Karya Ulama

Karya Ulama - Kajian Islam Tarakan
Karya Ulama

Beberapa alur penyusunan buku di masa lalu oleh para ulama itu unik-unik. Salah satunya yang paling dominan adalah buku yang ditulis sebagai hasil dari belajar kepada satu ulama.

Maksudnya setelah mengaji beberapa tahun, seorang murid kemudian menuliskan semua ilmu yang didapatkannya dalam wujud sebuah buku. Buku catatan hasil belajar kepada seorang guru. 

Contohnya apa yang ditulis oleh Al-Muzani rahimahullah. Beliau jadi murid Imam Asy-Syafi'i ketika sudah pindah ke Mesir, sehingga mewakili Mazhab Syafi'i Qaul Jadid. 

Bertahun-tahun bermulazamah dengan sang Imam, hasilnya menjadi sebuah kitab terkenal yang disebut : Mukhtashar Muzani. 

Isinya semacam ringkasan dari bangunan besar Mazhab Syafi'i yang sudah tersusun secara amat terstruktur dan sistematis. 

Karya Al-Muzani inilah yang nantinya dijadikan acuan utama dalam karya-karya berikutnya dalam Mazhab Syafi'i. 

Ini menarik untuk diamati. Seorang pembelajar akhirnya menerbitkan buku yang isinya menggambarkan apa-apa yang telah dipelajari sebelumnya. 

Dan inilah model penulisan buku yang paling ideal. Belajar dulu ilmunya sampai lulus lalu jangan lupa untuk menuliskannya. Biar ada bukti otentik pernah belajar ilmu tersebut.

Kurang lebih itulah yang sekarang lagi saya lakukan. 

Waktu S-1 saya kuliah di LIPIA. Butuh 4 tahun lamanya hingga saya dinyatakan lulus jadi elce  di Fakultas Syari'ah jurusan Perbandingan Mazhab. 

Maka setelah lulus dan tidak kuliah lagi, saya terobsesi untuk menuliskan kembali semua yang pernah saya pelajari, khususnya mata kuliah ilmu fiqih.

Hasilnya Alhamdulillah menjadi Seri Fiqih Kehidupan sebanyak 18 jilid. 

Lulus S1 saya melanjutkan ke jenjang S2di IIQ. Konsentrasinya Ilmu Al-Quran dan Ilmu Hadits. Terus ke S-3 Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir. 

Lagi-lagi saya terobsesi untuk menuliskan apa-apa yang sudah saya pelajari di jenjang pasca sarjana. 

Hasilnya Alhamdulillah menjadi dua jilid buku berjudul : Ilmu Al-Quran dan Tafsir. 

Namun terus terang menulis buku itu bukan perkara yang mudah. Tidak semua sarjana yang lulus kuliah ilmu-ilmu keislaman punya motivasi untuk menuliskan ilmunya. 

Jadi bukannya mereka tidak punya ilmu. Mereka punya ilmu bahkan dalam beberapa hal, ilmunya jauh lebih tinggi. 

Namun mereka tidak punya beberapa hal :

1. Kemungkinan mereka tidak punya waktu dan kesempatan untuk menuliskannya. Mungkin karena kesibukan atau pun juga karena banyaknya beban jabatan dan pekerjaan yang jadi kewajibannya.

Sedangkan saya, saya tidak punya jabatan apa-apa. Saya tidak ikut ormas apalagi partai. Dulu sih suka organisasi, khususnya sewaktu SMA dan kuliah. 

Tapi entah bagaimana, rapat dan ngurusin orang itu kok lama-lama males banget. Lebih enak jadi ustad. Gak usah ikut rapat dan berbagai persiapan, langsung datang pas acara, ceramah saya sampaikan, terus pualng bawa berkat. Hehe

Jadi urusan waktu untuk menulis, saya punya stok banyak banget. Alhamdulillah.

2. Kemungkinan kedua boleh jadi karena mereka tidak punya motivasi dan latar belakang yang mengharuskan mereka untuk menuliskannya. 

Saya sendiri punya motivasi itu, gara-garanya saya harus ngisi pengajian rutin seminggu sekali. Dari pada harus baca kitab berbahasa Arab, yang hadirinnya juga tidak paham, mendingan saya buatkan saja makalah dalam bahasa Indonesia.

Maka saya dapat motivasi dan latar belakang, kenapa saya harus menulis. Alhamdulillah.

3. Kemungkinan ketiga bisa saja karena mereka tidak terlalu mahir dalam menulis. Lebih mudah untuk ceramah di atas panggung ketimbang membiarkan jari jemari keriting di atas keyboard. 

Saya kebetulan sejak kecil keranjingan mesin ketik manual. Entah mengapa, alat tulis satu ini punya daya tarik sendiri buat saya.

Begitu kenal mesik tik listrik, kesukaan saya semakin menjadi-jadi. Apalgi begitu masuk era komputer dengan MSWord, rasanya kayak berhadapan dengan sajian makanan siap santap. 

Bawaannya nafsu aja kalau lihat komputer nganggur. Apalagi MS Word itu ternyata banyak sekali menu-menu istimewa untuk bikin buku. Alhamdulillah.

4. Kemungkinan keempat bisa saja mereka memandang bahwa berkarya dengan menulis itu tidak menjanjikan dari segi harta.

Yang terbetik dalam cari Rizki yang berdagang, bisnis, atau pun mengajar jadi guru di sebuah sekolah, dapat gaji bulanan, lalu nikah dan punya anak. Berkarya? Wah itu terlalu menghayal. 

Saya sendiri awalnya tidak memikirkan penghasilan dari menulis. Tapi hari ini setelah buku saya banyak diterbitkan, wah dihitung-hitung lumayan juga hasilnya. Bisa jadi pasif income. 

5. Kemungkinan kelima boleh jadi mereka memandang bahwa skala prioritas dalam hidup itu bukan menulis, tapi mengajar, bekerja, atau bersosialisasi. 

Tujuan belajar dan kuliah sekedar memenuji kewajiban orang tua, atau sekedar menaikkan gengsi dan kedudukan di masyarakat.

Saya kebetulan sejak kecil suka dengan buku dan mencintai buku. Bahkan terobsesi sejak kecil ingin jadi penulis buku. 

Jadi kalau kita punya banyak orang berilmu tapi miskin karya, kira-kira sudah jelas anatomi duduk perkaranya.

Sumber FB Ustadz : Ahmad Sarwat

Kajian · 15 Maret 2021

©Terima kasih telah membaca kajian ulama ahlussunnah dengan judul "Karya Ulama - Kajian Ulama". Semoga Allah senantiasa memberikan Ilmu, Taufiq dan Hidayah-Nya untuk kita semua. aamiin. by Kajian Ulama Aswaja ®