Ketinggian Allah?

Ketinggian Allah? - Kajian Islam Tarakan

KETINGGIAN ALLAH... ???

Manhaj Salafus Salih ketika menjelaskan keadaan Allah, mereka mengatakan :

Allah istiwa' alal arsy...

Allah fis sama'...

Ini benar, jangan disalahkan, karena yang dimaksud bukan ketinggian MAKAN (TEMPAT), tapi ketinggian MAKAANAH (KEDUDUKAN). Jadi sama sekali arah atas bukan JIHAT (ARAH) bagi Allah, tapi dengan SIFAT, yaitu KEDUDUKAN,  KEAGUNGAN dan KEKUASAAN bagi Allah.

Ini buktinya :

1. Imam Asy-Syâthibî berkata di dalam kitab Al-Muwâfaqât-nya  :

مسألة لا بد من معرفتها لمن أراد علم القرآن ..

ومن ذلك معرفة عادات العرب في أقوالها وأفعالها ومجاري أحوالها حالة التنزيل .. وإلا وقع في الإشكالات والشبه المتعذر الخروج منها إلا بهذه المعرفة .

ومنها :- قوله تعالى :- ( أأمنتم من في السماء )وأشباهها ، إنما جرت على معتادهم في اتخاذ الآلهة في الأرض وإن كانوا مقرين بإلهية الواحد الأحد ، فجاءت هذه الآيات بتعيين الفوق وتخصيصه تنبيها على نفي ما ادعوه في الأرض ، فلا يكون فيها دليل على إثبات الجهة البتة

“PERMASALAHAN : Merupakan suatu keharusan untuk mengetahui masalah ini bagi orang yang hendak belajar ilmu al-Quran. Di antaranya adalah, mengetahui tradisi kaum Arab di dalam ucapan dan perbuatan mereka serta mengetahui pemberlakuan keadaanya ketika suatu ayat diturunkan, jika tidak demikian, ia akan jatuh pada kerumitan dan syubhat yang sulit untuk keluar darinya kecuali dengan mengetahui ilmu ini. 

Di antara contohnya adalah firman Allah Ta’âlâ :

 أأمنتم من في السماء

“Apakah kalian beriman dengan yg ada di langit...???“ (Q.S. Al-Mulk - 16)

Dan ayat-ayat semisalnya. Ayat tersebut berlaku pada tradisi mereka yang menjadikan tuhan-tuhan di bumi, meskipun mereka mengakui ketuhanan yang Maha Esa, maka DATANGNYA AYAT-AYAT INI dengan MENENTUKAN DAN MENGKHUSUSKAN ARAH ATAS adalah SEBAGAI PERINGATAN ATAS PENAFIAN PADA PENGAKUAN (TUHAN-TUHAN)  MEREKA DI BUMI, MAKA AYAT-AYAT TERSEBUT BUKANLAH DALIL UNTUK MENETAPKAN ARAH (BAGI ALLAH) SAMA SEKALI.“ (Al-Muwâfaqât, Asy-Syâthibî : 4/154

2. Dalam kitabnya Syarh Musykil al-Hadits, Imam Ibnu Furak, rekan Qadhi Ibnul Baqillani, menjelaskan:

واعلم أنه ليس ينكر قول من قال إن الله في السماء، لأجل أن لفظ الكتاب قد ورد به، وهو قوله : (أأمنتم من في السماء).

Ketahuilah bahwa tidak diingkari orang yang mengatakan : ALLAH FIS SAMAA', karena memang lafadz dari Al Quran yg ada seperti itu, yaitu Firman Allah :

ءَأَمِنتُم مَّن فِي ٱلسَّمَآءِ 

ومعنى ذلك أنه فوق السماء؛ لا بمعنى فوقية التمكن في المكان، لأن ذلك صفة الجسم المحدود المحدث، ولكن بمعنى ما وصف به أنه فوق من طريق الرتبة والمنزلة والعظمة والقدرة.

Makna demikian itu adalah Allah diatas langit, bukan makna 'fauqiyyah' tinggal pada suatu tempat, karena demikian itu adalah sifat jism yang terbatas serta baru, tetapi makna yang disifatkan adalah diatas dengan jalan derajat dan kedudukan serta keagungan dan kekuasaan.

Beliau juga mengatakan:

ومن أصحابنا من قال : إن القائل إذا قال إن الله تعالى في السماء، ويريد بذلك أنه فوقها من طريق الصفة لا من طريق الجهة، على نحو قوله : (أأمنتم من في السماء)، لم ينكر ذلك.

Sebagian dari Ashhab kami mengatakan bahwa orang yg berkata : INNALLAAHA FIS SAMAA', yang dikehendaki adalah diatas langit dengan jalan 'sifat' bukan dengan jalan 'jihat' pada contoh :

ءَأَمِنتُم مَّن فِي ٱلسَّمَآءِ

Hal ini tidak diingkari.

