Utsman Ad-Darimy dan Kitab Tajsimnya
Pada status sebelumnya yang berjudul "Apakah Utsman bin Sa'id ad-Darimi Mujassim?" telah saya sebutkan bahwa Utsman ad-Darimy adalah seorang mujassim karena perkataannya sharih ke arah itu. Di status yang sama saya menyatakan adanya kemungkinan bahwa kedua kitab lebay ad-Darimy (yang lebaynya sampai pada tajsim) tidak terkenal sehingga sepi bahasan para ulama. Lalu beberapa orang bergembira ria dengan kemungkinan yang saya sebut ini karena menurut mereka saya salah. Mereka menyebutkan sanad kitab tersebut yang ditulis oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani di Mu'jam-nya lalu menyimpulkan bahwa kitab ad-Darimy terkenal dan saya salah. Tentu saja mereka tidak ada yang menyinggung akidah ad-Darimy yang menjadi poin utama bahasan saya melainkan hanya berkomentar pada apa yang saya sendiri sedari awal sebut sebagai sebuah kemungkinan.
Soal terkenal atau tidaknya kitab itu di masa lalu, penyebutan sanad yang dimiliki oleh Imam Ibnu Hajar hanya membuktikan satu hal, yakni: Imam Ibnu Hajar dan kawan-kawannya memiliki sanad kitab tersebut. Itu saja sebenarnya. Ia tidak cukup menjadi bukti bahwa kedua kitab tersebut dikenal isinya kata-perkata oleh para ulama di berbagai penjuru dunia islam seperti kitab-kitab standar. Dalam status yang sama, saya sudah menyebut bahwa Syaikh Ibnu Taymiyah tahu isi kitab itu, demikian juga dengan muridnya, Syaikh adz-Dzahabi, yang keduanya hidup di abad ke delapan. Menambahkan Imam Ibnu Hajar yang hidup di abad kesembilan dalam daftar orang yang tahu isi kitab itu tidak masalah dan tidak cukup untuk mengubah kesimpulan sebab beliau memang salah satu ulama ensiklopedis, sama seperti Ibnu Taymiyah dan adz-Dzahabi.
Sanad itu hanya membuktikan bahwa kitab itu benar dinisbatkan pada mu'allifnya (meskipun ada yang mengkritisi ini sebab ada tokoh-tokoh yang tidak jelas di sana), bukan membuktikan bahwa yang punya sanad setuju atau tidak setuju pada isi kitabnya, tidak juga membuktikan bahwa kitab itu menyebar luas seperti Bukhari-Muslim misalnya. Ingat, buku yang masyhur bagi kalangan elit bukan berarti tersebar luas dan dibaca di mana-mana. Tinggal hitung saja berapa kitab klasik yang menukil langsung dari kedua buku lebay ad-Darimy kalau mau membuktikan keterkenalannya di dunia akademik klasik. Bisa dipahami bukan apa yang saya maksud dengan "kemungkinan tidak terkenal" dan membedakannya dengan "tidak ada yang kenal"?
Demi diskusi, anggaplah saya salah dalam "kemungkinan" yang saya sebutkan. Ingat, saya tidak memastikan loh ya, saya bilang "kemungkinan" yang artinya sedari awal saya memberi celah untuk siapa pun yang mau mengatakan bahwa ini salah. Lalu apa yang terjadi? apakah lantas ad-Darimy menjadi bukan mujassim karena kitabnya dianggap terkenal? Vonis inilah poin yang saya pastikan yang seharusnya disanggah bila keberatan. Silakan bagi siapa pun di planet ini yang mampu berkata bahwa perkataan ad-Darimy di kedua kitab itu yang sebagiannya saya sebutkan di status sebelumnya bukan akidah tajsim dan silakan utarakan argumennya.
Karena yang disinggung adalah Ibnu Hajar, saya ingin menutup status ini dengan bagaimana pendapat Ibnu Hajar tentang Mujassimah. Dalam Fathul Bari ia berkata:
«فتح الباري لابن حجر» (13/ 406):
«وَقَالَتِ الْجِسْمِيَّةُ مَعْنَاهُ الِاسْتِقْرَارُ ... وَأَمَّا قَوْلُ الْمُجَسِّمَةِ فَفَاسِدٌ أَيْضًا لِأَنَّ الِاسْتِقْرَارَ مِنْ صِفَاتِ الْأَجْسَامِ وَيَلْزَمُ مِنْهُ الْحُلُولُ وَالتَّنَاهِي وَهُوَ مُحَالٌ فِي حَقِّ اللَّهِ تَعَالَى وَلَائِقٌ بِالْمَخْلُوقَاتِ»
"Penganut Jismiyah berkata bahwa makna istawa adalah menetap. ... Adapun perkataan Mujassimah maka rusak juga karena menetap adalah sifat jisim-jisim dan konsekuensi darinya adalah bahwa Allah bertempat dan berujung. Hal ini adalah mustahil bagi Allah Ta'ala dan [hanya] layak bagi makhluk-makhluk."
Beliau menjelaskan bahwa mengatakan Allah menetap atau bertempat adalah pendapat mujassimah, lalu ad-Darimy yang berkata bahwa Allah punya tempat, Allah duduk dan Arasy tersisa empat jengkal setelah ditempati Allah mau disebut apa?
Di lain tempat, Ibnu Hajar berkata:
«فتح الباري لابن حجر» (3/ 30):
«وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي مَعْنَى النُّزُولِ عَلَى أَقْوَالٍ فَمِنْهُمْ مَنْ حَمَلَهُ عَلَى ظَاهِرِهِ وَحَقِيقَتِهِ وَهُمُ الْمُشَبِّهَةُ تَعَالَى اللَّهُ عَنْ قَوْلِهِمْ وَمِنْهُمْ»
"Makna Nuzul diperselisihkan menjadi beberapa pendapat, salah satu darinya ada yang memaknainya secara dhahir dan sesuai hakikatnya (makna denotatif), mereka adalah Musyabbihah. Maha Suci Allah dari perkataan mereka dan dari mereka sendiri".
Lalu ad-Darimy yang berkata seperti itu bahkan menambahkan dengan ungkapan "Allah bergerak" mau disebut apa?
Silakan pertanyaan-pertanyaan ini dijawab bagi siapa pun yang ingin membebaskan ad-Darimy dari vonis tajsim yang saya lempar. Kitabnya sendiri sudah beredar luas saat ini dan itu artinya sebenarnya tidak perlu menukil vonis siapa pun untuk menilainya, tinggal baca kitabnya sudah kelihatan. Kalau malah mengabaikan isi kitabnya yang tersedia saat ini dan malah sibuk dengan mencari VONIS BY NAME dari para ulama klasik terhadap ad-Darimy, ah... kok receh banget ya pola pikirnya. Sama juga receh mempermasalahkan sebenarnya kitabnya di masa lalu masuk kriteria terkenal atau tidak.
Btw, dalam status ini saya tak menyebut nama akun siapa yang saya kritik bukan? Dalam kitab-kitab ulama sunni begitu juga, seringkali kritik tajam pada ulama lain yang berprestasi tetapi punya penyimpangan tidak dilakukan sambil tunjuk nama. Yang penting kan pemikirannya ditunjukkan salahnya di mana. Namun soal ad-Darimy, setelah kitabnya tercetak dan tersebar luas di masa ini, maka saya rasa perlu tunjuk nama sekedar agar orang-orang tahu.
Sumber FB : Abdul Wahab Ahmad
Kajian · 26 Februari 2021 pada 01.54 ·