Ulama yang lebih utama (lebih tinggi levelnya) terbiasa dikritik oleh yang lebih rendah darinya.
Semua pendapat bisa dikritik sebab semua orang bisa saja salah. Tidak ada yang kebal dari kesalahan dalam menyampaikan ajaran agama kecuali Rasulullah. Sebab itulah sejak dahulu kala ulama yang berada di level puncak keilmuan masih saja dikritik dan diselisihi dalam masalah tertentu oleh ulama yang tidak mencapai level tersebut. Para Khulafa'ur Rasyidin dikritik oleh sahabat lain dan itu biasa. Demikian pula para Imam Mujtahid mutlak tidak hanya dikritik oleh mujtahid mutlak yang lain, tetapi juga dikritik oleh mujtahid yang levelnya di bawahnya, bahkan oleh pengikutnya sendiri. Semuanya wajar selama dalam konteks menampakkan kebenaran.
Karena itu, dalam bermazhab sekali pun tidak dikenal adanya doktrin wajib ikut imam mazhab dalam semua hal. Pendapat Imam Syafi'i kadang ditinggalkan dan justru dipilih pendapat imam Nawawi misalnya. Demikian juga pendapat Imam Abul Hasan al-Asy'ari ada yang ditinggalkan demi memilih pendapat Imam Haramain yang lebih tepat, misalnya. Ini semua wajar dalam dunia bermazhab. Karenanya, pertanyaan seperti "Katanya Syafi'iyah kok tidak ikut Imam Syafi'i sendiri?" adalah pertanyaan dari orang yang tidak memahami logika bermazhab.
Yang tidak wajar apabila kritik tersebut dianggap kunci akhir dan pemutus persoalan yang tidak boleh dikritik lagi. Misalnya saja Asy-Syaukani mengkritk pendapat para imam mazhab dan merasa dirinya memilih pendapat yang paling unggul dari semua mazhab. Secara fikih itu wajar saja meskipun level asy-Syaukani masih di bawah para imam mazhab. Akan tetapi menjadi tidak wajar apabila kritik Asy-Syaukani tersebut lantas otomatis dianggap lebih baik dari yang dia kritik sehingga pendapat asy-Syaukani dianggap benar sedangkan yang dikritiknya lantas tidak benar atau bid'ah.
Sama juga dengan Asy-Syathibi mengkritik definisi bid'ah yang dijelaskan oleh para imam besar seperti Imam Syafi'i, Imam Izzuddin bin Abdissalam, Imam Nawawi dan tidak terhitung lainnya yang membagi bid'ah menjadi hasanah dan sayyi'ah. Menurut Asy-Syathibi, semua bid'ah adalah sayyi'ah, tidak ada yang hasanah sedangkan yang dianggap contoh bid'ah hasanah sejatinya bukanlah bid'ah. Secara fikih, kritik semacam ini wajar saja meskipun level asy-Syathibi masih jauh di bawah nama-nama yang dia kritik. Yang tidak wajar apabila dikesankan bahwa kritik tersebut lantas dianggap pemutus yang memastikan bahwa yang benar pastilah asy-Syathibi sedangkan pendapat para Imam yang dikritik pasti salah dan justru mendukung bid'ah.
*SS dari kitab al-Fawa'id al-Madaniyah
baca juga kajian tentang ulama berikut :
- Ketika Ulama Lebih Disegani Dari Penguasa
- Ulama Ukhrawi
- Mengkuti Pendapat Ulama Madzhab
- Nabi dan Ulama Salafush Sholeh, Juga Berziarah
- Syaikh Shalih Al-Fauzan Mendustakan Perkataan Ulama
Sumber FB Ustadz : Abdul Wahab Ahmad
26 Mei 2021