Baca Tulis Arab
Oleh Ahmad Sarwat, Lc.MA
Pendidikan dasar yang paling standar dan minimal itu ya bisa baca tulis. Itu minimal banget. Istilah zaman dulu adalah PBH alias pemberantasan buta huruf.
Walaupun tidak ada hubungannya dengan ayat yang pertama turun Iqra' dan juga tidak ada hubungannya dengan sifat nabi SAW yang ummi (tidak bisa baca tulis), namun Islam sangat menganjurkan umatnya bisa baca tulis.
Makanya tawanan Perang Badar yang keluarganya tidak bayarkan yang tebusan, ditawari mengajar baca tulis untuk 10 orang lain muslimin. Dan bisa dibebaskan dari tawanan perang.
oOo
Fungsi bisa baca tulis tentu terkait dengan ilmu. Ibaratnya baca tulis itu jendela ilmu. Bisa baca tulis berarti punya kesempatan mendapatkan ilmu. Dan tidak bisa baca tulis berarti kesempatan dapat ilmu jadi tertutup.
Kalau untuk ilmu keduniaan, maka bisa baca tulis bahasa Inggris nampaknya mutlak. Mau terusin pendidikan S2-S3 ke luar negeri, mutlak kudu punya TOEFL sekian. Kalau nggak bisa, ya jangan mimpi.
Makanya banyak orang tua sejak anaknya masih kecil sudah memastikan mereka lancar baca tulis bahasa Inggris. Biar jendela ilmu dunia ada di depan mata. Tinggal loncat doang.
Lalu bagaimana dengan ilmu-ilmu keislaman?
Kecuali kalangan sekuler yang anti dengan ilmu keislaman, atau kalangan zindiq yang Islamnya hanya pura-pura, mempelajari dan menguasai ilmu keislaman itu hukum fardhu 'ain.
Masalahnya, semua ilmu keislaman itu termuat hanya dalam bahasa Arab. Kalau pun satu dua ada yang diterjemahkan, tanpa bicara kualitas penerjemahan, jumlahnya terlalu sedikit. Tidak sampai 0,001 persen.
Jangan mimpi menguasai ilmu-ilmu keislaman kalau belum melek baca tulis bahasa Arab. Melek baca tulis Arab yang saya maksud bukan hanya bisa baca tapi nggak paham ya. Maksudnya bisa baca itu harus paham apa yang dibaca, bukan cuma bunyi mulutnya tapi gak ngerti apa maksudnya.
Bisa nulis juga sama, maksudnya bukan bisa menuliskan aksara Arab dengan modal menyalin dari mushaf. Tapi maksudnya bisa mengarang atau menulis artikel dalam bahasa Arab.
Kedua skill itulah yang saya maksud yaitu fahmil masmu' dan ta'bir tahriri.
Orang tua di keluarga Islam kalau sampai tidak memberi kesempatan putera puteri mereka jendela ke arah ilmu keislaman dengan bekal melek baca tulis Arab, kok saya merasa prihatin.
Sangat tega dan teramat kejam orang tuanya. Kok sampai hati menjauhkan putera puteri tersayang dari jendela ilmu agama.
Masak cuma disuruh hafalin Qur'an 30 juz, tanpa pernah diberi kesempatan buka tafsirnya?
Kalau pun tidak sempat atau tidak bisa mengajarkan ilmu tafsir, setidaknya anaknya itu dibekali dong dengan kemampuan baca tulis Arab. Biar mereka paham bahasa Al-Quran, paham bahasa Nabi Muhammad SAW dan paham apa yang telah dituliskan para ulama.
Kalau pun Abi-Ummi nya termasuk kalangan yang buta baca tulis Arab, setidaknya jangan menjerumuskan anaknya jadi sama-sama buta baca tulis Arab.
Seharusnya abi-umminya sadar untuk melakukan potong generasi, dengan cara membekali generasi penerusnya dengan kemampuan baca tulis Arab.
Biar lah nanti dia sendiri yang merujuk kitab-kitab karya para ulama.
oOo
Cuma merasa cemburu saja sih sama Yahudi yang suka kita cela dan kita hina itu. Jelek-jelek gitu, ternyata mereka pastikan anak keturunan mereka melek baca tulis bahasa Ibrani.
Soalnya, buat mereka Yahudi kafir itu, antara bahasa dan agama memang tidak pernah bisa dipisahkan. Yahudi adalah agama sekaligus bahasa.
Kita?
Tauk ah . . .
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
5 Juni 2021