau gurunya, maka akan menumbuhkan rasa cinta dan patuh pada guru tersebut yang pada gilirannya akan lebih mudah diatur sehingga mewujudkan kedisiplinan dan kepatuhan dalam mengerjakan tugas dan aturan pada lembaga tersebut. Hal ini tentu sangat dibutuhkan untuk keberhasilan sebuah pendidikan.
Dari sini maka mencium tangan ulama atau orang yang dihormati memang diperbolehkan dalam agama islam, dan itu memang disunnahkan.
PANTAS SAJA ORANG-ORANG YANG BERPAHAM WAHHABI TIDAK TAHU ADAB.
baca juga kajian tentang ulama berikut :
- Daging Para Ulama Beracun
- Ibn Taimiyah dan Celaannya Kepada Ulama
- Ragam Pendapat Ulama Tentang Derivasi Lafal Allah
- Hukum Puasa Rajab Menurut Ulama Mazhab
- Ulama Yang Dijuluki Si Tuli
Sumber FB : Srikandi Aswaja
5 November 2021 pada 17.55 ·