Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah :
Beradab Kepada Pengkritik dan Pemfitnah
Sedang viral kembali diskusi tentang Syaikh Nashiruddin al-Albani, ahli haditsnya Salafi Wahabi, yang [katanya] tidak dianggap kegigihan dan ketekunan riset-riset haditsnya oleh Ustadz Arrazi. Bahkan ada yang menulis kritik balik untuk Ustadz Arrazi sambil menjatuhkan keilmuan hadits Imam al-Ghazali.
Saya adalah diantara yang mengapresiasi juhud Syaikh al-Albani yang secara khusus berkhidmah menekuni penelitian hadits-hadits Nabi, lepas dari setuju atau tidak setuju dengan hasil riset, akidah, atau fatwa-fatwa ganjil beliau. Saya pribadi lebih tertarik mengkritisi sisi ilmiyah-nya dari pada mencela atau menjatuhkan pribadinya.
Perseteruan Syaikh Nashiruddin al-Albani dengan ulama'-ulama' sezamannya seperti Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi, Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Syaikh Abdullah al-Ghumari, Syaikh Habiburrahman al-A'zhami, dan yang lain pernah menghiasi buku catatan sejarah. Perselisihan itu sebenarnya terkait masalah ilmiyah, dimana Syaikh Nashiruddin al-Albani dianggap oleh lawan-lawannya banyak melakukan kesalahan dalam menganalisis hadits, termasuk fatwa dan pernyataan beliau yang dinilai ganjil dan melanggar ijma'. Dan ulama'-ulama' tersebut sedang melakukan tugasnya, yaitu nasehat dan meluruskan kesalahan. Fakta ini sebenarnya sudah populer dan familiar, hanya saja sekali lagi, ini adalah ranah debat ilmiyah, sehingga tidak sepatutnya menghalalkan caci maki atau merendahkan pribadi seseorang.
Tetapi kalau mau jujur, Syaikh Nashiruddin al-Albani sendiri juga kerap mengkritik pedas lawan-lawannya, bahkan tidak jarang menggunakan diksi atau narasi yang tidak sepatutnya. Yang amat disayangkan, menurut saya, adalah narasi beliau yang mensejajarkan fikih Hanafi dengan Injil hingga memantik kritik keras dari Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi dan yang lain. Tapi bagi saya, itu masuk pilihan adab dan etika. Sama seperti ketika ada sebagian ulama' Aswaja yang terkadang berlebihan dan mengeluarkan narasi keras dan terkesan kurang etis atau beradab.
Anda juga bisa membaca kitab "Kalimat fi Kasyfil Abathil wa Iftiro'at" yang ditulis oleh Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah untuk menjawab iftiro'atnya Syaikh Nashiruddin al-Albani, Syaikh Zuhair asy-Syawis dan kawan-kawannya. Awal kali kitab ini dicetak tanpa menyebutkan nama-nama orang yang dijawab oleh beliau dan tidak pula diedarkan secara luas. Hanya kepada kawan-kawan beliau yang meminta yang diberi. Tetapi setelah muncul jawaban dari Syaikh al-Albani dan menyebutkan secara terang nama-nama yang dimaksudkan oleh Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, barulah terbitan kedua beliau berani terang-terangan menyebutkan nama-nama tersebut.
Di sini saya terkesan dengan akhlak dan adab Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Beliau seorang Ahlussunnah yang juga dekat dengan ulama' Salafi Wahabi, bahkan diantara guru-guru beliau juga ada yang sangat fanatik kepada Imam Ibn Taimiyah. Tetapi beliau beradab kepada pengkritik dan pemfitnahnya dengan memilih tidak berseteru secara frontal, tapi lebih konsentrasi memberikan penjelasan dan klarifikasi terhadap fitnah yang dituduhkan. Sama seperti kisah Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi, ketika dicurhati mantan istri Syaikh al-Albani [mohon diluruskan jika salah], beliau memilih tidak mau meladeni karena bagi beliau, perseteruan dengan Syaikh al-Albani adalah perseteruan antara ahli ilmu dengan ahli ilmu. Adapun urusan pribadi, maka hendaklah tidak diselipkan dalam perdebatan ilmu dan itu menjadi urusan pribadi masing-masing dengan Allah.
Dan saya mengikuti jejak Syaikh Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi dan Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Bagi saya, keduanya adalah cerminan akhlak dan sikap dalam berdiskusi dan berdebat yang sangat baik.
Sumber FB Ustadz : Hidayat Nur
29 September 2021·