BERSIN SAAT SHALAT, APAKAH TETAP DIANJURKAN UNTUK MENGUCAPKAN ALHAMDULILLAH ?
Oleh : Abdullah Al-Jirani
Saat bersin, disunahkan untuk mengucapkan Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah) sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Karena bersin, merupakan salah satu bentuk nikmat Allah Ta’ala yang mungkin kurang disadari oleh sebagian orang. Hal ini berdasarkan hadis dari sahabat Abu Hurairah ra, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: الحَمْدُ لِلَّهِ
“Apabila salah satu dari kalian bersin, maka ucapkanlah ; Alhamdulillah.(HR. Al-Bukhari )
Kalau di luar shalat, kesunahan hal ini perkaranya telah jelas. Yang musykil, jika bersinnya di dalam shalat. Apakah dalam kondisi ini tetap disunahkan untuk mengucapkan Alhamdulillah ? Jawab : Sebelumnya perlu untuk diketahui, bahwa ketika shalat, dilarang untuk berbicara dengan pembicaraan manusia. Jika hal ini dilakukan secara sengaja dan tahu akan keharamannya, maka shalatnya batal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya shalat ini tidak boleh ada sesuatu dari pembicaraan manusia di dalamnya.Tapi ia hanyalah tasbih, takbir dan membaca Al-Qur’an.” (HR. Muslim).
Tasbih, takbir, dan membaca Al-Qur’an, termasuk dari dzikir. Ucapan Alhamdulillah, juga termasuk dari bagian dzikir. Maka dengan demikian, ketika seorang bersin di dalam shalat, tetap dianjurkan untuk mengucapkannya. Dan hal ini tidak membatalkan shalat. Pendapat ini merupakan pendapat dalam mazhab Syafi’i dan salah satu riwayat dari pendapat Mazhab Maliki serta dipilih oleh imam Ibnul Arabi.
Imam An-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah berkata :
إِذاَ عَطَسَ فِيْ صَلاَتِهِ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقُوْلَ: الْحَمْدُ لِلَّه،ِ وَيُسْمِعَ نَفْسَهُ، هَذاَ مَذْهَبُنَا.
“Apabila seorang bersin di dalam shalatnya, dianjurkan untuk mengucapkan Alhamdulillah dan memperdengarkan (ucapan tersebut) kepada dirinya. Ini merupakan mazhab kami (Syafi’iyyah).” (Al-Adzkar, hlm. 242. Cetakan Darul Ihya’, Indonesia.)
Ucapan beliau juga bisa disimak di dalam kitab Syarh Al-Muhadzab, jilid IV, hlm. 630 dengan redaksi yang hampir sama. Simak juga keterangan dalam masalah ini di kitab Asna Al-Mathalib, juz IV, hlm. 187.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat. Mohon maaf jika ada kekurangan. Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber FB Ustadz : Abdullah Al Jirani
Kajian· 15 September 2021 pada 17.56 ·