Masih Ragu Dalil Qunut Subuh? Ini Penjelasan Rincinya
Muslimin di Indonesia pada kaprahnya bermazhab Syafii, sebagaimana pada umumnya kaum muslimin di Asia Tenggara. Di antara pendapat mazhab terbesar di dunia ini adalah mensunahkan berqunut dalam shalat Subuh.
Qunut ini dibaca dalam shalat Subuh setelah ruku’ dan usai membaca i’tidal dalam rakaat kedua.
Di antara bacaan qunut yang biasa ditradisikan, adalah berasal dari riwayat Sayyidina Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib, sebagaimana terdapat antara lain dalam Sunan An-Nasai, Sunan Abi Daud, Sunan at-Tirmidzi, dan Sunan Ibn Majah.
Qunut ini memang tidak terikat harus dengan satu versi bacaan. Nyatanya, Umar ibn Khatab juga punya bacaan qunut tersendiri yang berbeda dengan riwayat Sayyidina Hasan. Dengan demikian, saat berqunut sudah cukup menggunakan kalimat-kalimat yang mengandung doa, sanjungan atau pujian kepada Allah, dan dianjurkan menambahkan shalawat menurut mayoritas ulama.
Bacaan qunut yang ditradisikan kaum muslimin di Indonesia terdiri dari tiga bagian, yaitu doa, pujian, dan shalawat, sebagai berikut:
Doa;
اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ, وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ،
Artinya: Ya Allah berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami perlindungan kesehatan sebagaimana orang-orang yang Engkau lindungi kesehatan. Sayangilah kami sebagaimana orang-orang yang telah Engkau sayangi. Berikanlah berkah terhadap apa-apa yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari kejelekan apa yang Engkau telah takdirkan.
Pujian:
فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ. وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ إِلَيْكَ
Artinya: Sesungguhnya Engkau yang memberi keputusan dan tidak ada orang yang memberikan putusan kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami Yang Maha Luhur. Bagi Engkau segala pujian atas apa yang telah Engkau putuskan. Kami memohon ampunan kepada-Mu, dan kami bertobat kepada-Mu.
Shalawat:
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد النَّبِيٍِ الْأُمِّي وَعَلَى آلِه وصَحْبِه وسَلَّمَ
Artinya: Shalawat dan salam Allah semoga terlimpah atas junjungan kita, Nabi Muhammad yang ummi, juga untuk keluarga dan para sahabatnya.
Di antara dalil ulama mazhab Syafii tentang qunut adalah hadits berikut:
عَنْ مُحَمّد قَال: قُلْتُ لِأََنَس: هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللّهِ صلّى اللهُ عليْه وسلّمَ فِي صَلاةِ الصّبْحِ؟ قالَ: نعَمْ بعْدَ الركوعِ يسِيرًا. رواه مسلم
Artinya: Dari Muhammad bin Sirin, ia bertanya kepada Anas bin Malik: Apakah Rasulullah qunut saat shalat Subuh? Anas menjawab: Ya, setelah ruku', sedikit (dengan selisih waktu yang sebentar). (HR Muslim).
Al-Hafidz al-Haitsamy berkata: Ahmad dan al-Bazzar meriwayatkan hadits semisalnya, dan para perawinya adalah perawi terpercaya.
Menurut ulama Syafiiyah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terus menerus melakukan qunut Subuh berdasarkan riwayat berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد والدارقطني)
Artinya: Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik, ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam senantiasa membaca qunut ketika shalat Subuh sehingga beliau wafat. (Musnad Ahmad bin Hanbal, juz III, hal. 162 [12679], Sunan al-Daraquthni, juz II, hal. 39 [9]).
Sanad hadits ini shahih sehingga dapat dijadikan pedoman. Imam an-Nawawi di dalam kitab al-Majmu menegaskan:
حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ رَوَاهُ جَمَاعَةٌ مِنَ الْحُفَّاظِ وَصَحَّحُوْهُ وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى صِحَّتِهِ اْلحَافِظُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍ الْبَلْخِي، وَالْحَاكِمُ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ فِي مَوَاضِعَ مِنْ كُتُبِ الْبَيْهَقِي وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِي مِنْ طُرُقٍ بِأَسَانِيْدَ صَحِيْحَةٍ (المجموع ج 3 ص 504)
Artinya: Hadits tersebut adalah shahih. Diriwayatkan oleh banyak ahli hadits dan mereka kemudian menyatakan kesahihannya. Di antara orang yang menshahihkannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi serta al-Hakim Abu Abdillah di dalam beberapa tempat di dalam kitab al-Baihaqi. Al-Daraquthni juga meriwayatkannya dari berbagai jalur sanad yang shahih. (Al-Majmu' Syarh al-Muhadzab, juz III, hal. 504).
Lebih lanjut Imam an-Nawawi menyatakan bahwa berqunut adalah pandangan mayoritas ulama salaf dan generasi setelahnya:
مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ القَُنُوْتُ فِيْهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ أَمْ لَمْ تَنْزِلْ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ وَمَنْ بعدَهمْ أَوْ كثِيرٌ مِنهمْ ومِمَن قال بهِ أبو بكْر الصديق وعمَر بن الخطّاب وعُثمانُ وعَليّ وابن عبّاس والبرّاء بن عازِب رضيَ الله عنهمْ
Artinya: Dalam Madzhab kita (mazhab Syafii) disunnahkan membaca qunut dalam shalat shubuh, baik karena ada musibah maupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan generasi selanjutnya. Di antaranya adalah Abu Bakr, Umar ibn Khatab, Utsman, Ali, Ibn Abbas dan Barra ibn Azib. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 1 : 504)
Ternyata memang demikian, bahwa tidak hanya mazhab Syafii, mazhab Maliki pun menghukumi qunut tersebut sebagai mustahab (dianjurkan). Sedangkan ulama Hanafiyah dan Hanabilah tidak mensunahkan membaca qunut saat shalat Subuh dengan dalil hadits riwayat Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah (Fatawa al-Azhar V/9).
Dengan demikian, ulama mazhab yang menghukumi sunah atau yang tidak, keseluruhannya mendasari argumentasi dari sejumlah hadits. Tentu dengan catatan bahwa argumentasi yang tidak mensunahkan qunut telah dijawab para ulama mazhab Syafii, misalnya oleh Imam an-Nawawi.
Wallahu a'lam
Penulis:
Ustadz Yusuf Suharto adalah Tim Pemateri PW Aswaja NU Center dan Ketua Umum Persatuan Dosen Agama Islam (Persada) Nusantara Jatim.
Sumber: Jatim NU Online
Sekedar berbagi semoga bermanfaat.