Syekh Umar Hamdan dan Sayyid Ahmad bin Shiddîq al-Ghumari
Pada mulanya dalam madrasah fiqh Syâfi'iyyah, Ibnul Mahâmili (w. 415 H) menulis kitab lubâbul fiqh. Lalu, al-Imâm Waliyuddin Abu Zur'ah (w. 826 H) meringkas kitab tersebut dan menamainya dengan Tanqîhul lubâb. Tanqîhul lubâb kemudian diringkas lagi oleh Syaikhul Islâm Zakariyya al-Anshâri (w. 926 H) dan menamainya dengan ﺗﺤﺮﻳﺮ ﺗﻨﻘﻴﺢ اﻟﻠﺒﺎﺏ. Lalu kitab ini disyarahkan oleh beliau sendiri sehingga menjadi kitab dalam potret di bawah ini yang tebalnya sekitar 300-an halaman.
Lalu, apa kaitan Syekh Umar Hamdan -al-Mâliki -dengan Sayyid Ahmad -yang saat itu masih bermadzhab Mâliki-?
Suatu hari, Sayyid Ahmad mengadu pada beliau bahwa ilmu furu' (fiqh) itu tak bisa diterima jika tidak mengetahui dalilnya, sementara kitab-kitab madzhab Mâliki -sepengetahuan beliau saat itu- tidak disebutkan dalilnya.
Syekh Umar Hamdan menjawab: Jika kamu ingin mengetahui dalilnya, maka kamu harus membaca kitab-kitab Syâfi'iyyah. Karena, kitab-kitab Syâfi'iyyah itu meskipun tipis, menyajikan dalil pada tiap permasalahan. Dan yang paling mendekati dalilnya dan paling tipis kitabnya adalah syarah al-tahrîr karya Syaikhil Islâm Zakariyya al-Anshâri.
Setelah mendengar itu, Sayyid Ahmad segera membeli kitab ini saat itu juga dan beliau menuju guru beliau, Syekh al-Saqâ al-Syâfi'i sembari memohon agar beliau berkenan mengajarkan kitab itu pada beliau. Ketika benar bahwa konten kitab tersebut seperti yang beliau idam-idamkan, saat itulah beliau pindah ke madzhab Syâfi'i.
Namun, dalam perkembangannya, Sayyid Ahmad cenderung berijtihad mutlak.
Wallâhu a'lam
Sumber FB Ustadz : Nur Hasim
26 Mei 2021 pukul 06.54 ·