Istiwa' Allah tidak bermakna "at-Tamakkun" (tinggal) atau "al-Istiqrar" (menetap). Beliau menyebutkan:

ثم ذكر صاحب التصنيف بابا ترجمه بالاستواء على العرش، وأوهم معنى التمكن والاستقرار، وذلك منه خطأ؛ لأن استواءه على العرش سبحانه ليس على معنى التمكن والاستقرار، بل هو على معنى العلو بالقهر والتدبير، وارتفاع الدرجة بالصفة على الوجه الذي يقتضي مباينة الخلق.

Kemudian pengarang kitab ini mempunyai satu bab yang menerangkan terjemah 'istiwa' alal Arsy'. Sebagian orang menterjemahkan makna 'tamakkun' (tinggal) dan 'istiqraar' (menetap), ini salah karena Alah istiwa' alal Arsy maha suci Allah kalo memakai makna 'tamakkun' dan 'istiqraar', tetapi menggunakan makna yg agung dengan kekuasaasan dan pengaturan serta tingginya derajat sifat atas wajah yang menghendaki berbeda dengan makhluk.

وقد ذكرنا فيما قبل معنى وصف الله تعالى أنه فوق خلقه، وأن ذلك راجع إلى فوقية المنزلة والمرتبة، وفوقية القهر والعظمة. وأما الفوقية بالمسافة والمكان فمحال في وصفه تعالى.

Kami sudah menyebutkan sebelumnya bahwa makna sifat Allah Ta'ala diatas makluq adalah kembali pada ketinggian kedudukan dan tingkatan, ketinggian kekuasaan dan keagungan, sedangkan ketinggian jarak dan tempat adalah mustahil bagi sifat Allah Ta'ala.

Beliau juga menuliskan:

وإذا استفدنا بهذا الخبر تكذيب الفرقتين في دعواهما على الله عز وجل؛ أنه يحل بعض المخلوقات أو يوصف بأنه في كل مكان، رجع تأويل الخبر إلى ما نقول إنه أراد به أنه غير مختلط ولا ممتزج بشيء من  خلقه، وأنه بائن مما خلق بينونة بالصفة والنعت، لا بالتحيز والمكان والجهة.

Dan kami telah mengambil faidah terhadap khobar ini atas kebohongan dari 2 golongan yg mendakwahkan atas Allah azza wa jalla bahwa boleh sebagian makhluk atau menyifati bahwasanya Allah di setiap tempat. Takwil dari khobar tersebut apa yg kami ucapkan bahwa yang dikehendaki bukan mencampur atau memadukan sesuatu dari makhluknya, Allah berbeda dengan makhluknya dari sisi sifat, bukan dengan bergabung, bertempat dan berarah.

فأما قوله : (على كرسيه)، فهو كقوله (الرحمن على العرش استوى)، وقد بينا معنى "على" فيما قبل، وأنه ينقسم على وجوه؛ أحدها : علو الرفعة بالقدر والمنزلة، والثاني : كقوله (إنك لعلى خلق عظيم)، وكقولك : على زيد مال، وليس المراد بذلك علوًّا بالمكان، وإذا لم يكن معنى "على" مختصًا بعلو المكان، فقد بان أن معناه علوٌّ على ما يليق به مما لا يقتضي المكان.

Adapun firman Allah Alaa Kursiyyihi yaitu firman Allah Arrohmanu alal Arsyistawa, telah kami jelaskan 'alaa' sebelumnya, bahwa 'alaa' terbagi atas beberapa makna, salah satu diantaranya : ketinggian kemuliaan, kedudukan dan tingkatan. Yang kedua seperti firman Allah : Innaka la'ala khuluqin azhiimin dan seperti ucapanmu : 'Alaa zaidin maalun, bukanlah yang dikehendaki ketinggian tempat. Ketika makna 'alaa' tidak terkhushush pada ketinggian tempat, maka sungguh nyata bahwa maknanya jauh dari apa yg pantas kepada Allah dari sesuatu yang menghendaki makna tempat.

--------------------

Kalo kita beraqidah seperti kaum Mujassimah dan Musyabbihah WAHABI SALAFY yg menyatakan Allah itu ada diatas arsy,  maka bagaimana kalo kita menghadapi dalil-dalil Allah turun ke langit dunia, Allah di depan orang yg sedang sholat, Allah ada dimanapun kita menghadap, Allah dekat...???

Alhamdulillah kitab beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah : Allah maujud bilaa makaaan, Allah ada tanpa butuh tempat......

Wallaahu a'lam....

Sumber FB Ustadz : Dodi ElHasyimi

18 Mei 2021· 

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Ketinggian Allah? - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®