Umat Islam : Antara Kuantitas dan Kualitas
Seandainya (ini hanya seandainya) di masa sekarang ini Nabi Muhammad SAW masih hidup dan melihat grafik jumlah pemeluk agama Islam di berbagai negara seperti grafik berikut ini, pastilah Beliau SAW bangga dengan kita bangsa Indonesia.
Mengapa?
Ternyata dari hampir dua milyar pemeluk agama Islam saat ini di muka bumi dewasa ini, jumlah paling banyak justru disumbangkan oleh Indonesia. Lebih dari 221 juta jumlahnya. Itu berarti lebih dari 10-15% dari muslimin sedunia adalah bangsa Indonesia.
Grafik ini adalah daftar jatah kuota haji yang disepakati oleh negara-negara anggota Koferensi Islam (OKI), dimana tiap negara hanya boleh mengirimkan 1/1000 dari jumlah penduduk muslimnya.
Dan yang jadi juara bertahan dalam meraih jumlah kuota haji tertinggi selalu Indonesia. Angkanya sangat fantastis yaitu 221 ribu jamaah.
Nampaknya pesaingnya sulit mengejar ketertinggalan. Pakistan di nomor dua hanya 179 ribu dan India di nomor tiga hanya 170 ribu saja. Bangladesh di nomor empat hanya 127 ribu saja dan Mesir di nomor 5 hanya 108 ribu saja.
oOo
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Beliau SAW memang termasuk berlomba juga main banyak-banyakan pemeluk agama dengan umat lain.
Misalnya anjuran Beliau SAW untuk menikahi wanita yang subur berikut ini :
تَزَوَّجُوا الوَدُودَ الوَلُودَ، فَإنِّي مُكاثِرٌ بِكُمُ الأنْبِياءَ يَوْمَ القِيامَةِ
Nikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena Aku berlomba banyak pengikut dengan para nabi lain di hari kiamat (HR. Al-Baihaqi : As-Sunan Al-Kubra 7/131)
Hadits lain dengan redaksi yang berbeda dan lewat jalur periwayatan berbeda, namun tetap mengusung tema yang sama tentu cukup banyak jumlahnya.
oOo
Jumlah pemeluk Islam memang tidak selalu harus terkait dengan kualitasnya. Bisa saja jumlahnya banyak tapi kualitasnya rendah atau sebaliknya, jumlahnya sedikit tapi kualitasnya bagus.
Namun bukan berarti kita tidak boleh berbangga dengan jumlah yang besar. Toh, Nabi SAW sendiri pun tetap ingin jumlah pemeluk Islam sebagai agama yang dibawanya dipeluk oleh lebih banyak manusia.
Lagian kualitas yang rendah itu bukan berarti kita akan mendelete keislaman mereka. Kita bukan 'tukang sortir' yang bertugas membuang produk yang tidak memenuhi standar kualitas.
Tugas kita bukan meng-kafir-kan pemeluk Islam yang masih bermasalah dari sisi kualitasnya. Kalau sedikit-sedikit kita tuding mereka sebagai kafir, murtad dan musyrik (KMM), tentu jumlah umat Islam menciut jadi sedikit sekali.
Tugas kita justru harus meng-upgrade mereka agar bisa naik kualitasnya. Dan untuk mengupgrade itu ada tools dan prosedurnya, bukan asal teriak, tuduh sana, tuding sini, vonis ini, hajr itu.
Upgrade itu lewat jalur taklim alias induksi lewat jalur ilmu. Ilmu-ilmu keislaman yang selama ini minus dan nyaris sekarat, karena kebanyakan diforsir, itulah yang harus diperkaya dengan intensif.
oOo
Dan menurut saya akan jauh lebih menarik apabila proses induksi keilmuan itu bisa seiring sejalan dengan kuota haji. Selama ini pakai sistem siapa cepat siapa dapat. Dan itu sudah bagus serta berjalan dengan baik.
Tapi alangkah baiknya kalau ke depan lebih dipikirkan lagi kriterianya, siapa yang lebih tinggi dan lebih paham ilmu-ilmu keislaman maka dia dapat prioritas.
