Bolehkah Berpuasa 10 Hari Pertama Zulhijjah?
Sekitar dua tahun lalu seorang ibu (etek) dari kampung menelpon saya. Ia menceritakan bahwa sudah sekian tahun ia selalu berpuasa sunnah sejak tanggal 1 sampai 9 Zulhijjah. Sampai suatu ketika ia mendengar sebuah ceramah yang mengatakan bahwa yang disunnahkan itu hanya berpuasa pada tanggal 9 Zulhijjah saja, yang lebih dikenal dengan puasa ‘Arafah. Adapun puasa dari tanggal 1 sampai 8 Zulhijjah tidak ada dasarnya. Setelah mendengar ceramah itu, ibu ini menjadi ragu. Karena itulah ia menelpon saya.
Kemarin, seorang senior saya dulu di Thawalib juga menanyakan hal yang sama. Tahun lalu ternyata ia juga menanyakan hal yang sama via WA. Maka saya berikan penjelasan sepanjang yang saya ketahui dari hadits-hadits Rasulullah Saw dan penjelasan para ulama yang dapat dipercaya. Berikut pokok-pokok bahasannya.
☆☆☆
Keutamaan sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah sudah dijelaskan dalam banyak hadits. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Abbas ra, Rasulullah Saw bersabda :
مَا العَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ ، قَالُوا: وَلاَ الجِهَادُ ؟ قَالَ : وَلاَ الجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
“Tidak ada amalan yang lebih utama daripada amalan di hari-hari yang sepuluh ini.” Para sahabat bertanya, “Tidak juga jihad?” Rasulullah Saw menjawab, “Tidak juga jihad (maksudnya tetap lebih utama amalan di hari yang sepuluh itu), kecuali seorang yang berjuang dengan jiwa dan hartanya dan tidak ada yang tersisa sedikitpun.”
Kata ‘amal’ dalam hadits tersebut bersifat umum. Puasa adalah satu dari sekian banyak amal, bahkan ia termasuk jenis amal yang utama. Mengeluarkannya dari kata ‘amal’ yang disebutkan dalam hadits itu tentu membutuhkan dalil tersendiri.
Disamping dalil umum ini, ada beberapa hadits yang secara spesifik menyebutkan puasa sebagai salah satu amal yang dianjurkan di sepuluh pertama bulan Zulhijjah itu meskipun status haditsnya lemah.
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الحِجَّةِ، يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ (رواه الترمذي وقال : هذا حديث غريب)
“Tidak ada hari yang lebih dicintai oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya daripada sepuluh Zulhijjah. Puasa setiap hari di hari itu setara dengan puasa satu tahun.”
Ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ صِيَامَ يَوْمٍ مِنْهَا يَعْدِلُ صِيَامَ سَنَةٍ، وَالْعَمَلُ بِسَبْعِمَائِةِ ضَعْفٍ
“Sesungguhnya puasa sehari di hari itu sama dengan puasa setahun, dan beramal di hari itu dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat.” (dinukil dari Fathul Baru 2/461).
Timbul pertanyaan, bukankah tanggal 10 Zulhijjah tidak dibolehkan berpuasa? Kenapa digunakan kata عَشْرُ ذِي الحِجَّةِ “sepuluh hari Zulhijjah” ?
Kita serahkan jawabannya kepada Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Beliau berkata :
واستدل به على فضل صيام عشر ذي الحجة لاندراج الصوم في العمل واستشكل بتحريم الصوم يوم العيد وأجيب بأنه محمول على الغالب
“Hadits tersebut dijadikan sebagai dalil untuk keutamaan puasa di sepuluh hari Zulhijjah karena puasa masuk dalam kategori amal. Ada isykal (problem) karena di hari Ied (10 Zulhijjah) puasa diharamkan. Jawabannya adalah hadits tersebut dimaknai dalam pengertian dominan (artinya penyebutan angka ‘sepuluh’ dalam hadits tersebut tidak berarti harus sepuluh secara persis).”
Bagaimana pula dengan hadits dari Sayyidah Aisyah dimana beliau berkata:
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا الْعَشْرَ قَطُّ(رواه أبو داود)
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw berpuasa di sepuluh hari (Zulhijjah) sama sekali.” ?
Kita serahkan kembali jawabannya kepada Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani :
ولا يرد على ذلك ما رواه أبو داود وغيره عن عائشة قالت ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم صائما العشر قط لاحتمال أن يكون ذلك لكونه كان يترك العمل وهو يحب أن يعمله خشية أن يفرض على أمته
“(Anjuran berpuasa di sepuluh hari itu) tidak bisa dibantah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lain, dari Aisyah ra, ia berkata : “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw berpuasa di sepuluh hari (Zulhijjah) sama sekali” karena ada kemungkinan Nabi Saw tidak melakukan hal tersebut, padahal boleh jadi ia sangat ingin melakukannya, karena takut hal itu akan diwajibkan kepada umatnya.”
Belum lagi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang keshahihan hadits dari Sayyidah Aisyah ra tersebut.
Katakanlah hadits itu shahih. Tapi ini tetap tidak menafikan kesunnahan melakukan puasa di sepuluh hari pertama Zulhijjah itu. Apalagi isteri Nabi yang lain, Sayyidah Hafshah, meriwayatkan bahwa Nabi melakukan puasa di sepuluh hari itu. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad-nya, Hafshah ra berkata :
أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامَ عَاشُورَاءَ، وَالْعَشْرَ، وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَالرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ (رواه أحمد فى المسند 44/59)
“Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi Saw ; puasa ‘Asyura, puasa sepuluh hari (Zulhijjah), puasa tiga hari setiap bulan dan dua rakaat sebelum shubuh.”
☆☆☆
Kesimpulannya, puasa dari tanggal 1 sampai 9 Zulhijjah adalah sesuatu yang utama. Dari kesembilan hari itu, yang paling utama adalah puasa di hari yang kesembilan, atau yang lebih dikenal dengan puasa Arafah. Tak bisa semuanya, jangan tinggalkan semuanya.
اللهم تقبل منا إنك أنت العليم الحكيم وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم
[YJ]
Sumber FB Ustadz : Yendri Junaidi
11 Juli 2021 pada 09.24 ·