Babi Panggang
Awalnya saya gak tahu bipang, ternyata dapat kosa kata baru : Babi Panggang.
Dalam fiqih kuliner, babi sepakat diharamkan para ulama tanpa khilafiyah. Beda dengan hukum makan hewan buas, hewan dua alam atau hewan menjijikkan yang kajiannya agak panjang lebar, karena ada banyak sudut pandang.
Kalau babi sih jelas sekali ayatnya yaitu Al-Baqarah ayat 173, Al-Maidah ayat 3, ayat 60 dan ayat 115. Keharaman babi itu tidak ada khilafiyah.
Bahkan para ulama sepakat meski yang disebutkan hanya dagingnya (لحم الخنزير), namun semua sepakat bahwa seluruh tubuh babi itu haram dimakan. Bahkan kulitnya pun tidak bisa disucikan meski sudah disamak.
Di dalam Mazhab Syafi'i bahkan tidak diterima konsep istihalah babi. Padahal di Mazhab Hanafi, istihalah bisa diterima meski pun asalnya babi.
Caranya lewat proses pembuatan garam secara tradisional,yaitu pembakaran yang menghanguskan seluruh kayu dan benda apa saja, termasuk bila ada bagian tubuh babi.
Asalkan semua hancur lebur dan hangus tak bersisa, semuanya berubaj menjadi arang dan abu, maka di balik abunya terkandung kristal-kristal garam. Dan garamnya dianggap suci.
Proses macam ini tidak berlaku di Mazhab Syafi'i. Pokoknya sekali babi tetap babi. Mau diolah kayak apa pun, tetap babi dan haram hukumnya.
Tapi saya pernah coba iseng tanya kepada jamaah kajian. Misalnya babi mati dipendem dalam tanah. Di atas tanahnya kita tancepin pohon ubi Cilembu. Dan ubinya di dalam tanah subur, karena banyak unsur hara dari jasad babi.
Kalau nanti kita panen ubi, terus ubinya itu kita panggang, pertanyaannya : apakah ubi panggang (bipang) itu halal dimakan?
Ternyata jawabannya beda-beda. Kalau babi panggang sih sepakat haramnya. Tapi uni panggang yang ditanam di pusara babi,masih mikir-mikir jawabannya.
Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat
9 Mei 2021