Sehingga akan memotivasi orang untuk belajar agama Islam. Misalnya, dari pada nunggu antrian 20 tahun, kenapa tidak ikut program kuliah ilmu-ilmu keislaman saja. Misalnya programnya 4 tahun dan kalau lulus dengan nilai tertentu, bisa langsung dapat jatah kuota haji.
Tentu program ini bukan sekedar formalitas macam orang bikin SIM yang bisa nembak. Program ini harus original, jujur, profesional, dan diawasi oleh pihak dalam dan luar negeri.
Disitulah para calon jamaah haji jadi serius belajar agama. Mulai dari belajar dasar-dasar bahasa Arab, seperti Nahwu, Sharaf, Adab, Balaghah, Bayan, Badi dan Manthiq.
Juga dilandasi dengan ilmu fiqih sebagai pondasi dasar praktek peribadatan. Belajar yang benar dari awal bab-bab fiqih, seperti Thaharah, Shalat, Puasa, Zakat, Haji, Muamalah, Pernikahan, dan seterusnya.
Tentu juga belajar Al-Quran, baik dari segi bacaan (tahsinut-tilawah), juga hafalan (tahfizh), dan juga ilmu-ilmu Al-Quran seperti tafsir dan lainnya.
Ilmu hadits pun penting juga untuk dipelajari, biar tidak asal comot hadits seenaknya lalu dicocokologikan dengan selera pribadi dan kelompok.
oOo
Pendeknya, kualias umat Islam yang masih terbatas itu perlu diupgrade. Upgradenya lewat induksi keilmuan. Dan yang paling siap untuk ikut program itu adalah para calon jamaah haji. Duitnya pun ada.
Sehingga ke depan, yang kita lakukan bukan sekedar pelatihan manasik haji setengah hari, tetapi kuliah ilmu-ilmu keislaman 4 tahun alias 8 semester.
Ada hari-hari perkuliahannya. Ada tugas-tugas baca buku keislaman dan meringkas. Ada kewajiban bikin makalah. Ada Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS) di masing-masing dari delapan semester itu.
Lulus kuliah langsung haji. Dapat prioritas karena Allah SWT yang pastikan bahwa orang berilmu itu memang lebih tinggi derajatnya.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadilah : 11)
Juga sebagaimana sabda Nabi SAW dalam memuliakan orang berilmu :
مَن سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إلى الجَنَّةِ
Orang yang menelusuri jalan demi mencari ilmu agama, maka Allah SWT mudahkan baginya jalan menuju surga (HR. Ahmad : Musnad Imam Ahmad 14/66)
Dan kita mudahkan jalannya menuju Baitullah. Amien . . .
NOTE
1. Program usulan saya ini bukan screening, bukan fit anda proper test juga bukan syarat pergi haji. Tapi program ini adalah program percepatan antrian haji.
Yang ikut program ini bisa dapat kesempatan haji lebih cepat. Dari pada nunggu 40 tahun, mau nggak nunggunya cuma 4 tahun saja? Kalau nggak mau ya nggak apa-apa.
2. Di zaman serba online ini, pendidikan bisa diselenggarakan secara online. Sehingga tidak butuh banyak fasilitas aneh-aneh.
Dan itu berarti tidak butuh terlalu banyak biaya juga.
3. Untuk memastikan kualitas para lulusannya, maka program ini tentu harus ada tes di tiap semester.
Usulan saya ada tes lisan yang sifatnya live streaming sehingga bisa ditonton seluruh bangsa Indonesia. Jadi semua akan tahu kayak apa kulitas lulusannya.
4. Kalau program ini berjalan baik, kita bisa lobi pemerintah Saudi untuk memberikan jatah khusus buat para lulusannya. Sehingga program ini tidak mengurangi jatah kuota aslinya.
Misalnya Saudi kasih jatah tambahan 10 ribu orang. Syaratnya para peserta dites ngomong bahasa Arab dan hafalan Qur'an serta tes Fiqih, Tafsir, Hadits, Ilmu Al-Quran dan seterusnya.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
16 Juni 2021