Haidh dan Qadha Shalat
Urusan haidh ternyata punya kaitan erat sekali dengan qadha' shalat. Bab ini tidak ada kaitannya dengan mereka yang shalatnya masih bolong-bolong.
Bab ini bagian dari kecerdasan fiqih seseorang, yang kadang meski sudah jadi guru dalam ilmu fiqih pun, masih saja ada yang sedikit kesrimpet.
Bicara haidh itu kaitannya dengan libur shalat. Kalau haidh maka shalat libur. Kalau tidak haidh, maka shalat wajib dikerjakan.
Nah bagaimana kalau kasusnya haidh itu terputus-putus? Shalatnya tetap wajib apa libur nih jadinya?
Setiap Mazhab beda-beda ketentuan. Dalam Mazhab Syafi'i, semua tahu bahwa tidak lah dikatakan wanita itu mengalami haidh, kecuali darahnya keluar minimal sehari semalam. Istilahnya yaumun wa lailah ( يوم وليلة).
Kalau tidak sampai sehari-semalam, maka bukan dianggap haidh. Kalau bukan haidh, berarti tetap wajib shalat.
Pertanyaan mendasar : dikatakan haidh itu minimal sehari semalam itu maksudnya darah keluar terus-terusan tanpa henti atau bagaimana?
Kalau keluar sebentar terus berhenti, keluar lagi terus berhenti, begitu sampai sehari semalam, apakah itu bisa dianggap haidh?
Banyak juga yang puyeng kalau ditanyain kayak gini. Soalnya tiap orang punya persepsi sendiri-sendiri. Bisa banyak ragam pendapat.
Tapi dalam kajian ilmu fiqih, pendapat kita ini tidak diakui. Yang diakui itu pendapat para ulama. Jadi tidak dikenal istilah : menurut pendapat saya. Siapa elu sok berpendapat segala?
Yang dikenal dalam ilmu fiqih adalah 'azwil qaul ila qa-ihi atau mengembalikan suatu pendapat kepada yang punya pendapat. Siapa yang ulama yg mengatakannya dan di kitab apa?
Bukan 'menurut saya ini harus begitu dan itu harus begitu'. Tidak sama sekali tidak.
baca juga Kajian tentang Haidh berikut ini : Durasi Minimal Haid - Fiqih Darah Wanita bag.1 dan Durasi Minimal Haid - Fiqih Darah Wanita bag.2
Sumber FB : Ahmad Sarwat
4 Februari 2021 pada 16.31 ·